Kenaikan Harga Pangan Global dan Biaya Logistik Mulai Pengaruhi Inflasi
Kenaikan harga pangan global dan biaya logistik di dalam negeri mulai memengaruhi inflasi. Anomali harga juga terjadi pada salah satu komoditas penyumbang inflasi terbesar pada Oktober 2021, yaitu minyak goreng.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat inflasi pada Oktober 2021 dan tahun kalender masing-masing tercatat 0,12 persen dan 0,93 persen. Pangan dan transportasi menjadi kontributor utama. Kenaikan harga pangan global dan lonjakan biaya logistik di dalam negeri mulai memengaruhi inflasi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan, tingkat inflasi kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau pada Oktober 2021 mencapai 0,10 persen. Andilnya terhadap inflasi sebesar 0,03 persen.
”Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah cabai merah (0,05 persen), minyak goreng (0,05 persen), dan daging ayam ras (0,02 persen),” kata Margo dalam telekonferensi pers di Jakarta, Senin (1/11/2021).
Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah cabai merah (0,05 persen), minyak goreng (0,05 persen), dan daging ayam ras (0,02 persen).
Sementara tingkat inflasi kelompok pengeluaran transportasi mencapai 0,33 persen dan kontribusinya terhadap inflasi sebesar 0,04 persen. Kenaikan tarif angkutan udara dan bensin merupakan pemberi andil terbesar inflasi masing-masing sebesar 0,03 persen dan 0,01 persen.
”Kenaikan tarif tiket pesawat ini terutama terjadi di rute-rute penerbangan jarak jauh,” ujar Margo.
BPS juga mencatat, ada tiga subkelompok dalam kelompok pengeluaran transportasi yang mengalami inflasi. Ketiga subkelompok itu adalah pengoperasian transportasi pribadi (0,13 persen), jasa angkutan penumpang (1,23 persen), dan jasa pengiriman barang (0,05 persen).
Inflasi yang terjadi di sektor jasa pengiriman barang ini mengindikasikan mulai berimbasnya kenaikan biaya logistik domestik, khususnya melalui laut. Besaran kenaikan tarif itu berbeda-beda tergantung dari rute dan kondisi perusahaan angkutan barang.
Dalam pertemuan dengan sejumlah asosiasi pelayaran dan kontainer pada 21 Oktober 2021, Kementerian Perdagangan mencatat, kenaikan biaya logistik antarpulau itu berkisar 15-40 persen. Untuk rute menuju wilayah Indonesia bagian timur, rata-rata kenaikan tarifnya 15 persen, Jakarta-Pekanbaru 30 persen, dan Jakarta-Medan 40 persen (Kompas, 22/10/2021).
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) dan Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) juga menyebutkan problem lonjakan biaya pengapalan itu. Biaya pengapalan Jakarta-Medan naik 46 persen dari Rp 8,75 juta per kontainer menjadi Rp 12,8 juta per kontainer.
Begitu pula biaya pengapalan Jakarta-Pekanbaru naik 29 persen dari Rp 9,15 juta per kontainer menjadi Rp 11,8 juta per kontainer. Adapun biaya pengapalan Jakarta-Makassar naik dari kisaran Rp 12 juta-Rp 14 juta per kontainer menjadi Rp 15 juta-Rp 20 juta per kontainer (Kompas, 18/10/2021).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengemukakan, hingga 29 Oktober 2021, harga barang kebutuhan pokok sebenarnya relatif stabil. Komoditas yang harganya naik cukup signifikan dibandingkan bulan lalu hanya minyak goreng, cabai merah keriting, dan cabai merah besar.
Harga minyak goreng curah naik 9,09 persen menjadi Rp 15.600 per liter, minyak goreng kemasan sederhana naik 7,48 persen menjadi Rp 15.800 per liter, dan minyak goreng kemasan premium naik 5,49 persen menjadi Rp 17.300 per liter. Adapun cabai merah keriting, harganya naik 17,71 persen menjadi Rp 33.900 per kilogram dan cabai merah besar naik 17,38 persen menjadi Rp 33.100 per kg.
”Kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri dipicu oleh kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) global yang masih terus terjadi. Pada pekan keempat Oktober 2021, harga CPO global meningkat 44,03 persen dibandingkan Oktober 2020,” katanya.
Kami akan terus memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri dahulu sembari memantau kenaikan harga CPO dunia dan mulai membahas harga di dalam negeri.
Menurut Oke, selama harga CPO global masih tinggi, harga minyak goreng tetap berpotensi meningkat. Kenaikan harga itu juga dipengaruhi peningkatan permintaan CPO untuk industri biodiesel dalam rangka program B30 dan krisis energi di India, China, dan sejumlah negara di Eropa yang membuat negara-negara itu beralih ke biodiesel, apalagi memasuki musim dingin.
”Kami akan terus memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri dahulu sembari memantau kenaikan harga CPO dunia dan mulai membahas harga di dalam negeri. Untuk saat ini, stok minyak goreng domestik masih aman, yaitu 628.000 ton, cukup untuk memenui kebutuhan selama satu setengah bulan,” katanya.
Sementara itu, kata Oke, kenaikan harga cabai disebabkan oleh mulai berakhirnya masa panen di sentra-sentra produksi. Hal ini menyebabkan pasokan cabai berkurang dan diperkirakan harganya akan terus naik.
Selain itu, Kemendag juga terus mencermati harga daging dan telur ayam ras. Khusus telur ayam ras, harganya di tingkat peternak dan eceran masih rendah, yaitu Rp 17.430 per kg dan Rp 23.800 per kg. Harga telur itu berada di bawah harga acuan yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 19.000 per kg di tingkat peternak dan Rp 24.000 per kg di tingkat eceran.
”Rendahnya harga telur di tingkat peternak itu disinyalir karena kelebihan stok. Kondisi ini akan memberatkan peternak rakyat karena harga input produksi, yaitu pakan jagung, naik signifikan akibat imbas kenaikan harga jagung global,” kata Oke.
Sebelumnya, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) melaporkan, Indeks Harga Pangan pada September 2021 sebesar 130 atau naik 32,8 persen secara tahunan. Indeks tersebut merupakan angka tertinggi sejak sepuluh tahun terakhir dan kenaikannya di atas 100 itu sudah terjadi selama 11 bulan terakhir atau per Oktober 2020. Lonjakan indeks itu didorong harga serealia, terutama gandum, beras, dan jagung, serta minyak nabati, seperti minyak kelapa sawit mentah, dan kedelai.