Investasi Ekonomi Digital Tumbuh Pesat, E-dagang Ditopang “Enabler”
Investasi di sektor ekonomi digital di Indonesia tumbuh pesat. Pada 2019 dan 2020, nilai investasinya masing-masing Rp 49,3 triliun dan Rp 47,85 triliun, dan pada triwulan III-2021 Rp 71,05 triliun.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pemindai kode batang untuk layanan pembayaran menggunakan dompet digital tersedia di lapak penjual tahu gejrot di kawasaan Kembangan Selatan, Jakarta Barat, Senin (11/10/2021). Perubahan belanja dan transaksi konvensional ke daring telah mengakselerasi pertumbuhan uang elektronik dan dompet digital. Gelombang digitalisasi yang dipercepat oleh pandemi Covid-19 harus disikapi dengan tepat dan difasilitasi untuk dapat tumbuh secara sehat bagi perekonomian masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS – Investasi ekonomi digital, terutama e-dagang, di Asia Tenggara dan Indonesia tumbuh pesat di tengah pandemi Covid-19. Kontribusi e-dagang dalam menggeliatkan ekonomi semakin besar dan ditopang oleh perkembangan e-dagang enabler.
Co-founder and Managing Partner of East Ventures Willson Cuaca, Selasa (12/10/2021), mengatakan, jumlah investasi di sektor ekonomi digital di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dari tahun ke tahun tumbuh pesat. Pertumbuhan investasi itu justru terakselerasi di tengah pandemi Covid-19.
“Perubahan perilaku konsumsi masyarakat dari luring ke daring menjadi pemicu utamanya. Hal ini membuat para investor agresif dan optimistis menanamkan modalnya ke sektor ekonomi digital,” kata Willson dalam dialog virtual Gambir Trade Talk 2021 “Transformasi Ekonomi Digital: Kesiapan Indonesia”.
East Ventures mencatat, nilai investasi digital di Asia Tenggara pada 2019 dan 2020 masing-masing Rp 125,6 triliun dan Rp 123,25 triliun. Kemudian hingga triwulan III-2021, total nilai investasinya meningkat dua kali lipat menjadi Rp 250,85 triliun.
Begitu juga dengan investasi di sektor ekonomi digital di Indonesia. Pada 2019 dan 2020, nilai investasinya masing-masing Rp 49,3 triliun dan Rp 47,85 triliun. Hingga triwulan III-2021, nilai investasi itu sudah sebesar Rp 71,05 triliun.
KOMPAS/Google e-Conomy Report
Prediksi pertumbuhan ekonomi digital di sejumlah negara kawasan di Asia Tenggara menurut laporan yang dikeluarkan oleh Google, Temasek, dan Bain.
Menurut Wilson, di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat kedua investasi di sektor ekonomi digital setelah Singapura. Hal ini lumrah lantaran Singapura merupakan negara yang menjadi hub finansial di kawasan tersebut.
Sektor yang berkembang dan banyak diminati investor ekonomi digital terutama adalah e-dagang. Selain itu, ada juga pendidikan, teknologi finansial (tekfin), kesehatan, smart retail (ritel cerdas), pasar elektronik bisnis untuk bisnis (B2B), cloud kitchen (dapur awan) dan enabler.
“Melalui ekonomi digital ini, pemulihan ekonomi Indonesia diperkirakan akan berpola K. Artinya, ada sektor-sektor ekonomi yang tumbuh sangat signifikan dan ada juga yang turun. Sektor-sektor yang tumbuh signifikan terutama yang berbasis dan mampu mengadopsi teknologi digital,” kata dia.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menuturkan, kontribusi ekonomi digital di Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih kecil. Namun, ekonomi digital itu tumbuh pesat.
Pada 2020, nilai ekonomi digital Indonesia Rp 632 triliun atau baru 4 persen dari PDB yang sebesar 15.400 triliun. Pada 2030, kontribusi ekonomi digital terhadap PDB diperkirakan meningkat beberapa kali lipat menjadi Rp 4.531 triliun. Angka tersebut tumbuh menjadi 18 persen dari total PDB tahun 2030 yang diperkirakan sebesar 24.000 triliun.
“E-dagang diperkirakan akan berkontribusi besar terhadap ekonomi digital Indonesia pada 2030. Kontribusinya diproyeksikan sekitar Rp 1.908 triliun atau 33,37 persen dari total nilai ekonomi digital nasional,” kata dia.
E-dagang diperkirakan akan berkontribusi besar terhadap ekonomi digital Indonesia pada 2030. Kontribusinya diproyeksikan sekitar Rp 1.908 triliun atau 33,37 persen dari total nilai ekonomi digital nasional.
KOMPAS/HENDRIYO WIDI
Tangkapan layar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan yang tengah memaparkan perkembangan ekonomi digital Indonesia dalam dalam dialog virtual Gambir Trade Talk 2021 “Transformasi Ekonomi Digital: Kesiapan Indonesia” di Jakarta, Selasa (12/10/2021)
Terkait dengan investasi di sektor ekonomi digital, Oke menambahkan, dalam 18 bulan terkakhir, perusahaan-perusahaan berbasis teknologi digital di Asia Tenggara memperoleh investasi sebesar 19 miliar dollar AS atau Rp 273 triliun. Dari jumlah tersebut, perusahaan-perusahaan rintisan Indonesia mendapatkan porsi terbesar, yaitu 38,7 persen atau sekitar 7,5 miliar dollar AS. Berdasarkan model bisnisnya, dari 225 kesepakatan investasi, e-dagang dan tekfin mendapatkan porsi investasi terbesar, yakni masing-masing 24 persen dan 22 persen.
Dalam kesempatan yang sama, CEO TaniHub Group dan juga anggota Komite Perdagangan Komoditi Digital Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Pamitra Wineka, mengatakan, perkembangan ekonomi digital ini penting bagi pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta petani, peternak, dan nelayan.
Kehadiran perusahaan-perusahaan rintisan (start up) dan e-dagang yang kini ditopang oleh e-dagang enabler bisa semakin memudahkan mereka untuk mengelola dan memasarkan produk-produknya secara efisien.
TaniHub, misalnya, dapat memangkas rantai pasok produk-produk pertanian yang panjang menjadi pendek. Petani yang semula mengandalkan tengkulak, kini dapat mengakses langsung ke konsumen, hotel, restoran, dan supermarket, bahkan ekspor.
“Begitu juga dengan kehadiran e-dagang enabler yang memungkin para pelaku usaha dan industri dapat fokus pada kualitas dan kuantitas produk,” kata dia.
Kehadiran e-dagang enabler yang memungkin para pelaku usaha dan industri dapat fokus pada kualitas dan kuantitas produk.
KOMPAS/ALBERTUS HENDRIYO WIDI ISMANTO
Proyeksi Nilai Ekosistem Ekonomi Digital Indonesia 2030. Sumber: Kementerian Perdagangan.
E-dagang enabler menciptakan sebuah sistem yang bisa memecahkan masalah operasional dalam bisnis digital. Semua permasalahan dari ujung ke ujung (end to end), seperti manajemen toko, pengelolaan pergudangan, pemasaran, logistik, dan manajemen relasi pelanggan, bisa diselesaikan dalam waktu singkat dalam satu akun saja. Beberapa perusahaan rintisan yang bergerak di sektor itu antara lain Sirclo, Desty, dan Waresix.
Pamitra juga menyebutkan, penggunaan teknologi digital juga yang semakin masif di tengah pandemi juga akan semakin mengembangkan perekonomian kota-kota non-metropolitan. Hal ini sudah mulai terlihat.
Di saat kota-kota yang masuk tier 1 (lapis pertama) membatasi mobilitas untuk mengendalikan pandemi Covid-19, kota-kota lapis kedua, ketiga, dan keempat akan turut menopangnya. Dalam 5-10 tahun ke depan, ekonomi kota-kota lapis kedua dan ketiga diperkirakan tumbuh 3-4 persen.