Semarak Bisnis ”Belakang Layar” Operasional E-Dagang
Bisnis yang membuat operasional pelayanan e-dagang kencang melaju kini makin semarak. Perusahaan rintisan menawarkan solusi otomasi mulai dari manajemen toko hingga ke rantai pasok.
Pada pekan terakhir Januari 2022, perusahaan solusi perdagangan secara elektronik atau e-dagang yang membantu jenama berjualan daring, Sirclo, mengumumkan telah mengakuisisi Warung Pintar, perusahaan rintisan bidang teknologi yang membantu transformasi bisnis warung.
Melalui aksi korporasi ini, Sirclo dan Warung Pintar dapat memperkuat posisi perusahaan untuk menyediakan solusi teknologi bagi penjualan daring dan luring. Keduanya juga berharap bisa menggarap konsumen di segmen bisnis ke bisnis dan ke konsumen ritel (business-to-business-to-consumer/B2B2C).
Sirclo yang berdiri pada 2013 menawarkan Sirclo Store, dasbor tokodaring bagi UMKM yang ingin berjualan di multiplatform digital dan IbuSibuk, solusi pemberdayaan komunitas perempuan. Selain itu, Sirclo menawarkan solusi pengembangan teknologi jualan daring dan luring melalui ICUBE by Sirclo serta platform B2B2C yang menyediakan produk Ibu dan Anak untuk toko ritel melalui Sooplai dan Orami.
Sirclo telah melayani lebih dari 150.000 jenama untuk mengembangkan bisnis secara daring. Misalnya, Namaste Organic, This Is April, Unilever, Reckitt, KAO, L’Oréal, dan Levi’s.
Adapun Warung Pintar yang berdiri sejak November 2017 telah bekerja sama dengan 500 jenama dan melayani 500.000 usaha ritel, terutama warung kelontong pada lebih dari 200 kota. Warung Pintar juga berjejaring dengan sejumlah distributor dari jenama.
Ekosistem ritel tidak luput dari peran warung dan toko kelontong/pedagang sebagai salah satu opsi pemenuhan kebutuhan harian masyarakat Indonesia.
CEO Sirclo Group Brian Marshal, Minggu (13/2/2022), di Jakarta, mengatakan, setelah lebih dari delapan tahun bergerak di model bisnis B2B bagi jenama, Sirclo menyadari bahwa ekosistem ritel tidak luput dari peran warung dan toko kelontong/pedagang sebagai salah satu opsi pemenuhan kebutuhan harian masyarakat Indonesia.
Bagi mitra Sirclo ataupun Warung Pintar, akuisisi itu dapat menjamin ketersediaan produk, efisiensi alur distribusi, serta kemudahan akses bagi pemilik merek untuk menjangkau para mitra hingga konsumen akhir. Selain itu juga lebih memaksimalkan upaya mentransformasikan warung.
”Bagi mitra kami yang berstatus pemilik merek, mereka dapat meningkatkan visibilitasnya ke warung (sebagai kanal distribusi terbesar di Indonesia) sehingga principal (korporasi distributor ritel barang) mampu menjangkau lebih banyak konsumen akhir,” ujarnya.
Brian menambahkan, pasca-aksi korporasi itu, Sirclo Grup akan memperluas jangkauan gudang (fulfilment center) principal. Dengan begitu, konsumen akhir bisa memperoleh keuntungan lebih dari segi logistik ataupun harga. Sejauh ini sudah ada lebih dari 80 titik distribusi di seluruh Indonesia dan 25 juta konsumen akhir.
Baca juga: Warung Kelontong Didorong Masuk Ekosistem Digital
Potensi besar
Dalam rapat terbatas mengenai hilirisasi ekonomi digital, seperti dikutip dari laman setkab.go.id, pertengahan tahun lalu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia akan tumbuh delapan kali lipat dari Rp 632 triliun menjadi Rp 4.531 triliun pada 2030. Sektor e-dagang diperkirakan akan berperan besar, yaitu 34 persen, diikuti layanan digital bisnis ke bisnis (B2B) 13 persen dan teknologi kesehatan sekitar 8 persen.
Perusahaan rintisan bidang teknologi yang bermain di segmen B2B dan menawarkan solusi pendukung e-dagang untuk Indonesia telah banyak bermunculan. Anchanto, misalnya, memiliki misi membantu menyederhanakan operasional di balik (backend) sistem e-dagang. CEO Anchanto Vaibhav Dabhad menjelaskan, sejalan dengan misi itu, Anchanto menawarkan dua perangkat lunak, yakni Anchanto OMS dan Anchanto WMS.
Anchanto OMS berfungsi melakukan otomasi backend transaksi e-dagang di seluruh jenis platform toko e-dagang, mulai dari otomasi pengelolaan pemesanan, inventaris, promosi dan katalog, hingga pelaporan data. Sementara Anchanto WMS merupakan perangkat lunak untuk mengelola gudang, baik untuk bisnis e-dagang ritel maupun segmen B2B. Anchanto WMS telah terintegrasi Anchanto OMS.
Vaibhav mengatakan, pemilik jenama, pengecer, distributor barang, hingga perusahaan logistik memiliki serangkaian tahapan operasional ketika harus melayani jual-beli barang secara daring. Solusi Anchanto bertujuan untuk memastikan semua proses operasional dapat terjadi pada satu platform, menghemat waktu, uang, sumber daya, serta memungkinkan manajemen yang disederhanakan. Ini juga memungkinkan mereka memiliki kontrol dan visibilitas penuh atas bisnis mereka serta membantu membuat keputusan yang tepat.
”Ekspektasi konsumen terhadap layanan digital yang cepat dan mulus semakin meningkat. Ini mendorong pemilik merek hingga perusahaan logistik berusaha menawarkan pengalaman terbaik kepada pembeli di setiap titik tahapan jual-beli-penerimaan pesanan,” ujarnya.
Konsumen memperdalam penggunaan layanan digital. Rata-rata warganet yang sudah menjadi konsumen layanan digital sebelum pandemi Covid-19 akan melakukan pembelian empat kali lebih banyak.
Vaibhav juga menyampaikan, Anchanto percaya bahwa ritel luring tidak akan ditinggalkan konsumen. Tren yang akan berkembang yaitu pelayanan jual-beli barang secara daring multiplatform dan luring sekaligus atau omnichannel. Misalnya, belanja barang secara daring, tetapi ambil barang di toko. Dengan solusi Anchanto, pemilik merek ataupun perusahaan logistik dapat menghubungkan semua toko dan gudang mereka sehingga operasionalisasi perdagangan lebih cepat.
Selain di Indonesia, Anchanto juga beroperasi di negara Asia Tenggara lainnya. Di Malaysia, misalnya, Anchanto jadi mitra SPF Home Deco (Kitchen Z). Dengan solusi otomasi dari Anchanto, pendapatan Kitchen Z bertumbuh dua kali lipat dan mampu menekan kesalahan pemrosesan ketika terjadi lonjakan permintaan.
Sementara itu, GudangAda fokus pada solusi grosir daring yang menghubungkan pelaku UMKM kepada distributor. Chief Commercial Officer GudangAda Budianto Hariadi menjelaskan, sejak berdiri tahun 2019, misi GudangAda adalah membawa seluruh pemain rantai pasok barang di satu platform digital.
Selama ini pedagang grosir dan pengecer konvensional bertransaksi secara manual dan tidak memanfaatkan teknologi. Lewat platform GudangAda, pengecer dan pedagang berskala UMKM, terutama warung, memiliki akses ke lebih banyak pilihan produk sehingga bisa terhubung dengan pemasok termurah dan terdekat.
Dengan cara ini, pedagang bisa mendapatkan margin yang lebih sehat saat melakukan stok barang. GudangAda berencana terus memperluas kategori produknya ke segmen obat-obatan atau farmasi, kemasan, peralatan rumah tangga, dan alat tulis.
“Kami berencana membangun solusi terintegrasi yang memberdayakan seluruh pelaku B2B. Kami ingin punya solusi teknologi yang mempermudah transaksi (pengadaan, pencarian, dan pembelian), layanan logistik (pengiriman dan pergudangan), sistem manajemen toko (sistem transaksi keuangan, inventori, dan akuntansi), pembayaran dan kredit, serta pemasaran,” ujar Budianto.
Dia mengklaim warung kelontong yang bergabung dengan GudangAda mengalami peningkatan volume bisnis rata-rata 30–50 persen. Menurut dia, hal itu lumra karena ketika gabung dengan GudangAda, warung tidak harus membeli stok barang sehingga mengurangi biaya operasional. Warung juga menjadi punya akses lebih banyak ke jenis produk dengan harga yang mungkin lebih murah.
Sesuai laporan riset Google, Temasek Holdings Pte, dan Bain & Company ”e-Economy SEA 2021”, sekitar 60 juta orang di kawasan Asia Tenggara mulai menggunakan layanan digital untuk pertama kalinya saat pandemi Covid-19. Sepertiga di antaranya baru mulai menggunakan layanan digital pada 2021.
Laporan riset itu menemukan juga, konsumen memperdalam penggunaan layanan digital. Rata-rata warganet yang sudah menjadi konsumen layanan digital sebelum pandemi Covid-19 akan melakukan pembelian empat kali lebih banyak. Frekuensi belanja di seluruh jenis layanan digital naik, terutama untuk layanan pembelian bahan makanan dan pesan antar makanan. Enam dari sepuluh konsumen dari dua jenis layanan digital mengaku telah meningkatkan nilai pengeluaran dan frekuensi belanja sejak awal pandemi Covid-19.
Ekosistem ekonomi digital di Indonesia saat ini ada di fase di mana mayoritas warga telah teredukasi layanan digital. Mereka semakin terbiasa berbelanja ritel melalui platform e-dagang.
Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca dalam wawancara virtual, Rabu (9/2/2022), di Jakarta, berpendapat, ekosistem ekonomi digital di Indonesia saat ini ada di fase saat mayoritas warga telah teredukasi layanan digital. Mereka semakin terbiasa berbelanja ritel melalui platform e-dagang. Misalnya, belanja kosmetik di platform Sociolla, kebutuhan ibu dan anak di platform Orami, dan belanja segala jenis kebutuhan sehari-hari di Tokopedia.
”Fase yang kini terjadi yaitu (digitalisasi) B2B dan rantai pasok. Boleh disebut kemunculan startup ecommerce enabler. Akan tetapi, saya lebih suka menyebutnya beyond that karena masalah yang sedang diselesaikan itu mulai dari digitalisasi manajemen merek hingga rantai pasok, seperti manajemen logistik barang,” ujar Wilson.
Baca juga: Pemasaran Digital Membuat UMKM Bertahan di Masa Pandemi
Willson lantas memberikan ilustrasi pengalaman Amazon. Amazon mulanya hanya berjualan buku, lalu mengembangkan bisnis lokapasar, punya gudang sendiri, dan sistem komputasi awan. Amazon pun membangun infrastruktur rantai pasok.
Akuisisi Sirclo ke Warung Pintar, khususnya, dinilai Wilson bisa menghasilkan dampak besar. Salah satunya adalah perusahaan bersangkutan dapat menjangkau jenama skala besar hingga pengusaha mikro, seperti warung. Solusi yang disodorkan pun jadi lengkap.
Sektor yang bisa dijangkau pun menyeluruh, mulai dari produk sehari-hari (FMCG), makanan-minuman, hingga pakaian. Sebelumnya, Sirclo juga mengakuisisi Orami, sedangkan Warung Pintar mengakuisisi Bizzy Digital. Akuisisi Orami membuat Sirclo mempunyai kapasitas dan kemampuan mengelola gudang, sementara pasca-akuisisi Bizzy Digital, Warung Pintar menjadi punya kemampuan manajemen merek.
”Dengan kehadiran mereka, konsumen semakin nyaman menggunakan layanan digital dan jenama bisa fokus ke produksi produk. Pandemi Covid-19 akan menjadi endemi. Selama dua tahun pandemi ini banyak transformasi digital terjadi, baik dari sisi konsumen maupun pebisnis sehingga kami (sebagai perusahaan modal ventura) amat positif melihat prospek ekonomi digital di Indonesia,” ucap Willson.