Pengendalian Harga Minyak Goreng Belum Sasar Pasar Tradisional
Rata-rata harga minyak goreng di pasar-pasar tradisional relatif masih tinggi, berkisar Rp 18.000 per liter-Rp 19.000 per liter. Pemerintah baru menyediakan minyak goreng murah Rp 14.000 per liter di ritel modern.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga minyak goreng di pasar tradisional atau rakyat makin tinggi. Saat ini, pemerintah baru berupaya menstabilkan harga minyak goreng di tingkat ritel modern, belum menyasar pasar tradisional.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, dalam sepekan terakhir, yakni selama kurun 10-17 November 2021, harga rata-rata nasional minyak goreng curah, kemasan sederhana (bermerek 2), dan kemasan premium (bermerek 1) di pasar tradisonal naik di kisaran 1,45-2,44 persen. Harga rata-rata nasional minyak goreng curah pada Rabu (17/11/2021) Rp 17.450 per kilogram atau Rp 18.706 per liter, sedangkan harga minyak goreng kemasan sederhana Rp 18.250 per kg atau 19.564 per liter.
Untuk minyak goreng curah kemasan sederhana, harga rata-rata nasionalnya Rp 18.250 per kg atau Rp 19.564 per liter. Harga minyak goreng tertinggi berada di pasar tradisional di Papua Barat dan Gorontalo, masing-masing Rp 20.450 per kg atau Rp 21.922 per liter dan Rp 23.450 per kg atau Rp 25.138 per liter. Harga tersebut jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 11.000 per liter.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan, rata-rata harga minyak goreng di pasar-pasar tradisional relatif masih tinggi, berkisar Rp 18.000 per liter-Rp 19.000 per liter. Kenaikan harga minyak goreng itu terjadi secara bertahap enam bulan terakhir.
Hal ini menyebabkan para pedagang minyak goreng di pasar tradisional kesulitan menjual dan tidak bisa menjual dalam jumlah banyak karena modal terbatas. ”Saat ini, dengan modal Rp 1 juta, paling hanya bisa kulakan separuhnya dari jumlah biasanya. Itu pun jualnya susah dan tidak bisa banyak,” ujarnya.
Saat ini, dengan modal Rp 1 juta, paling hanya bisa kulakan separuhnya dari jumlah biasanya. Itu pun jualnya susah dan tidak bisa banyak.
Mansuri meminta agar kenaikan harga minyak goreng di pasar tradisional juga turut diantisipasi karena banyak pedagang pangan olahan kecil dan rumah tangga yang membeli minyak goreng di pasar-pasar tradisional. Belakangan ini, pengendalian harga minyak goreng baru digulirkan di tingkat ritel modern.
Ia juga berharap agar pemerintah mencari solusi mengantisipasi kenaikan harga harga minyak goreng di pasar tradisonal dengan perwakilan pedagang pasar dan produsen minyak goreng. Jangan sampai kenaikan harga minyak goreng ini memberatkan pedagang dan pembeli di pasar tradisonal yang saat ini ekonominya tengah terpuruk akibat imbas pandemi Covid-19.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi dan pengeluaran rumah tangga untuk membeli minyak goreng terus meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi minyak goreng sawit pada 2015-2020 tumbuh sebesar 2,32 persen. Pada 2015, konsumsi minyak goreng sawit di tingkat rumah tangga sebesar 10,33 liter per kapita per tahun. Angka ini meningkat menjadi 11,58 liter per kapita per tahun pada 2020.
Adapun rata-rata pengeluaran penduduk per kapita per bulan untuk membeli minyak goreng per Maret 2021 sebesar Rp 16.111. Pengeluaran itu meningkat dari 2019 dan 2020 yang masing-masing sebesar Rp 13.211 per kapita per bulan dan Rp 14.155 per kapita per bulan. Per Maret 2021, persentase pengeluaran penduduk untuk membeli minyak goreng sebesar 1,27 persen dari total rata-rata pengeluaran dan konsumsi penduduk Indonesia yang sebesar Rp 1.264.590 per kapita per bulan.
Direktur Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengemukakan, pemerintah telah menyediakan minyak goreng kemasan sederhana sebanyak 11 juta liter. Minyak goreng dengan harga terjangkau, Rp 14.000 per liter, itu akan dijual di 45.000 gerai ritel modern.
Upaya pengendalian harga minyak goreng ini dilakukan bersama Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI), dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). ”Kami mengapresiasi komitmen produsen yang bersedia mengurangi keuntungan dengan menyediakan minyak goreng kemasan sederhana dengan harga terjangkau tersebut,” katanya.
Menurut Oke, penyediaan minyak goreng tersebut akan dilakukan hingga menjelang Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Penyaluran minyak goreng dengan harga terjangkau itu sudah dilakukan sejak awal November 2021 dan penjualannya dibatasi, yaitu satu kemasan per orang per hari.
Penyaluran minyak goreng dengan harga terjangkau itu sudah dilakukan sejak awal November 2021 dan penjualannya dibatasi, yaitu satu kemasan per orang per hari.
Terkait penyediaan minyak goreng murah di pasar-pasar tradisional, pemerintah masih akan melihat perkembangan harganya. ”Saat ini, akselerasi penyediaan minyak goreng harga terjangkau perlu didukung dengan rantai pasok yang efisien, yaitu rantai pasok ritel modern. Adapun pasar tradisional belum memiliki rantai pasok yang efisien,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menyebutkan, kenaikan harga minyak goreng itu dipengaruhi kenaikan harga minyak kepala sawit mentah (CPO) global. Pada November 2021, harga CPO Dumai sebesar Rp 12.700 per liter atau naik 5,06 persen dibandingkan Oktober 2021.
Selama ini, masih banyak produsen minyak goreng di dalam negeri yang belum sepenuhnya terintegrasi dengan produsen CPO dalam negeri. Hal ini menyebabkan para produsen minyak goreng harus membeli CPO sesuai harga lelang yang merujuk pada harga CPO global.
Selain itu, kenaikan harga juga dipengaruhi peningkatan permintaan CPO untuk industri biodiesel dalam rangka program B30 dan krisis energi di India, China, dan sejumlah negara di Eropa yang membuat negara-negara itu beralih ke biodiesel, apalagi memasuki musim dingin.