Infrastruktur Tidak Merata, Potensi Bisa Terganjal
Ekonomi digital Indonesia mempunyai peluang untuk tumbuh besar dan menjadi penopang pertumbuhan. Sayangnya, ada masalah dalam kesenjangan pembangunan infrastruktur.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berdasarkan data dalam laporan Bank Indonesia, nilai transaksi e-dagang Indonesia tahun ini diperkirakan mencapai Rp 526 triliun atau tumbuh 31,2 persen dibandingkan 2021. Namun, potensi ekonomi digital itu terganjal karena infrastruktur telekomunikasi belum merata, rendahnya literasi digital, dan ada masalah terkait adopsi teknologi informasi.
Hal tersebut mengemuka dalam ”Focus Group Discussion Indonesia Digital Economy Index 2022” yang merupakan kolaborasi antara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Lazada, Jumat (17/6/2022), di Jakarta. Sebagai narasumber diskusi adalah Direktur Ekonomi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika I Nyoman Adhiarna, Asisten Deputi Ekonomi Digital Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Edwin, dan Country Head of Public Policy Lazada Indonesia Waizly Darwin.
Mengutip riset Google, Temasek, dan Bain & Company bertajuk e-Economy SEA 2021, I Nyoman Adhiarna mengatakan, selama pandemi Covid-19, Indonesia mendapatkan tambahan 21 juta konsumen baru secara digital. Sebanyak 72 persen konsumen baru tersebut berdomisili di luar Jakarta.
Sementara berdasarkan survei Indonesia Service Dialogue pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Januari 2022, sebanyak 98,53 persen pelaku UMKM menggunakan ponsel pintar untuk menjalankan usaha. Meningkatkan pendapatan dan memudahkan pemonitoran usaha menjadi dua faktor teratas yang melatarbelakangi UMKM terjun ke perdagangan secara elektronik.
”Ada sejumlah tantangan yang mungkin bisa membuat proyeksi atas potensi digital itu tidak tercapai. Tantangan itu, antara lain, belum meratanya infrastruktur telekomunikasi, literasi dan kompetensi digital yang rendah, adopsi teknologi informasi kepada semua pelaku digital,” tutur I Nyoman.
Amati misalnya infrastruktur telekomunikasi. Berdasarkan temuan riset dari Survei Internet Indonesia 2019-2020, yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, terlihat bahwa sebanyak 56,4 persen pengguna internet Indonesia berada di Jawa. Kemudian, laporan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi 2020 menyebutkan, indeks pembangunan infrastruktur telekomunikasi masih berkisar 5,59.
Sejalan dengan itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan, selaku penanggap diskusi, menuturkan, transaksi selama program Hari Belanja Online Nasional pada 2021 mencapai Rp 8,5 triliun. Angka itu melesat dibandingkan dengan pada 2020 yang sebesar Rp 2,9 triliun. ”Hanya saja, di balik angka transaksi yang menggembirakan itu, kebanyakan transaksi bersumber dari pengguna layanan e-dagang di Jawa. Porsi transaksi dari luar Jawa, seperti Indonesia bagian timur, masih kecil,” kata Budi.
Produk lokal
Waizly Darwin mengatakan, selama pandemi, Lazada Indonesia menutup fitur pembelian barang dari luar negeri. Lazada menemukan barang mode dan tekstil, kerajinan, serta makanan yang diproduksi di dalam negeri memiliki daya saing tinggi. Selain itu, ditemukan ada beberapa kota di Indonesia dengan transaksi jual-beli barangnya yang tumbuh progresif selama pandemi.
”Dari situ kami berpikir pentingnya mendalami kesiapan infrastruktur telekomunikasi dan tingkat literasi digital. Jika ingin e-dagang mengakomodasi barang lokal menjadi barang substitusi impor, pemetaan seperti itu perlu dilakukan sebelum memutuskan upaya yang dilakukan pemerintah dan swasta,” ucap Waizly.
Dari sisi kebijakan, Rizal Edwin mengungkapkan, pemerintah telah menyusun kerangka kebijakan pengembangan ekonomi digital Indonesia 2022-2030 dengan visi mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, terkoneksi, dan berkelanjutan. Untuk menjalankan visi itu, menurut rencana akan dibentuk Project Management Office (PMO).
”Keberadaan PMO sekaligus bertujuan untuk mengakselerasi kolaborasi pemerintah dan swasta. Masalah-masalah koordinasi hingga debottlenecking (keterlambatan pelaksanaan izin) juga akan ditangani PMO. Akan lebih banyak dari swasta terlibat, seperti pelaku industri, asosiasi, dan akademisi,” papar Rizal.