Persetujuan ASEAN tentang E-Dagang, Peluang UMKM Ungkit Daya Saing
Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik membuka peluang bagi pelaku usaha dalam negeri, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah, untuk meningkatkan daya saingnya.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengesahan Undang-Undang tentang Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dinilai membuka peluang lebih luas bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia di pasar internasional. Namun, tantangan klasik, seperti produktivitas yang masih rendah dan kendala permodalan, perlu diatasi agar peluang bisa dimanfaatkan secara optimal.
Dewan Perwakilan Rakyat RI telah mengesahkan Undang-Undang tentang Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dalam Sidang Paripurna DPR pada Selasa (7/9/2021). Undang-undang itu merupakan persetujuan dagang pertama Indonesia yang mengatur PMSE dengan negara-negara di Asia Tenggara.
Perundingan Persetujuan ASEAN tentang PMSE dimulai pada awal 2017, lalu ditandatangani oleh para menteri ekonomi ASEAN pada 22 Januari 2019 di Hanoi, Vietnam.
Persetujuan ASEAN tentang PMSE terdiri atas 19 pasal yang secara garis besar mencakup beberapa ketentuan kerangka kerja sama, di antaranya infrastruktur teknologi dan informasi, perlindungan terhadap konsumen daring, keamanan transaksi elektronik, pembayaran elektronik, fasilitasi perdagangan, hak atas kekayaan intelektual, persaingan usaha, dan keamanan siber.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga, saat dihubungi, Rabu (8/9/2021), di Jakarta, berpendapat, beberapa jenis produk UMKM Indonesia sudah bersaing dan kompetitif di pasar internasional, seperti kerajinan dan makanan. Pemerintah bersama idEA telah memiliki gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia yang tujuannya mengajak warga di Indonesia membeli dan menggunakan produk lokal buatan UMKM.
Di dalam gerakan nasional tersebut, kementerian/lembaga bersama pengelola platform e-dagang, seperti lokapasar, turut terlibat mempromosikan atau ikut melatih mereka agar bisa menjalankan pemasaran daring. Setidaknya sudah ada 7,2 juta pelaku UMKM berpartisipasi dalam gerakan nasional itu.
”Kami harus sortir lagi siapa dari 7,2 juta pelaku UMKM itu yang siap go regional (ekspor ke negara-negara ASEAN) pasca-pengesahan UU tentang Persetujuan ASEAN tentang PMSE. Persetujuan ASEAN tentang PMSE bersifat norma dan segala ketentuan ekspor-impor barang melalui PMSE tetap harus tunduk aturan setiap negara,” ujarnya.
Bima menambahkan, beberapa perusahaan platform e-dagang anggota idEA telah menjadi fasilitator ekspor bagi UMKM atau export enabler. Mereka membantu mengurus segala keperluan ekspor UMKM.
Tidak semua UMKM siap dan secara berkelanjutan melayani permintaan dari pasar luar negeri. Beberapa UMKM yang sudah punya pasar dari luar negeri terkadang kelimpungan menanggapi volume produksi.
”Sistem produksinya masih bermasalah. Kemungkinan, mereka kekurangan modal. Dengan disahkannya UU tentang Persetujuan ASEAN tentang PMSE, Pemerintah Indonesia semestinya lebih maksimal lagi mengakomodasi UMKM melayani permintaan dari luar negeri melalui PMSE. Program dukungan permodalan dari negara, misalnya, perlu dioptimalkan kemudahan aksesnya ke UMKM,” kata Bima.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun, saat dihubungi terpisah, berpendapat, pengawasan pelaksanaan UU tentang Persetujuan ASEAN tentang PMSE merupakan hal yang penting. Sebab, Indonesia dengan jumlah penduduknya lebih dari 200 juta orang telah menjadi tujuan pasar yang menarik bagi pelaku perdagangan internasional, baik luring maupun daring. Jangan sampai, barang-barang buatan UMKM negara lain mudah masuk ke Indonesia, sementara tidak sebaliknya dengan produk UMKM Indonesia.
”Barang yang dijual ke pasar luar negeri semestinya punya jaminan mutu sehingga bisa mudah terserap. Barang seperti itu umumnya sudah terserap maksimal di pasar nasional,” katanya.
Ikhsan menambahkan, selain permodalan, para pelaku UMKM butuh dukungan kemudahan lain. Dari sisi perpajakan, misalnya, kalaupun ada kebijakan insentif pajak, mereka perlu diberikan kemudahan informasi mengakses.
Pusat Studi ASEAN Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada dalam artikel ”ASEAN Agreement On E-Commerce: What It Tries To Tackle” (2019)menyebutkan, terlepas dari adanya Persetujuan ASEAN tentang PMSE, setiap negara anggota ASEAN harus memberikan upaya bersama untuk mendukung pengembangan e-dagang regional, tetapi tidak terbatas pada memberlakukan undang-undang dan peraturan yang diperlukan tentang PMSE. Apabila ada penetapan regulasi yang diperlukan untuk mendukung itu, penegakan kerangka hukumnya penting dalam meningkatkan mutu layanan e-dagang.
Selain ketentuan hukum, setiap negara anggota perlu terus mengembangkan teknologi digital sebagai landasan agar e-dagang bisa berjalan, seperti infrastruktur telekomunikasi, sistem pembayaran daring yang mudah digunakan, dan jaringan distribusi barang yang efisien. Tanpa itu semua, dampak pertumbuhan perekonomian tidak akan progresif.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, Persetujuan ASEAN tentang PMSE dijadikan alat untuk mendorong kinerja perekonomian Indonesia melalui pemanfaatan PMSE. Dampak yang diinginkan adalah pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
”Dengan adanya Persetujuan ASEAN tentang PMSE, kami berharap bisa meningkatkan daya saing pelaku usaha dalam negeri, khususnya UMKM nasional, sehingga mereka bisa berpartisipasi dalam rantai nilai global,” kata Lutfi dalam siaran pers, Selasa (7/9/2021) malam.
Kontribusi PMSE mencapai 7 persen dari total produk domestik bruto di ASEAN. Pertumbuhan niaga elektronik di ASEAN diperkirakan tumbuh menjadi 200 miliar dollar AS pada 2025. Selama periode 2015-2019, niaga elektronik di ASEAN telah tumbuh hingga tujuh kali lipat dari 5,5 miliar dollar AS pada 2015 menjadi 38 miliar dollar AS pada 2019.
Sementara itu, nilai transaksi niaga elektronik Indonesia pada 2021 diperkirakan akan mencapai Rp 354,3 triliun atau meningkat sebesar 33,11 persen per tahun dibandingkan tahun 2020 yang hanya mencapai Rp 266,2 triliun. Dari sisi volume transaksi juga terdapat peningkatan signifikan, yaitu tumbuh 68,34 persen per tahun. Pada 2021, volume transaksi diprediksi mencapai 1,3 miliar transaksi atau naik sebesar 38,17 persen per tahun dibandingkan tahun 2020 yang hanya 925 juta transaksi.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyampaikan, ratifikasi Indonesia terhadap Persetujuan ASEAN tentang PMSE diharapkan akan menjadi bagian transformasi ekonomi digital Indonesia. Ratifikasi persetujuan itu akan menjadi payung hukum kerja sama menyangkut PMSE antarpemerintah di ASEAN.