Pertumbuhan E-Dagang Indonesia Kian Menjanjikan
Sektor perdagangan secara elektronik atau e-dagang menopang ekonomi internet di Indonesia. Sektor ini mendorong pesatnya penggunaan layanan keuangan digital dan jasa logistik.
Sektor e-dagang menjadi penopang utama ekonomi internet di Indonesia. Sektor ini mendorong pesatnya penggunaan layanan keuangan digital dan jasa logistik. Indonesia menjadi tujuan investasi paling menarik di kawasan Asia Tenggara. Di semester I-2021 saja, ada 300 kesepakatan investasi senilai 4,7 miliar dollar AS.
Nilai ekonomi internet di Indonesia, sesuai laporan e-Economy SEA 2021, diproyeksikan tumbuh 49 persen dari 47 miliar dollar AS pada 2020 menjadi 70 miliar dollar AS pada akhir tahun 2021. Kontribusi terbesar datang dari perdagangan elektronik atau e-dagang sebesar 52 persen.
Laporan e-Economy SEA 2021 merupakan hasil riset Google, Temasek Holdings Pte, dan Bain & Company. Ekonomi internet dilihat dalam ukuran nilai barang dagangan (GMV). Lembaga itu meriset sektor e-dagang, media daring, ride hailing, wisata dan perjalanan, jasa keuangan digital, teknologi edukasi, serta teknologi kesehatan.
Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (17/11/2021), di Jakarta, mengatakan, selama pandemi Covid-19 tahun 2020 hingga semester I-2021, lebih banyak warga beradaptasi memakai layanan internet. Dalam laporan itu, Indonesia mendapat tambahan 21 juta konsumen baru layanan digital (consumer digital) sepanjang 2020 sampai semester I-2021. Dari jumlah itu, 72 persen di antaranya berasal dari nonkota besar. Hal itu merupakan penanda positif bagi ekosistem ekonomi internet.
Sebanyak 99 persen konsumen baru layanan digital berniat terus menggunakan layanan berbasis internet setidaknya dari tujuh sektor yang menjadi obyek penelitian. Konsumen layanan digital di Indonesia sebelum pandemi Covid-19 mengonsumsi 3,6 kali lebih banyak aneka layanan berbasis internet.
Dalam laporan itu, Indonesia mendapat tambahan 21 juta konsumen baru layanan digital (consumer digital) sepanjang 2020 sampai semester I-2021. Dari jumlah itu, 72 persen di antaranya berasal dari nonkota besar. Hal itu merupakan penanda positif bagi ekosistem ekonomi internet.
Baca juga: Investasi Ekonomi Digital Tumbuh Pesat, E-dagang Ditopang ”Enabler”
Volume penelusuran di Google terkait pertanyaan seputar e-dagang naik 18 kali lipat sejak 2017, tertinggi dibandingkan lima negara lain di Asia Tenggara yang diteliti. Randy menilai, hal itu tidaklah mengherankan jika sektor e-dagang merupakan segmen ekonomi internet yang terbesar dan tumbuh paling cepat di Indonesia.
Laporan e-Economy SEA 2021 turut membahas pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di enam negara Asia Tenggara. Tim menyurvei 3.000 pelaku UKM yang sudah terjun ke pemasaran digital dan menggunakan layanan finansial digital. Sebanyak 28 persen UKM Indonesia yang disurvei mengaku adopsi teknologi digital membuat mereka bertahan selama pandemi.
Secara terpisah, Associate Partner Bain & Company, Willy Chang, menambahkan, ketika e-dagang menjadi penopang yang signifikan dalam ekonomi internet, sektor-sektor layanan digital lain ikut berkembang. Ini terutama dimulai dari layanan keuangan digital dan logistik.
”Sebanyak 98 persen UKM pedagang yang kami teliti saat ini menerima pembayaran digital dan 59 persen memanfaatkan penawaran pinjaman dari penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi,” ujar Willy.
Penawaran pinjaman kepada konsumen, seperti bayar kemudian (pay later), yang dipopulerkan oleh Kredivo dan Akulaku, telah terhubung dengan lokapasar. Layanan keuangan digital seperti ini juga banyak diminati konsumen.
Volume penelusuran di Google terkait pertanyaan seputar e-dagang naik 18 kali lipat sejak 2017, tertinggi dibandingkan lima negara lain di Asia Tenggara yang diteliti.
Baca juga: Persetujuan ASEAN tentang E-Dagang, Peluang UMKM Ungkit Daya Saing
Willy mengakui bahwa tingginya adopsi layanan keuangan digital yang dimaksud dalam penelitian lebih banyak menyasar ke pengguna internet yang telah memiliki rekening bank ataupun pengguna internet yang belum terakses layanan bank secara maksimal (underbank).
”Agar pengguna layanan keuangan digital bertambah, kami menyarankan pemerintah, perbankan, dan perusahaan rintisan di bidang teknologi finansial (fintech start up) memperkuat literasi keuangan ke masyarakat. Cara kedua, penetrasi rekening bank ditingkatkan karena bagaimanapun pada akhirnya masyarakat akan tetap butuh bank meski ada fintech start up,” ucapnya.
Cara ketiga, imbuh Willy, adalah penguatan infrastruktur pengenalan nasabah secara elektronik. Adapun cara keempat adalah penguatan infrastruktur sistem komunikasi terbuka antarpelaku melalui sebuah application program interface atau open API. Sistem komunikasi terbuka ini bisa dilakukan antara platform e-dagang, dompet elektronik, bank, dan penyedia layanan keuangan digital lainnya.
Besarnya antusias orang menggunakan layanan e-dagang di Indonesia bisa dilihat saat kampanye promo belanja daring. Handhika Jahja, Direktur Shopee Indonesia, mengatakan, selama kampanye 11.11 Big Sale, Shopee Indonesia mencatat transaksi produk UKM naik hingga lebih dari delapan kali lipat dibandingkan dengan hari biasa. Begitu juga jumlah pesanan naik 18 kali lipat dan pembayaran belanjaan melalui Shopee Pay juga naik sembilan kali lipat dari hari biasa.
Investasi
Managing Director Telecommunications, Media, and Technology Southeast Asia Temasek Fock Wai Hoong menambahkan, fenomena tersebut diperkuat dengan kucuran investasi ke perusahaan teknologi. Di Asia Tenggara, kesepakatan investasi naik dari 6,3 miliar dollar AS pada semester I-2020 menjadi 11,5 miliar dollar AS pada periode yang sama tahun 2021. Sebagian besar kesepakatan itu dialami oleh perusahaan rintisan bidang teknologi sektor e-dagang dan fintech start up.
Sektor pendukung e-dagang, yakni logistik, juga mendapat perhatian penting para investor modal ventura. Pada paruh pertama tahun 2021, total nilai kesepakatan investasi ke perusahaan teknologi logistik mencapai 2,5 miliar dollar AS.
Di Asia Tenggara, kesepakatan investasi naik dari 6,3 miliar dollar AS pada semester I-2020 menjadi 11,5 miliar dollar AS pada periode yang sama tahun 2021.
Baca juga: Presiden: Jangan Sampai Potensi Ekonomi Digital Indonesia Diambil Negara Lain
”Indonesia masih menjadi tujuan investasi ’terpanas’ di Asia Tenggara. Ada 300 kesepakatan investasi dengan total nilai 4,7 miliar dollar AS yang terjadi hanya pada paruh pertama 2021. Selain itu, beberapa perusahaan rintisan bidang teknologi digital juga mulai menyerbu pasar modal yang diawali dengan Bukalapak mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia,” kata Hoong.
Sebelumnya, mengutip artikel Bloomberg, akhir Agustus 2021, wilayah Asia Tenggara, yang dipimpin Indonesia, menambahkan 70 juta konsumen baru layanan digital sejak awal pandemi Covid-19. Layanan itu mulai dari perdagangan secara elektronik, penggunaan media sosial, layanan kesehatan, hingga pembayaran digital.
Artikel tersebut berdasarkan laporan riset Southeast Asia, The Home for Digital Transformation yang disusun Bain & Company dan didukung penuh Facebook Inc menyurvei lebih dari 16.000 orang di Singapura, Malaysia, Filipina, Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Penelitian menemukan kecepatan adopsi digital selama pandemi. Indonesia terus menikmati tingkat pertumbuhan tertinggi di Asia Tenggara dengan populasi konsumen digitalnya diperkirakan akan tumbuh dari 144 juta pada 2020 menjadi 165 juta pada 2021.
Direktur Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira berpendapat, peningkatan aktivitas layanan daring dinikmati warga kelas menengah ke atas, baik sebagai konsumen maupun produsen. Sementara kelompok menengah ke bawah tetap memakai cara luring.
”Tren perubahan itu hanya dialami warga kelas menengah ke atas. Realitasnya, (kelas menengah ke bawah) membeli bahan pangan sehari-hari di pasar tradisional atau warung kelontong karena lebih hemat dari sisi biaya,” kata Bhima (Kompas, 6/9).
Dalam laporan Bank Dunia disebutkan bahwa hanya 3 persen warga Indonesia yang menggunakan internet untuk aktivitas jual beli. Bisa dikatakan bahwa warga yang punya akses internet dan kemampuan ekonomi yang lebih bagus yang akan menggunakan layanan digital secara permanen di masa mendatang.
Chief Product Officer Halodoc Alfonsius Timboel mengatakan, pandemi mendorong percepatan adopsi layanan telemedis. Beberapa pemain baru di layanan ini juga terus bermunculan. Persoalan yang ingin diatasi adalah ketimpangan jumlah fasilitas kesehatan dengan populasi warga. Di sisi lain, akses internet dan penetrasi gawai juga belum merata di suatu wilayah.
Baca juga: RUU Perjanjian ASEAN tentang E-Dagang Disetujui Jadi UU