Meski tanpa komunike, sejumlah kesepakatan dapat tercapai di level teknis kerja sama antaranggota G20. Kerja sama itu diarahkan untuk mendorong pemulihan ekonomi yang lebih inklusif bagi negara miskin dan berkembang.
Oleh
AGNES THEDOORA
·6 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Spanduk bertemakan Presidensi G20 Indonesia terlihat di kawasan Karet Tengsin, Jakarta, Minggu (23/10/2022). Indonesia sudah memimpin G20 sejak 1 Desember 2021 dengan menggelar sejumlah pertemuan. KTT G20 akan berlangsung di Bali pada 15-16 November 2022 di tengah ketegangan geopolitik dan ancaman resesi global tahun depan.
BOGOR, KOMPAS – Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang akan digelar di Bali pekan depan kemungkinan besar tidak berhasil menghasilkan komunike bersama pimpinan negara tentang situasi geopolitik terkini. Meski tak ada komunike, presidensi Indonesia mengejar titik temu untuk bersama-sama menjalankan program konkret di berbagai bidang.
Tanda-tanda kebuntuan sudah terlihat sejak rangkaian pertemuan kelompok kerja (working group) dan pertemuan menteri (ministerial meetings) selama satu tahun terakhir ini gagal mencapai konsensus dan komunike karena tidak ada titik temu antarnegara anggota G20 terkait ketegangan geopolitik dan imbasnya pada perekonomian global.
Dari tahun ke tahun, komunike bersama selalu menjadi hasil utama yang dibawa dalam KTT G20. Polarisasi yang semakin tajam antarnegara anggota bakal mempersulit tradisi itu tercapai tahun ini. Meski demikian, menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu, presidensi Indonesia tidak datang dengan tangan kosong.
“Memang komunike itu sudah jadi tradisi, tapi itu bukan hal utama, melainkan apa manfaat nyata yang bisa dibawa. Oleh karena itu, kita mengedepankan concrete deliverables (program nyata), menggalang mobilisasi dana dan kerja sama untuk pemulihan dunia, itu warisan kita sebagai presidensi,” kata Febrio di Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/11/2022) malam.
Menurutnya, meski tanpa konsensus besar di tataran sikap politik, banyak kesepakatan yang sebenarnya bisa tercapai di level teknis kerja sama. Dalam negosiasi, Indonesia berusaha memposisikan diri sebagai penengah yang netral untuk menghasilkan kesepakatan strategis untuk menjaga kondisi perekonomian global di tengah situasi yang menantang.
Hal itu terlihat dari berbagai inisiatif program dan kerja sama yang dicapai di bidang ekonomi dan keuangan melalui jalur keuangan (finance track).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (kanan) menyambut kedatangan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov yang menghadiri Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (8/7/2022).
Terkait isu krisis pangan, misalnya, negara anggota G20 mengumpulkan total dana komitmen sebesar 60,5 miliar dollar AS atau setara Rp 944,6 triliun (kurs Rp 15.614 per dollar AS) untuk program tanggap ketahanan pangan yang akan disalurkan melalui inisiatif kolaborasi global dan regional lewat sejumlah bank pembangunan multilateral.
Antara lain program Food Security Response lewat Bank Dunia (30 miliar dollar AS), program Addressing Food Security lewat Bank Pembangunan Asia atau ADB (14 miliar dollar AS), dan Food Security Response lewat Bank Pembangunan Islam atau IsDB (10,5 miliar dollar AS).
“Kita bersama menggalang kemampuan untuk menghindari krisis pangan dunia, khususnya di negara miskin dan berkembang,” kata Febrio.
Memang komunike itu sudah jadi tradisi, tapi itu bukan hal utama, melainkan apa manfaat nyata yang bisa dibawa.
Restrukturisasi utang
Inisiatif lainnya adalah bantuan restrukturisasi utang bagi negara miskin dengan melanjutkan Common Framework for Debt Treatment yang sudah ada sejak presidensi Itali.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Kemenkeu Dian Lestari mengatakan, penyelesaian sejumlah kendala yang membuat pelaksanaan Common Framework (CF) tidak efektif dapat disepakati. Misalnya, pembentukan komite kreditur (creditors committee) untuk tiga klien pertama skema CF, yaitu Chad, Ethiopia dan Zambia.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Para penari membawakan tari selamat datang dalam pembukaan Presidensi G20 Indonesia di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (1/12/2021). Indonesia secara resmi memegang presidensi G-20 dengan mengusung misi bertema Recover Together, Recover Stronger selama setahun penuh terhitung mulai dari 1 Desember 2021 hingga Konferensi Tingkat Tinggi G-20 pada November 2022. Dalam pidato secara virtual Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia akan terus mendorong negara-negara G20 untuk menghasilkan terobosan-terobosan besar, membangun kolaborasi dan menggalang kekuatan.
Proses restrukturisasi utang untuk ketiga negara itu selama ini berjalan lambat. Hal ini ingin diatasi lewat presidensi Indonesia. “Kita mendorong agar ada kepastian bagi para negara klien, dengan penyelesaian proses (peringanan utang) yang tepat waktu,” kata Dian.
Dalam laporan “Avoiding Too Little Too Late on International Debt Relief” pada Oktober 2022, Program Pembangunan PBB (UNDP) mencatat, ada 54 negara berkembang yang terancam mengalami krisis utang serius akibat ketidakpastian ekonomi global pascapandemi dan membutuhkan percepatan penghapusan utang dari negara maju.
Selain restrukturisasi utang, disepakati pula program Resilience and Sustainability Trust (RST) dengan dana sebesar 81,6 miliar dollar AS dari target 100 miliar dollar AS, untuk memperkuat jaring pengaman keuangan global, khususnya bagi negara miskin dan berkembang.
Selain restrukturisasi utang, disepakati pula program untuk memperkuat jaring pengaman keuangan global, khususnya bagi negara miskin dan berkembang.
Dana untuk program itu dimobilisasi dari alokasi kuota negara maju dalam program Hak Penarikan Khusus atau Special Drawing Rights (SDR) oleh IMF dengan nilai total 650 miliar dollar AS.
Dian menjelaskan, negara maju yang tidak punya masalah likuiditas tidak memakai jatah alokasi mereka. Mereka diminta untuk sukarela memasukkan alokasi itu ke program RST yang akan disalurkan untuk meringankan beban pembiayaan negara miskin dan rentan dalam menghadapi tekanan global. “Ini sudah nyaris memenuhi target 100 miliar dollar AS,” katanya.
Sama kuatnya
Dian mengatakan, meski tanpa komunike, dokumen Chair Summary yang dicapai di berbagai kelompok kerja dan pertemuan menteri menggambarkan komitmen yang sama kuatnya. "Meskipun bentuknya chair summary, tapi ini chair summary yang powerful," katanya.
Dokumen Chair Summary yang disusun dalam pertemuan Fourth G20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Washington DC, Amerika Serikat, pertengahan Oktober 2022 lalu terbagi menjadi dua bagian.
Bagian Pertama (Part I) berisi sikap sejumlah negara terhadap situasi ketegangan geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina dan efek rambatannya ke perekonomian global.
Di sana tertulis, banyak negara anggota G20 yang mengecam kuat invasi Rusia ke Ukraina. Langkah agresif Rusia dinilai mencederai pemulihan ekonomi global. Sementara itu, satu negara mengecam perang sanksi antara negara Barat dengan Rusia, dan satu negara mengecam invasi Rusia sekaligus perang sanksi yang dampaknya kini merugikan perekonomian dunia.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Umat Hindu melaksanakan ritual Tumpek Landep di Candi Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (5/11/2022). Ritual ini digelar untuk mengajak para umat mempertajam pikiran agar berbagai persoalan dapat diatasi dengan tepat, baik, dan benar. Selain mendoakan seluruh isi semesta, kegiatan ini juga diisi antara lain dengan doa bersama untuk memohon kelancaran penyelenggaraan KTT G20 di Bali pada pertengahan bulan ini.
Adapun Bagian Kedua (Part II) adalah kesepakatan negara anggota untuk menjalankan aksi dan program konkret di berbagai isu lewat jalur keuangan dan kerja sama ekonomi, seperti ketahanan pangan, transisi energi, krisis utang, dan lain-lain.
Dian mengatakan, Bagian Kedua Chair Summary itu tetap merupakan kesepakatan penting. "Ini juga hasil negosiasi yang berhasil kita sepakati. Jadi, bukannya G20 tidak berhasil mencapai konsensus. Ini sama dengan komunike, hanya saja karena ada dua bagian dan bagian pertama soal perang tidak disepakati, kita menyebutnya Chair Summary," ujar dia.
Warisan yang ditinggalkan Indonesia adalah aksi-aksi konkret untuk membantu dunia pulih dari krisis pascapandemi dan menjembatani kepentingan negara rentan yang selama ini terpinggirkan.
Bukan gagal
Menurut Ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini, Indonesia menjadi presidensi G20 dalam kondisi yang tidak mudah, yaitu di saat negara-negara sedang bertransisi selepas pandemi menuju pemulihan ekonomi.
Ia mengatakan, setiap negara akan mencari pilihan kebijakan paling tepat bagi mereka untuk pulih dari pandemi. Persoalan makin pelik karena ditambah ketegangan geopolitik pascainvasi Rusia ke Ukraina, yang membuat pemulihan ekonomi global menjadi semakin lambat, bahkan dibayangi krisis baru.
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN - MUCHLIS JR
Presiden Joko Widodo memimpin rapat bersama jajaran kabinet untuk mematangkan berbagai persiapan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (3/10/2022).
Di tengah situasi itu, menurut Hendri, Indonesia tidak perlu memasang target terlalu tinggi dan tidak perlu merasa gagal jika tidak bisa mencapai komunike bersama. Warisan yang ditinggalkan Indonesia adalah aksi-aksi konkret untuk membantu dunia pulih dari krisis pascapandemi dan menjembatani kepentingan negara rentan yang selama ini terpinggirkan.
Tantangan berikutnya adalah memastikan program-program warisan itu ditindaklanjuti oleh setiap negara anggota serta diteruskan oleh presidensi India berikutnya.
“Tidak perlu merasa gagal. Keberhasilan itu lebih kepada bagaimana Indonesia dalam satu tahun ini menawarkan berbagai solusi exit strategies untuk pulih bersama. Itu sudah cukup, karena itu pun bukan pekerjaan mudah,” kata Hendri.