Perum Bulog menyatakan telah menyimpan stok 500.000 ton beras di luar negeri. Jika tidak cermat dan hati-hati pengelolaannya, impor dikhawatirkan mengganggu penyerapan gabah/beras petani pada panen raya tahun 2023.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Perum Bulog memberikan sinyal akan mendatangkan beras dari luar negeri sebanyak 500.000 ton. Sejumlah pihak berharap impor dilakukan secara hati-hati agar tidak menjadi stok yang tertahan di gudang dan justru mengganggu daya serap Bulog saat panen raya padi tahun 2023.
Sinyal soal rencana impor itu tersirat dalam keterangan pers Perum Bulog, Jumat (18/11/2022). ”Saat ini, Bulog menguasai stok 625.000 ton beras di dalam negeri. Bulog juga sudah melakukan kerja sama mancanegara dengan menyimpan stok sebanyak 500.000 ton beras komersial yang berada di luar negeri,” kata Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso.
Apabila jumlah beras itu digabungkan, Budi memperkirakan stok beras nasional yang dikuasai pemerintah aman untuk mempertahankan stabilitas harga dalam enam bulan ke depan, salah satunya melalui program Ketersediaan Pangan dan Stabilisasi Harga (KPSH) atau operasi pasar. Menurut dia, beras yang berada di luar negeri tersebut bisa direalisasikan kapan pun apabila stok di dalam negeri sudah habis.
Budi menambahkan, Bulog terus memantau pergerakan harga beras agar dapat mengendalikannya dengan menggelontorkan beras ke pasar lewat program KPSH. Dia menilai, kenaikan harga beras saat ini disebabkan oleh anomali cuaca dan peningkatan harga bahan bakar minyak. Produksi pun sedang memasuki musim tanam.
Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis menunjukkan, rata-rata nasional harga beras medium di pasar tradisional per Jumat (18/11/2022) berkisar Rp 12.100 hingga Rp 12.300 per kilogram (kg). Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan harga bulan sebelumnya yang berkisar Rp 12.000-Rp 12.150 per kg dan tahun sebelumnya yang berkisar Rp 11.450-Rp 11.700 per kg.
Situasi harga itu juga lebih tinggi dibandingkan dengan harga acuan yang tertera dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras. Aturan itu menyebutkan, HET beras medium berada di rentang Rp 9.450-Rp 10.250 per kg, bergantung pada wilayahnya.
Menurut anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi, ada empat hal yang patut diperhatikan Bulog dan pemerintah dalam mengimpor beras. ”Pertama, beras sebanyak 500.000 ton itu harus dipastikan sudah tertera dalam kontrak. Kalau Bulog baru mau mencari, permintaan sebanyak itu dapat mengerek harga beras di pasar internasional,” ujarnya saat dihubungi, Jumat.
Aspek kedua yang perlu diperhatikan adalah penyaluran. Bayu memaparkan, operasi pasar menjadi kanal penyaluran beras yang dapat menjadi tumpuan Bulog saat ini. Di sisi lain, Bulog harus menguasai stok berkisar 1 juta-1,5 juta ton untuk dapat memiliki kekuatan psikologis pasar dalam mengendalikan harga beras.
Dengan demikian, lanjut Bayu, jumlah penyaluran Bulog berpotensi lebih rendah dibandingkan stok yang berada di gudang. Apabila stok tertahan di gudang dan tidak tersalurkan, daya serap Bulog untuk menstabilkan harga di tingkat petani saat panen raya dapat terganggu. ”Artinya, rencana terkait penyaluran harus disiapkan dari sekarang,” ujarnya.
Data Bulog menunjukkan, realisasi penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP) melalui operasi pasar sepanjang 2019-2021 secara berturut-turut mencapai 618.000 ton, lalu 1,02 juta ton, dan 768.000 ton. Stok akhir tahun yang berada di Bulog mencapai 1,9 juta ton (2019), 957.000 ton (2020), dan 809.000 ton (2021). Adapun jumlah penyerapan dari dalam negeri mencapai 959.000 ton (2019), 753.000 ton (2020), dan 1,02 juta ton (2021).
Hingga Kamis (17/11/2022), jumlah penyaluran beras Bulog untuk operasi pasar atau KPSH tercatat 936.000 ton. Realisasi penyerapan dari dalam negeri sebanyak 897.000 ton.
Bayu menyebutkan, aspek ketiga ialah pendanaan untuk pengadaan luar negeri. Hal ini berkaitan dengan aspek keempat, yakni ketentuan bagi Bulog untuk dapat menjual rugi beras tersebut. Dia memperkirakan harga beras yang dibeli akan lebih tinggi dibandingkan harga jual untuk operasi pasar.
Sementara itu, Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Ismail Wahab berpendapat, penyerapan dari produksi beras dalam negeri saat ini tidak mudah. Meskipun demikian, lanjutnya, hasil produksi Oktober-Desember 2022 dapat memenuhi kebutuhan stok cadangan beras. Dia optimistis, realisasi produksi pada periode itu tidak berbeda jauh dengan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menggunakan metode kerangka sampel area.
Data BPS menunjukkan, perkiraan produksi beras sepanjang Oktober-Desember 2022 mencapai 5,9 juta ton yang berasal dari 1,91 juta hektar luas areal panen. Apabila perkiraan produksi itu terealisasi, total produksi beras nasional sepanjang 2022 diprediksi mencapai 32,07 juta ton.
Dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Ismail memaparkan, perkiraan konsumsi beras sepanjang 2022 mencapai 30,19 juta ton. Dengan demikian, pada akhir 2022, terdapat stok beras yang diprediksi mencapai 8,04 juta ton.
Terkait impor beras, Ismail mengatakan, bukan ranah pihaknya untuk mengomentari langkah tersebut. Impor beras merupakan keputusan bersama yang melibatkan kementerian/lembaga lain.