Skema Cadangan Disiapkan untuk Memperluas Cakupan Penerima BSU
Pemerintah berkoordinasi dengan BP Jamsostek untuk menyiapkan data penerima Bantuan Subsidi Upah. Namun, target penerima yang bertambah menjadi 16 juta orang akan sulit tercapai jika hanya mengandalkan data BP Jamsostek.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Bantuan Subsidi Upah atau BSU akan segera disalurkan untuk menjaga daya beli pekerja di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok. Meski demikian, jumlah target penerima yang bertambah menjadi 16 juta orang sulit tercapai jika hanya berpatok pada data Badan Penyelenggara Jamsostek. Skema cadangan pun akan disiapkan untuk memperluas cakupan penerima.
Berdasarkan skema awal, penerima BSU adalah pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan. Selama ini, bantuan itu hanya diberikan kepada pekerja formal atau peserta penerima upah (PU) yang sudah terdaftar di BP Jamsostek.
Pada tahun 2021, target jumlah penerima BSU adalah 8,7 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan yang terdaftar di BP Jamsostek. Sebelumnya, pada tahun 2020, target penerima tercatat lebih banyak, yakni Rp 15,7 juta orang pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta yang terdaftar di BP Jamsostek. Tahun ini, target itu bertambah menjadi 16 juta orang.
Target penerima yang tahun ini bertambah menjadi 16 juta orang itu akan sulit tercapai jika hanya menggunakan satu sumber data saja.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi, Jumat (2/9/2022), memperkirakan, target penerima yang tahun ini bertambah menjadi 16 juta orang itu akan sulit tercapai jika hanya menggunakan satu sumber data saja. Sampai saat ini, Kemenaker masih berkoordinasi dengan BP Jamsostek untuk menyisir dan menyiapkan data penerima BSU.
Pemerintah pun menyiapkan skema cadangan untuk memperluas cakupan penerima dan memastikan target penerima sebanyak 16 juta orang itu bisa tercapai. ”Sepertinya tidak akan mencapai 16 juta orang, tetapi kami masih terus menunggu data dari BP Jamsostek. Kami ada menyiapkan (skema cadangan), tetapi untuk saat ini belum bisa disampaikan,” katanya.
Menurut dia, pemerintah harus berhati-hati dalam menentukan data penerima bantuan agar tidak memunculkan potensi penyalahgunaan (moral hazard). ”Data yang ada harus kita pertanggungjawabkan. Kalau kita tidak cukup kuat dan confident dengan data yang ada, bisa repot ketika diaudit,” ujar Anwar.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadhly Harahap mengatakan, persiapan penyaluran BSU akan segera dirampungkan. Data BP Jamsostek yang akan dipakai adalah data peserta yang masih aktif sampai Juli 2022. Data itu disisir ulang untuk mengecek jika peserta bersangkutan sudah menerima program bantuan sosial lain dari pemerintah.
”September ini semua persiapan sudah selesai, termasuk eksekusi. Data dari BP Jamsostek tentunya akan kami update lagi. Yang penting, data yang dipakai harus terukur dan akuntabel,” katanya.
Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar-Lembaga BP Jamsostek Oni Marbun mengatakan, BP Jamsostek sedang menyiapkan data sesuai dengan kriteria teknis yang sedang digodok oleh pemerintah melalui revisi regulasi pendukung.
Untuk sementara ini, perusahaan diimbau untuk melengkapi dan memperbarui data pekerjanya di BP Jamsostek, mulai dari data kepesertaan, besaran upah, hingga informasi nomor rekening terbaru pekerja.
”Kami juga mengimbau perusahaan untuk memastikan semua pekerjanya telah terdaftar Jamsostek. Perusahaan juga harus melaporkan gaji dengan benar dan melengkapi data pekerjanya untuk melancarkan proses penyaluran BSU,” kata Oni.
Basis data penerima
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad menilai, sudah saatnya pemerintah membuat basis data yang resmi dan inklusif untuk penyaluran BSU. Sebab, program bantalan sosial yang awalnya hanya bersifat ad hoc (sementara) ini selalu dihidupkan kembali ketika muncul krisis.
Sistem data yang jelas dibutuhkan agar masalah cakupan penerima bantuan subsidi upah tidak selalu menjadi isu ketika program BSU kembali dijalankan. ”Kalau mau program ini benar-benar berjalan dan tepat sasaran, pemerintah harus lebih effort. Data BP Jamsostek itu sudah jelas banyak kekurangannya,” ujarnya.
Penyaluran bantuan yang selama ini hanya mengandalkan data peserta di BP Jamsostek dikhawatirkan tidak tepat sasaran. Sebab, perusahaan kerap menurunkan besaran upah pekerjanya yang didaftarkan ke BP Jamsostek. Artinya, pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan yang tercatat di BP Jamsostek bisa saja menerima upah bulanan lebih tinggi dari itu.
”Undervalue pelaporan upah pekerja ini sering sekali terjadi sehingga tidak menutup kemungkinan penyaluran BSU ini tidak tepat sasaran,” kata Tauhid.
Selain itu, masih banyak pula perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya di program Jamsostek. Oleh karena itu, banyak pekerja dengan gaji kecil yang membutuhkan bantuan justru tidak mendapat kesempatan untuk menerima bantuan subsidi karena tidak terdata di BP Jamsostek, termasuk pekerja dari usaha kecil dan menengah yang jarang didaftarkan di program Jamsostek oleh pemberi kerjanya.
”Yang terdata itu rata-rata yang bekerja di perusahaan besar dan menengah yang datanya lebih solid. Namun, bagaimana dengan pekerja di sektor UMKM dan sektor informal, sementara upah mereka rata-rata ada di bawah standar?” ujarnya.
Data penerima BSU pada tahun ini pun diharapkan bisa mengacu pada realita di lapangan. Menurut Tauhid, Kemenaker bisa berkoordinasi dengan dinas ketenagakerjaan serta dinas koperasi dan UMKM di daerah-daerah untuk memperluas cakupan penerima dan memastikan target penerima 16 juta orang itu tercapai. ”Tentunya disertai verifikasi lagi dari pusat,” katanya.