Penurunan Harga Komoditas Ekspor Terkompensasi Peningkatan Volume
Indonesia masih mencatatkan reli surplus neraca perdagangan meskipun harga komoditas global turun. Di sisi lain, surplus itu diperkirakan bakal terus menyusut seiring peningkatan impor dan penurunan volume ekspor.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Neraca perdagangan barang Indonesia masih surplus sebesar 5,76 miliar dollar AS di tengah penurunan harga komoditas global. Penurunan harga tersebut terkompensasi oleh kenaikan volume ekspor sejumlah komoditas ekspor utama Indonesia.
Kendati begitu, ke depan, Indonesia perlu mewaspadai berakhirnya reli surplus neraca perdagangan. Impor diperkirakan akan naik lantaran peningkatan konsumsi domestik, sedangkan volume ekspor bakal turun seiring perlambatan ekonomi global.
Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (15/9/2022) merilis, nilai ekspor minyak dan gas (migas) dan nonmigas pada Agustus 2022 sebesar 27,91 miliar dollar AS, tumbuh 9,17 persen secara bulanan. Nilai impor juga meningkat 3,77 persen dari bulan lalu menjadi 22,15 miliar dollar AS.
Hal itu membuat neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2022 surplus 5,76 miliar dollar AS, membukukan surplus selama 28 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Neraca perdagangan pada Januari-Agustus 2022 juga surplus 34,92 miliar dollar AS, mendekati surplus neraca pada 2021 yang sebesar 35,33 miliar dollar AS.
Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, surplus neraca perdagangan itu terjadi di tengah penurunan harga hampir semua komoditas global. Penurunan harga sejumlah komoditas itu terkompensasi oleh kenaikan volume ekspor sehingga tetap membuat surplus neraca perdagangan tetap tinggi.
Surplus neraca perdagangan itu terjadi di tengah penurunan harga hampir semua komoditas global. Penurunan harga sejumlah komoditas itu terkompensasi oleh kenaikan volume ekspor sehingga tetap membuat surplus neraca perdagangan tetap tinggi.
Hal itu terindikasi dari tiga komoditas ekspor unggulan Indonesia, yakni minyak kelapa sawit mentah (CPO), besi baja, dan batubara. CPO, misalnya, harganya turun 2,9 persen secara bulanan dan 10,15 persen secara tahunan menjadi 1.026 ton per dollar AS per Agustus 2022.
Sebaliknya, lanjut Setianto, volume ekspor CPO pada bulan tersebut melonjak menjadi 3,6 juta ton. Pada Januari-Juli 2022, di luar masa larangan ekspor CPO dan produk turunannya, volume ekspornya hanya berkisar 1,5 juta ton-2 juta ton.
”Penurunan harga yang diikuti dengan kenaikan volume juga terjadi pada besi baja. Sementara batubara, harga dan volume eskpornya sama-sama turun,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar secara hibrida di Jakarta.
BPS mencatat, per Agustus 2022, nilai dan volume ekspor besi baja masing-masing 2,3 miliar dollar AS dan 1,35 juta ton. Adapun nilai dan volume ekspor batubara masing-masing 4,4 miliar dollar AS dan 32,8 juta ton.
Analis Makroekonomi PT Bank Danamon Indonesia Tbk Irman Faiz menuturkan, surplus neraca perdagangan pada Agustus 2022 ditopang oleh peningkatan volume ekspor meskipun harga sejumlah komoditas turun. Surplus tersebut juga ditopang oleh pemulihan impor yang masih lamban.
Meskipun membaik, impor barang konsumsi tetap melemah atau terkontraksi sebesar 2 persen secara tahunan. Sementara itu, impor bahan baku dan barang modal tumbuh dua digit, masing-masing 35,4 persen dan 46,7 persen secara tahunan.
Menurut Irman, hal itu sejalan dengan aktivitas manufaktur yang lebih kuat dan penjualan kendaraan yang kuat. Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia pada Agustus 2022 menguat menjadi 51,7, naik dari 51,3 pada Juli 2022. Hal itu menunjukkan konsumsi rumah tangga untuk barang tahan lama masih tertahan, tetapi masih dalam jalur yang membaik.
”Di sisi lain, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sudah tumbuh di atas 50 persen dalam dua bulan terakhir, sedangkan penjualan ritel terus tumbuh di atas 5 persen. Hal ini mengindikasikan konsumsi rumah tangga akan segera mendorong impor konsumsi,” ujarnya.
Dari sisi ekspor, lanjut Irman, penurunan harga komoditas akan terus memperlambat kinerja ekspor meskipun peningkatan volume telah meredam dampak harga. Dengan perlambatan ekonomi global, diperkirakan volume ekspor akan menurun juga pada masa mendatang.
Penurunan harga komoditas akan terus memperlambat kinerja ekspor meskipun peningkatan volume telah meredam dampak harga. Dengan perlambatan ekonomi global, diperkirakan volume ekspor akan menurun juga pada masa mendatang.
Dalam kesempatan itu, BPS juga menyebutkan larangan ekspor bijih nikel yang dilakukan sejak awal 2020 membawa keuntungan bagi Indonesia. Dalam periode 2020-Agustus 2022, ekspor bijih nikel Indonesia drop, sedangkan produk turunannya meningkat signifikan.
Setianto mengatakan, dalam periode tersebut, Indonesia sudah tidak memiliki pemasukan ekspor bijih nikel. Padahal, pada 2019, nilai ekspor bijih nikel Indonesia senilai 1,097 miliar dollar AS.
Namun, nilai ekspor nikel dan produk turunannya pada 2020-Agustus 2022 justru meningkat sangat signifikan. Pada 2020, nilainya baru 808,4 juta dollar AS. Kemudian pada 2021 dan Januari-Agustus 2022, nilanya meningkat masing-masing 1,28 miliar dollar AS dan 3,59 miliar dollar AS.
Hal tersebut juga terjadi pada produk turunan nikel lainnya, yakni feronikel. Pada 2020, nilai ekspornya sebesar 4,74 miliar dollar AS. Kemudian pada 2021 dan Januari-Agustus 2022, nilainya meningkat masing-masing menjadi 7,09 miliar dollar AS dan 8,76 miliar dollar AS.
Hingga saat ini, Indonesia masih menghadapi gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas larangan ekspor bijih nikel. Indonesia melarang ekspor bijih nikel untuk membangun hilirisasi nikel, termasuk untuk menopang program Pengembangan Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi.
Program yang saat ini menjadi proyek strategis nasional itu terdiri dari dua proyek, yaitu proyek Titan yang ditangani konsorsium LG Energy Solution (LGES) dengan investasi senilai 8 miliar dollar AS dan proyek Dragon yang dipegang konsorsium T Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd, (CBL) dengan investasi senilai Rp 6 miliar dollar AS.
Proyek Titan merupakan proyek pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik serta pengolahan nikel dan bahan baku baterai kendaraan listrik. Pada triwulan II-2024, proyek Titan bakal menghasilkan baterai kendaraan listrik berkapasitas total 10 giga watt hour (GWh).