Tahu Tempe Bakal Beredar Lagi, Produsen Minta Tata Niaga Kedelai Dibenahi
Setelah mogok tiga hari, produsen tahu dan tempe menjanjikan berproduksi lagi untuk penjualan Kamis (24/2/2022). Namun, tahu dan tempe akan dijual dengan harga baru, yakni dengan kenaikan rata-rata 20 persen.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA, HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Aksi mogok produksi dan dagang tahu tempe, yang berakibat kelangkaan dua makanan tersebut di pasaran sejak Senin (21/2/2022), bakal berakhir. Produsen memastikan tahu tempe akan beredar kembali pada Kamis (24/2/2022) dengan kenaikan harga sekitar 20 persen. Para produsen tahu temper berharap pemerintah membenahi tata niaga kedelai.
Berdasarkan pantauan, Rabu (23/2/2022) siang, tahu tempe masih sulit ditemukan di sejumlah pasar. Pedagang tahu tempe belum berdagang, sedangkan sejumlah pelaku usaha menggantinya dengan makanan lain. Kondisi tersebut sudah berlangsung tiga hari terakhir atau sejak Senin.
Di Pasar Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, misalnya, para pedagang tahu dan tempe tak berjualan. "Sudah tiga hari. Banyak pembeli yang bertanya. Katanya besok ada lagi," kata Aan (57), penjual daging di pasar tersebut.
Sementara itu, pedagang ketoprak terpaksa mengganti tahu dengan bakwan. "Mau bagaimana lagi, dari pada tidak jualan sama sekali. Untungnya, sebagian besar pembeli nggak masalah. Mudah-mudahan benar nanti malam atau besok sudah ada tahu lagi," ujar Hadi (55), pedagang ketoprak di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Ketua Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta, Sutaryo, saat dihubungi, Rabu, memastikan, tahu tempe akan kembali berada di pasaran di DKI Jakarta dan sekitarnya, pada Kamis (24/2). Tempe dan tahu sudah mulai diproduksi untuk penjualan Kamis. Namun, harganya bakal dinaikkan sebagai penyesuaian dengan harga bahan baku kedelai impor.
Kenaikan tahu tempe rata-rata sekitar 20 persen. "Tempe, misalnya, dari sebelumnya Rp 5.000 menjadi Rp 6.000 (per potong). Sementara tahu Rp 35.000 menjadi Rp 40.000 per papan atau Rp 600 menjadi Rp 700 per potong. Produksi sudah dimulai sehingga besok tahu tempe ada lagi di pasaran," ujar Sutaryo.
Menurut dia, aksi mogok produksi dan dagang tahu tempe merupakan respons atas naiknya harga kedelai, yakni dari sekitar Rp 8.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 12.000 per kg. Kondisi yang menekan produsen tahu dan tempe itu dirasakan setidaknya sebulan terakhir.
Menurut Sutaryo, jika harga tahu tempe langsung dinaikkan, hal itu bisa dianggap sebagai akal-akalan pedagang. "Jadi, lewat mogok (produksi dan dagang) ini kami mengomunikasikan ke masyarakat kondisinya seperti itu. Akan ada kenaikan harga dan itu bukan akal-akalan," ujarnya.
Sutaryo menambahkan, pada Rabu malam, akan ada pertemuan produsen tahu tempe dengan pemerintah, termasuk Kementerian Perdagangan serta perwakilan asosiasi pertanian kedelai dari Amerika Serikat yang merupakan negara pengekspor kedelai.
"(Pertemuan) dalam rangka menyusun kerangka terkait kestabilan harga dan pasokan kedelai, seperti yang diminta perajin (tahu tempe). Kami menunggu intervensi apa yang akan dilakukan pemerintah untuk jangka pendek ini. Kalau lihat dari pemberitaan, mogok produksi kan tak hanya DKI, tetapi di daerah-daerah lain, jadi memang secara nasional," katanya.
Salah satu permintaan para produsen tahu tempe di Indonesia ialah pembenahan tata niaga kedelai impor. Menurut Sutaryo, pemerintah harus mengatur kedelai. Pasalnya, permasalahan serupa berulang tiap tahun sejak 2008.
Sebelumnya, seusai menghadiri Musyawarah Nasional V Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) di Yogyakarta, Selasa (22/2/2022) Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, pihaknya akan menjembatani perajin dengan penjual tahu tempe di pasar. Itu dilakukan dengan menentukan harga acuan tahu tempe.
"Akan segera kami keluarkan. Mudah-mudahan kebuntuan ini bisa diselesaikan, karena harga kedelai ini harga internasional, yang dikaitkan dengan komoditas yang (permintaannya) juga tinggi di internasional. Untuk stok kedelai, kira-kira ada 300.000 ton jadi cukup untuk sekitar dua bulan," ujar Lutfi.
Dalam bincang pada Musyawarah Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) tersebut, Lutfi menuturkan, tingginya harga kedelai disebabkan oleh cuaca yang kurang kondusif dan permintaan yang sangat tinggi dari China, yaitu untuk industri peternakan. China, kata Lutfi, mengimpor 100 juta ton kedelai, sedangkan Indonesia, pada 2021 mengimpor 2,46 juta ton kedelai.
Beberapa waktu terakhir, harga kedelai impor terus melejit. Menurut TradingEconomics, Rabu (23/2/2022) sore, harga kedelai dunia menyentuh 16,4 dollar AS per gantang, kian mendekati harga tertinggi tahun lalu yang 16,61 dollar AS per gantang, pada 12 Mei 2021.