Ekspor merupakan salah satu pundi-pundi devisa negara dan tulang punggung industri. Untuk itu, ”sabuk-sabuk” pengaman ekspor perlu digulirkan di tengah multikrisis agar ekspor tak melorot drastis.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO bakal merevisi proyeksi pertumbuhan perdagangan global 2022. Pertumbuhannya direvisi menjadi 3 persen dari proyeksi pada April 2022 yang sebesar 4,7 persen. Kemudian pada 2023, perdagangan global diperkirakan masih tumbuh lambat di 3,4 persen.
Dalam wawancara dengan Reuters, 27 September 2022, Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala menyatakan, perang Rusia-Ukraina, krisis iklim, guncangan harga pangan dan energi, ditambah dampak pandemi Covid-19 menciptakan kondisi untuk resesi dunia. Hal itu akan memengaruhi pertumbuhan perdagangan global.
Tingginya harga pangan dan energi, serta imbasnya terhadap biaya produksi dan harga produk industri manufaktur telah menggerus daya beli masyarakat global. Institut Penelitian Kebijakan Pangan Internasional (IFPRI) bahkan menyebutkan, pada tahun ini, daya beli masyarakat di hampir seluruh negara di dunia telah masuk ke zona merah dalam tempo 8 bulan.
Pada Januari 2022, inflasi pangan di tingkat konsumen di banyak negara telah meningkat 5-10 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada Juli-Agustus 2022, inflasi pangan di banyak negara semakin tinggi atau masuk zona merah karena berada di kisaran 5-30 persen, bahkan di atas 30 persen di beberapa negara.
”Kami menghadapi guncangan keamanan, kami mengalami guncangan iklim. Kami mengalami guncangan energi. Kami mengalami guncangan harga pangan. Semua itu menghantam negara pada saat yang bersamaan sehingga tidak dapat menjalankan bisnis seperti biasa," kata Okonjo-Iweala.
Pada Juli-Agustus 2022, inflasi pangan di bamyak negara semakin tinggi atau masuk zona merah karena berada di kisaran 5-30 persen, bahkan di atas 30 persen di beberapa negara.
Untuk menekan dampak rembetan multikrisis semakin membesar, restriksi ekspor pangan dan pupuk yang dilakukan sejumlah negara perlu diakhiri. Selain itu, agar neraca perdagangan tidak tergerus semakin dalam, setiap negara perlu menjaga ekspor agar tidak turun semakin dalam.
Ekspor merupakan salah satu pundi-pundi devisa negara. Ekspor juga menjadi tulang punggung industri dan masyarakat yang bertumpu pada industri tersebut. Untuk itu, "sabuk" pengaman ekspor perlu digulirkan di tengah multikrisis agar ekspor tak melorot drastis.
Ekspansi swasta-BUMN
Indonesia sebenarnya masih mencatatkan reli surplus neraca perdagangan meskipun harga komoditas global turun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Agustus 2022, neraca perdagangan Indonesia surplus 5,76 miliar dollar AS, membukukan surplus selama 28 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Neraca perdagangan pada Januari-Agustus 2022 juga surplus 34,92 miliar dollar AS, mendekati surplus neraca pada 2021 yang sebesar 35,33 miliar dollar AS. Namun, surplus itu diperkirakan bakal terus menyusut seiring peningkatan impor dan penurunan volume ekspor akibat melemahnya permintaan global.
Pemerintah Indonesia bersama perusahaan swasta dan badan usaha milik negara (BUMN) berupaya membangun ”sabuk-sabuk” pengaman ekspor, di antaranya melalui UMKM Halal Hub, pembukaan hipermarket di luar negeri, dan ekspansi komponen biodiesel.
Pada Sabtu (1/10/2022), pemerintah meresmikan UMKM Halal Hub di Pasar Rebo Warehouse, Jakarta Timur. Kegiatan itu dibarengi dengan peluncuran ekspor pangan olahan ke Arab Saudi untuk memenuhi kebutuhan jemaah haji dan umrah.
UMKM Halal Hub dibentuk untuk mengembangkan pasar UMKM dan produk halal Indonesia di kancah global. Hub tersebut ditopang oleh perusahaan e-dagang Goorita yang dalam kesempatan itu meluncurkan ekspor tepung tapioka dari singkong dan mi gluten free (yang tidak mengadung gluten) senilai 750 juta dollar AS ke Arab Saudi.
Dalam kesempatan itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan, pemerintah akan menghadirkan hipermarket di sejumlah kota di Arab Saudi, seperti Jeddah, Mekkah, dan Madinah. Melalui hipermarket itu, produk-produk UMKM Indonesia akan semakin mudah masuk ke pasar Arab Saudi.
”Kami juga telah menyiapkan tim kecil untuk menginisiasi perundingan perjanjian dagang antara Indonesia dan Arab Saudi. Perjanjian dagang itu dapat memberikan kepastian sekaligus merupakan ’jalan tol’ bagi para pelaku usaha, termasuk UMKM, untuk menembus pasar ekspor,” ujarnya.
Pemerintah akan menghadirkan hipermarket di sejumlah kota di Arab Saudi, seperti Jeddah, Mekkah, dan Madinah. Melalui hipermarket itu, produk-produk UMKM Indonesia akan semakin mudah masuk ke pasar Arab Saudi.
Sementara itu, Pertamina Group melalui lini bisnis Kilang Pertamina Internasional, Pertamina International Marketing dan Distribution, dan Pertamina International Shipping berekspansi ke Eropa. Perusahaan milik negara tersebut mulai memasuki pasar komponen biodiesel (green diesel component/GDC) di kawasan tersebut.
Pertamina Group telah menandatangani nota kesepahaman (MOU) kerja sama bisnis GDC dengan Eropa Trafigura di London, Inggris, Jumat (30/9/2022). Salah satu komponen GDC itu adalah minyak jelantah atau used cooking oil (UCO).
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, umumnya, bahan baku biodiesel adalah minyak nabati. Namun, biodiesel juga bisa dibuat dengan UCO dan sisa residu lemak hewan. Permintaan GDC di Eropa terbagi dalam dua kategori, yakni minyak kelapa sawit mentah (CPO) sebanyak 150.000 ton per tahun dan UCO 300.000-500.000 ton per tahun.
Oleh karena itu, Trafigura telah menyampaikan ketertarikannya membeli GDC ke Pertamina Group. ”Trafigura bahkan telah lebih dulu membeli GDC ke Pertamina Group. Agar bisnis itu berkelanjutan, maka MOU tersebut dibuat,” kata Erick melalui siaran pers di Jakarta.
Erick menambahkan, permintaan energi terbarukan di Eropa memang bakal meningkat seiring penerapan Kebijakan Energi Terbarukan (RED) II di negara-negara anggota Uni Eropa. Biodiesel dari minyak sawit murni bakal tertekan lantaran kebijakan itu. Namun untuk biodiesel berbahan baku UCO lebih diminati karena ada mekanisme penghitungan ganda di Eropa.
Untuk itu, Erick berharap penetrasi pasar GDC tidak hanya berhenti di Eropa. Pertamina Group perlu terus membuka peluang untuk meningkatkan penetrasi ke negara-negara lain agar dapat menjadi pemain GDC di kancah internasional.