Tegakkan Tata Laksana E-dagang, Pemerintah Akan Rilis Aturan Baru
Pemerintah berusaha menegakkan tata kelola perdagangan secara elektronik atau e-dagang yang dinilai belum mendukung produk buatan dalam negeri serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Tanah Air.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Aktivitas pengemasan barang sebelum dikirim, di gudang JD.ID, Marunda Center, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (8/6/2018)
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Koperasi dan UKM akan menegakkan tata kelola perdagangan di ranah daring. Sampai sekarang, praktik perdagangan secara elektronik atau e-dagang dinilai belum mendukung kesetaraan antara pelaku usaha digital dan konvensional, apalagi kepada usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia.
Komitmen kedua kementerian itu akan diwujudkan melalui regulasi baru yang fokus pada tata laksana e-dagang, termasuk menyasar kepada penjual dan penjual lanjutan (reseller). Menurut rencana, aturan itu akan dirilis Juli 2022.
Dalam pertemuan media di Jakarta, Senin (13/6/2022) malam, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, selama ini pedagang yang berjualan secara luring dan daring tidak diketahui secara pasti datanya. Apalagi jika seorang pedagang menjalankan praktik layanan e-dagang lintas batas negara.
”Praktik seperti itu ketahuan dari keterangan asal barang. Kami ingin agar ada pula deklarasi asal pedagang/penjualnya,” ujar Lutfi.
Dia lantas menceritakan kondisi di China. Pemerintah China sedang mengumpulkan para agregator atau perusahaan yang memfasilitasi jual-beli barang secara daring. Tujuannya agar mereka mendukung ekspor produk dari pabrikan di China. Mereka juga didorong untuk berafiliasi dengan pengusaha-pengusaha China di luar negeri. Pemerintah China dikabarkan telah menggelontorkan ongkos besar untuk menjalankan kebijakan itu.
Lebih jauh, Lutfi menyampaikan, rencana regulasi yang akan dikeluarkan itu memastikan pengusaha asing yang berpraktik e-dagang dan barangnya diperjualbelikan di Indonesia untuk mendirikan badan hukum di Indonesia. Mereka wajib taat segala ketentuan hukum pemerintah Indonesia, termasuk pajak.
”Jadi, kalau mereka mau berinvestasi di Indonesia sebagai badan usaha Indonesia, kami perbolehkan. Selama mereka menjalankan praktik layanan e-dagangnya secara lintas batas, mereka tidak bisa,” ujar Lutfi.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, produk atau merek buatan dalam negeri seharusnya tidak kalah dengan luar negeri. Dalam rencana regulasi tata laksana e-dagang yang sedang digodok itu, pemerintah juga berencana membatasi harga minimal produk impor yang bisa dijual daring, misalnya di atas 100 dollar AS per unit.
”Harga produk buatan luar negeri di bawah 100 dollar AS boleh masuk Indonesia, tetapi lewat importasi konvensional. Tidak lewat daring. Anggaplah, harga produk di bawah 100 dollar AS, produsen Indonesia harus mampu memproduksinya,” ujarnya. Rencana memasukkan ketentuan regulasi itu akan disertai dengan komitmen kementerian/lembaga bersama swasta untuk meningkatkan kualitas produk produksi UMKM.
DEONIISA ARLINTA UNTUK KOMPAS
Sejumlah perwakilan dari beberapa kementerian dan lembaga, serta pelaku UMKM dan lokapasar mendorong gerakan UMKM Indonesia jualan online, di Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Menurut Teten, sejauh ini kerap terjadi praktik pedagang dari luar negeri menjual barangnya di Indonesia, tetapi tidak memenuhi standar produk yang pemerintah Indonesia tetapkan. Misalnya, standar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Maka, pemerintah berusaha agar hal seperti itu terwujud sebagai bagian kesetaraan perlakuan antara pedagang dari luar dan dalam negeri.
”Para ritel daring asing akan kami dorong segera memiliki badan hukum Indonesia. Jadi, mereka tidak bablas berjualan di Indonesia. Produk UMKM Indonesia harus terlindungi,” kata Teten.
Dalam pertemuan tersebut, keduanya turut memaparkan kondisi praktik e-dagang terkini yang diambil dari beberapa kajian/riset. Pertama, sesuai data internal Kementerian Koperasi dan UKM bersama Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) per Juni 2022, terdapat sekitar 19 juta UMKM berpraktik jualan daring. Kedua, berdasarkan data Bank Indonesia, nilai transaksi e-dagang diproyeksikan mencapai Rp 526 triliun pada 2022.
Data Bank Indonesia, nilai transaksi e-dagang diproyeksikan mencapai Rp 526 triliun pada 2022.
Ketiga, belum ada kategori/label khusus untuk membedakan UMKM reseller atau produsen di platform e-dagang. Berdasarkan hasil pengamatan pemerintah, sebagian besar profil UMKM yang menggunakan platform e-dagang merupakan reseller. Keempat, sesuai kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef) tahun 2021, masih banyak produk impor dijual di platform e-dagang.
Kelima, beberapa media sosial yang merupakan platform digital di luar lokapasar juga sudah membuka fitur jual-beli barang daring seperti lokapasar. Namun, mereka belum teridentifikasi sebagai social commerce bagian dari penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik. ”Kami telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membahas soal itu,” kata Lutfi.