Forum Tripartit Satu Suara Kembalikan JHT seperti Aturan Lama
Pemerintah, pengusaha, dan buruh akhirnya satu suara mengenai revisi tata cara pencairan Jaminan Hari Tua. Muncul pula usulan untuk mengevaluasi UU Sistem Jaminan Sosial Nasional atau peraturan pemerintah di bawahnya.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ilustrasi pekerja proyek
JAKARTA, KOMPAS — Revisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pencairan Manfaat Jaminan Hari Tua sedikit lagi rampung. Pemerintah, serikat buruh, dan pengusaha sepakat untuk mengembalikan aturan pencairan JHT ke aturan lama. Pekerja yang mengalami putus kerja sebelum usia pensiun boleh mengklaim seluruh dana JHT-nya.
Hal itu disepakati dalam rapat pleno Badan Pekerja Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional yang diadakan secara daring pada Jumat (11/3/2022) sore hingga malam. Forum tersebut sudah melibatkan perwakilan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), sejumlah konfederasi serikat buruh, dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Dalam forum itu disepakati bahwa ketentuan pencairan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) bagi peserta program JHT yang mengundurkan diri dari tempat kerja (resign) dan peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat dibayarkan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan.
Dengan kata lain, manfaat pembayaran JHT dikembalikan lagi pada substansi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 yang berlaku sebelum Permenaker No 2/2022 keluar. Sebelumnya, dalam Permenaker No 2/2022 diatur bahwa pekerja yang resigndan terkena PHK baru bisa mengambil tabungan JHT-nya setelah usia 56 tahun (pensiun).
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz yang mengikuti rapat pleno mengatakan, hal lain yang disepakati adalah menyederhanakan pengambilan manfaat JHT. Namun, substansi detailnya masih akan diformulasikan dan disinkronisasikan dengan regulasi lain yang terkait.
Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)
Buruh berunjuk rasa dengan membawa poster penolakan di depan Gedung Grahadi, Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (1/3/2022).
Langkah berikutnya adalah menunggu proses sinkronisasi dan harmonisasi regulasi sebelum diresmikan sebagai permenaker baru hasil revisi. ”Memang regulasi di bawah tidak boleh bertentangan dengan pijakan regulasi di atasnya (Undang-Undang No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional). Namun, paling tidak JHT dikembalikan dulu sesuai Permenaker No 19/2015, yang saat ini memang masih berlaku,” kata Adi saat dihubungi.
Wakil Presiden Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Sukitman Sudjatmiko menilai kesepakatan forum tripartit itu sudah tepat, sejalan dengan janji pemerintah pekan lalu seusai pertemuan awalan LKS Tripartit Nasional untuk mengembalikan aturan pencairan JHT seperti semula.
Adapun untuk jangka panjang, pihaknya mengusulkan mengubah UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk menata ulang konsep filosofis program JHT dan menyesuaikan UU tersebut secara sosiologis sesuai dengan fakta kehidupan buruh di Indonesia.
Pihaknya mengusulkan mengubah UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk menata ulang konsep filosofis program JHT dan menyesuaikannya dengan fakta kehidupan buruh di Indonesia.
”Namun, untuk sementara, ini harus ada diskresi terkait aturan pengambilan JHT dengan UU SJSN. Kami siap mengawal sampai ini menjadi permenaker baru yang lebih berpihak kepada pekerja,” katanya.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Sejumlah pekerja proyek sibuk melihat gawai masing-masing saat jam isitirahat makan siang di salah satu lokasi pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (17/2/2022).
Sebatas rekomendasi
Menanggapi keputusan rapat pleno itu, anggota Bidang Ketenagakerjaan DPP Apindo Subchan Gatot menilai, keputusan forum Tripartit hanya rekomendasi. Dalam memberikan rekomendasi itu, memang ada beberapa usulan dari pengusaha ataupun pekerja yang berbeda-beda.
”Rekomendasi ini bisa diambil semua, bisa sebagian, atau tidak sama sekali. Keputusan akhir tetap ada di Kemenaker. Harapannya keputusan pemerintah cepat dan tepat,” kata Subchan.
Sebelumnya, Apindo memang sempat mengajukan usulan lain terkait arah revisi Permenaker No 2/2022. Dalam usulannya, Apindo meminta agar kemudahan pencairan JHT tidak sampai mengusik pengembangan dana JHT pekerja sebagai bekal perlindungan di hari tua. Mereka pun mengusulkan porsi pencairan JHT dibedakan antara pekerja rentan dan nonrentan.
Pekerja yang kondisi keuangannya rentan dan tidak berhak mengakses program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dibolehkan mengklaim keseluruhan dana JHT saat putus kerja. Namun, pekerja nonrentan hanya boleh mencairkan sebagian dana JHT-nya, dengan kisaran 10-50 persen, sesuai masa kepesertaan dan masa iur di JHT (Kompas, 11/3/2022).
Ia juga mengusulkan agar ada evaluasi sistem jaminan sosial ke depan. Namun, berbeda dengan pekerja yang mengusulkan mengubah UU SJSN agar sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 60/2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT dan permenaker di bawahnya, pengusaha mengusulkan agar yang diubah adalah PP No 60/2015 agar sejalan dengan UU di atasnya.
”Memang ini pilihan antara mengubah UU atau PP. Namun, kalau dari sudut pandang Apindo, harapannya PP 60 yang diubah. Kalau sudut pandang serikat pekerja, yang diubah UU-nya. Kalau ingin semua baik, harus dievaluasi dari atasnya dan kita butuh effortyang besar untuk memiliki konsep jaminan sosial yang ideal,” tuturnya.