Kacang Koro Pedang Bisa Menjadi Alternatif Bahan Baku Tempe dan Tahu
Kacang koro pedang dinilai bisa menjadi salah satu alternatif bahan baku tempe dan tahu. Kementerian Koperasi dan UKM bersama petani Sumedang coba membudidayakannya melalui proyek percontohan budidaya kacang koro.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kacang koro pedang bisa menjadi salah satu alternatif bahan baku pembuatan tempe dan tahu. Jenis kacang ini memang tidak begitu populer. Namun, alternatif bahan baku ini semestinya mulai dikembangkan agar produsen tahu dan tempe tidak terus-menerus dihadang oleh lonjakan harga kedelai.
”Para perajin tahu dan tempe juga harus berinovasi untuk mencari alternatif pengganti kedelai impor yang semakin hari semakin mahal. Salah satunya dengan menggunakan kacang koro pedang,” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki di Jakarta, Rabu (23/2/2022).
Menurut Teten, tren kenaikan harga kedelai harus segera dijawab dengan menyiapkan bahan baku alternatif agar usaha tahu dan tempe bisa terus berlanjut dan berkembang di masa depan. Salah satu komoditas yang dapat dijadikan substitusi adalah kacang koro pedang.
”Kita selama ini makan tempe dan tahu sebagai sumber protein. Ironisnya, impor kedelai mencapai 2,5-3 juta ton per tahun. Kita lihat sekarang kacang koro punya potensi sebagai substitusi impor. Ini per satu hektar saja dapat memproduksi 5 ton. Kalau benar-benar mau menghasilkan substitusi 1 juta ton itu paling tidak hanya membutuhkan 200.000-250.000 hektar,” kata Teten.
Saat ini Kementerian Koperasi dan UKM sedang bekerja sama dengan para petani dari Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, dalam proyek percontohan budidaya kacang koro pedang. Proyek ini telah dimulai sejak akhir Januari 2022. Dengan pengembangan ini, nantinya kacang koro pedang diharapkan menjadi salah satu komoditas strategis penunjang ketahanan pangan di Indonesia.
Teten menargetkan, pada tahun 2022 ini akan tertanam kacang koro pedang di lahan seluas 100 ha di Kabupaten Sumedang. Setelah proyek percontohan ini berlangsung, pada tahun 2023 akan dilakukanperluasan penanaman kacang koro pedang ini karena Kabupaten Sumedang memiliki potensi lahan hampir 1.000 ha yang dapat dipergunakan.
”Jadi, nanti setelah ini ditanami, akan diserap oleh koperasi yang akan menjadi offtaker. Jadi, ada kepastian bagi petani bahwa yang mereka tanam akan terserap. Peran koperasi sebagai offtaker pertama dari para petani kacang koro juga dapat menjadi jawaban untuk pembiayaan KUR (kredit usaha rakyat) kluster yang dapat diakses oleh para petani,” ujarnya.
Teten menegaskan, jika Gabungan Koperasi Produsen Tempe-Tahu Indonesia (Gakoptindo) mau menyerap kacang koro pedang hasil produksi para petani, akan terjadi peningkatan produksi dari komoditas ini. Bahkan, kacang koro pedang diperkirakan dapat menyubstitusi 60 persen kedelai sebagai bahan baku tempe dan tahu.
”Kalau Gapoktindo mau menyerap kacang koro produk petani, pasti petani juga akan bergairah meningkatkan produksinya. Setidaknya kacang koro dapat mengganti 60 persen kedelai untuk tempe,” pungkas Teten.
Pendiri dan Ketua Koperasi BUMR Paramasera, Bogor, Agus Somamihardja, dalam tulisannya mengungkapkan, kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) merupakan calon terkuat bahan baku tempe. Tanaman kacang koro tumbuh di berbagai jenis tanah, mulai dari lempung, liat, hingga lahan berpasir; keasaman tanah 4,5 hingga 7,5; relatif tahan di lahan kering; dan ketinggian hingga 1.500 meter di atas permukaan laut.
Koro pedang optimal dengan penyinaran matahari penuh, tetapi tumbuh di bawah naungan, cocok sebagai tumpang sari di perkebunan. Di tingkat petani, produktivitas koro pedang mencapai 4,5 ton per hektar, hampir tiga kali kedelai. Kacang koro kaya akan karbohidrat dan protein, juga lengkap akan asam, vitamin, dan mineral, terutama kalsium dan fosfor.
Konsumen tahu dan tempe tertinggi adalah masyarakat Jawa Timur bagian timur, masing-masing 25,2 kilogram (kg) dan 16,8 kg per kapita. Konsumsi rata-rata nasional keduanya 8,1 dan 7,5 kg per kapita. Tahun 2017, kedelai lokal hanya mampu menyuplai 900.000 ton dari 3,6 juta ton kebutuhan. Kekurangan 2,7 juta ton senilai 1,1 miliar dollar AS harus dipenuhi dengan impor. Sejak 1970, tempe, makanan rakyat sehari-hari, bergantung pada impor (Kompas, 31/8/2021).