Realisasi Pinjaman Rumah Masih Rendah, Bank Diminta Tidak Persulit Pekerja
Sejak resmi berlaku lima tahun lalu, baru sedikit pekerja yang berhasil mengakses fasilitas pinjaman rumah lewat skema manfaat layanan tambahan (MLT) di BP Jamsostek. Permenaker No 17/2021 diharapkan mengubah hal itu.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi penyaluran manfaat layanan tambahan pembiayaan rumah bagi pekerja peserta program Jaminan Hari Tua Badan Pengelola (BP) Jamsostek selama ini masih sangat rendah. Ke depan, pinjaman rumah bagi pekerja akan dipermudah. Pemerintah meminta perbankan untuk tidak mempersulit pekerja mengakses bantuan pembiayaan itu.
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, realisasi penyediaan rumah bagi buruh melalui manfaat layanan tambahan (MLT) program Jaminan Hari Tua (JHT) di BP Jamsostek cenderung menurun beberapa tahun terakhir.
Pada 2017, realisasi penyaluran MLT perumahan bagi pekerja tercatat 658 rumah. Capaiannya naik menjadi 1.385 rumah pada 2018, tetapi kemudian turun menjadi 398 rumah pada 2019 dan hanya 82 rumah pada 2020. Pandemi Covid-19 dinilai ikut berdampak pada capaian yang sangat rendah tahun lalu.
Program MLT memberikan kemudahan bagi pekerja untuk memiliki rumah sendiri melalui sejumlah fasilitas pembiayaan, yaitu kredit pemilikan rumah (KPR) paling banyak Rp 500 juta, pinjaman uang muka perumahan (PUMP) maksimal Rp 150 juta, dan pinjaman renovasi perumahan (PRP) maksimal Rp 200 juta.
Berbagai pinjaman itu dapat diakses lewat bank-bank penyalur yang bekerja sama dengan BP Jamsostek dengan subsidi bunga dari BP Jamsostek yang berasal dari dana investasi program JHT. Syaratnya, pekerja menjadi peserta BP Jamsostek selama minimal satu tahun, tertib administrasi, dan tertib membayar iuran, serta mengajukan kredit atau pinjaman untuk kebutuhan rumah pertama.
Hal-hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan dalam Program JHT yang merupakan hasil revisi atas aturan sebelumnya, yakni Permenaker Nomor 35 Tahun 2016.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri, Rabu (3/11/2021), berharap lewat revisi permenaker itu, pekerja bisa lebih mudah mendapat pinjaman rumah lewat program BP Jamsostek.
Selama ini, menurut dia, realisasi pinjaman perumahan bagi pekerja masih rendah. Pekerja masih sulit mendapatkan pinjaman karena beberapa hal, salah satunya karena kurangnya minat perbankan untuk menyalurkan MLT ke pekerja. Hal itu disebabkan oleh selisih margin bank yang sangat rendah sehingga bank lebih tertarik menyalurkan lewat program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang menyasar masyarakat penghasilan rendah.
Faktor lainnya, banyak pekerja yang dinilai tidak memenuhi persyaratan sebagai debitor bank serta daya tarik MLT yang kurang karena bunganya dianggap terlalu tinggi dan tidak jauh berbeda dari KPR biasa.
”Ini hasil kajian kami atas penerapan permenaker yang dulu. Kami selaku regulator telah berpesan ke Himbara (Himpunan Bank Milik Negara/BUMN) dan Asbanda (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah) agar ke depan mempermudah, jangan mempersulit pekerja. Hal ini harus ditegaskan dalam setiap dokumen kerja sama BP Jamsostek dengan bank-bank penyalur,” kata Indah dalam konferensi pers yang diadakan secara hibrida.
Kendala
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi mengatakan, selama ini pekerja sulit mengakses MLT karena terkendala di perbankan. ”Banyak hal yang menjadi hambatan, terutama soal syarat dan ketentuan di bank yang tidak bisa dikompromikan,” kata Ristadi.
Faktor kedua yang menjadi penghambat adalah ketidakpatuhan perusahaan dalam membayar iuran rutin program Jamsostek pekerjanya. Akibat kelalaian pihak pemberi kerja, pekerja tidak bisa ikut mengakses manfaat pembiayaan rumah itu.
”Harapannya, perubahan permenaker ini bisa betul-betul menjawab hambatan yang selama ini membuat program perumahan MLT ini tidak berjalan maksimal,” ujar Ristadi.
Sementara itu, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Yorrys Raweyai meminta agar BP Jamsostek dan perbankan memberikan kemudahan bagi pekerja kontrak untuk bisa mengakses manfaat MLT itu. ”Mayoritas pekerja sekarang berstatus kontrak. Pekerja tetap semakin berkurang karena perusahaan lebih suka mengontrak pekerja. Bagaimana mereka bisa mengakses bantuan ini?” ujarnya.
Terkait hal ini, Indah Anggoro Putri mengatakan, pekerja kontrak pada dasarnya bisa ikut mengajukan pinjaman. Permenaker No 17/2021 tidak membedakan antara pekerja tetap dan kontrak. Namun, kendala biasanya ada di pihak perbankan terkait layak tidaknya pekerja bersangkutan diloloskan sebagai debitor.
”Sebagai bank, intinya kami harus memastikan kapasitas membayar. Maksimal mencicil 60 persen dari penghasilan bulanan. Terkait pekerja kontrak atau tidak, kami selama ini memberikan kredit KPR juga ke pekerja profesional yang tidak ada penghasilan tetap, apalagi anggota Jamsostek,” kata Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo.
Suku bunga
Beberapa kemudahan yang diatur dalam Permenaker No 17/2021 adalah menambah bank pembangunan daerah sebagai bank penyalur kredit/pinjaman, skema baru berupa novasi atau pengalihan dari KPR umum menjadi KPR MLT, penetapan besaran nominal pinjaman pada setiap jenis manfaat, serta penyesuaian suku bunga deposito sebagai dasar perhitungan suku bunga penempatan (funding) dan suku bunga pinjaman (lending).
Haru mengatakan, suku bunga yang berlaku saat ini untuk program MLT perumahan adalah 7 persen. Basis penghitungan suku bunga itu mengacu pada Bank Indonesia 7-day reverse repo rate (BI7DRR) yang saat ini ada di angka 3,5 persen.
Menurut dia, angka itu sudah relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang berlaku di program pembiayaan perumahan komersial lainnya. ”Bunga 7 persen yang berlaku fix sampai 30 tahun itu saya kira sudah paling murah. Rata-rata untuk suku bunga komersial, perbankan bisa menerapkan 9 persen sampai 13 persen untuk tenor 30 tahun,” ujar Haru.
Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo mengatakan, bank penyalur MLT telah menetapkan margin 3 persen, sedangkan BP Jamsostek mengambil margin 0,5 persen. Hasilnya, suku bunga MLT sebesar 7 persen yang saat ini berlaku dengan mengacu pada BI7DRR tersebut.
”Angka 7 persen itu seharusnya kompetitif bagi pekerja. Nanti kalau suku bunga BI turun, persentasenya akan ikut turun. Kalau naik, dia akan ikut naik,” ujarnya.