Normal Baru ”Yo Wis Ben”
Kalau hal ini lagi-lagi menjadi pilihan pemerintah padahal sudah ada yang mengingatkan, ”yo wis ben” (ya sudahlah). Mau bagaimana lagi? Siap-siap saja untuk mengantisipasi risiko dan menerima konsekuensinya ke depan.
Normal baru era vaksinasi, itulah yang menjadi pilihan pemerintah. Memang, penerapan normal baru itu belum diumumkan secara resmi, tetapi arahnya sudah menuju ke sana. Agaknya, pemerintah memang telah siap dengan segala risiko dan konsekuensinya.
Uji coba pembukaan sejumlah mal beserta perpanjangan dan perluasannya, serta pembukaan 100 persen sejumlah industri berbasis ekspor menjadi indikasinya. Uji coba pembukaan 138 pusat perbelanjaan dengan sejumlah syarat, antara lain menunjukkan sertifikat vaksinasi digital, pengunjung dibatasi hanya 25 persen, dan tidak boleh makan di tempat, pada 10-16 Agustus 2021, diklaim sukses.
Berdasarkan pendataan sistem PeduliLindungi sepanjang pekan tersebut, sebanyak 1,015 juta orang dinyatakan lolos masuk mal dan 619 orang ditolak sistem dengan barbagai alasan sehingga tidak bisa masuk mal. Pengunjung dan karyawan mal juga dinilai sudah dispilin menerapkan protokol kesehatan.
Merujuk hal itu, pemerintah melanjutkan uji coba dengan menambah kapasitas pengunjung menjadi 50 persen dan mengizinkan makan di tempat selama 30 menit dengan kapasitas 25 persen atau hanya dua orang per meja. Selain itu, anak-anak di bawah usia 12 tahun masih dilarang, sedangkan penduduk berusia 70 tahun sudah diperbolehkan. Uji coba dalam konteks pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 itu akan berlangsung hingga 23 Agustus 2021.
Bersamaan dengan itu, uji coba pembukaan sejumlah industri berbasis ekspor secara penuh juga mulai bergulir per 16 Agustus 2021. Semua karyawan atau pekerja yang telah divaksin diizinkan bekerja, tetapi harus dibagi dalam dua sif kerja. Jumlah pekerja yang akan mengikuti uji coba itu sekitar 390.000 orang.
Dalam dua uji coba itu, pemerintah menegaskan bahwa pengelola mal dan pemilik industri wajib bertanggung jawab sepenuhnya. Jika terjadi kasus penularan, pemerintah akan menutup mal selama tiga hari, sedangkan industri lima hari. Jika uji coba tersebut berhasil, pemerintah akan memperluas dan menerapkannya di sektor-sektor lain, terutama pariwisata.
Pertimbangan pemerintah
Kenapa pemerintah memilih langkah itu dan apa dasarnya? Apakah lebih mendasarkan diri pada data epidemologis atau condong berat sebelah ke data dan kondisi sosial ekonomi?
Di sejumlah kesempatan, termasuk dalam pertemuan terbatas dengan Kompas pada 14 Agustus 2021, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, tidak ada negara yang bisa memprediksi kapan pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung 1,5 tahun lebih ini berakhir. Imbasnya sudah sangat menggerus ekonomi masyarakat kelas bawah dan mulai berpengaruh terhadap kehidupan sosial.
”Keputusan yang kami ambil ini berdasarkan calculated risk atau pertimbangan hati-hati dan terukur. Ekonomi bisa tetap jalan dengan baik dan terbatas dengan tetap meningkatkan penanganan sektor kesehatan melalui percepatan vaksinasi, protokol kesehatan ketat, pembatasan, dan penelusuran kontak erat,” ujarnya.
Keputusan yang kami ambil ini berdasarkan calculated risk atau pertimbangan hati-hati dan terukur. Ekonomi bisa tetap jalan dengan baik dan terbatas dengan tetap meningkatkan penanganan sektor kesehatan melalui percepatan vaksinasi, protokol kesehatan ketat, pembatasan, dan penelusuran kontak erat.
Baca juga:
- Uji Coba Normal Baru di Era Vaksinasi
- Mendag: Pemerintah Akan Berhati-hati dalam Uji Coba Pembukaan Mal
Lutfi menambahkan, sepanjang sekitar enam minggu PPKM darurat hingga level 4, pendapatan sebagian besar masyarakat berkurang drastis. Simpanan atau tabungan masyarakat kelas bawah yang dirumahkan atau tidak bekerja secara optimal rata-rata hanya bisa bertahan 3-4 minggu.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengonfirmasi hal itu, yakni rata-rata upah buruh, karyawan, dan pegawai pada Februari 2021 sebesar Rp 2,86 juta per bulan atau turun dari Februari 2020 yang sebesar Rp 2,911 juta per bulan. Dalam periode yang sama, rata-rata upah pekerja bebas di sektor pertanian juga turun dari Rp 1,070 juta menjadi Rp 1,031 juta.
Data BPS juga menunjukkan, pada triwulan II-2021 konsumsi rumah tangga memang sudah kembali di kisaran 5 persen seperti sebelum pandemi Covid-19. Namun, jika dibandingkan secara tahunan dengan basis pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2020 yang tumbuh minus 5,32 persen, komponen ini tumbuh sangat signifikan. Secara triwulan, konsumsi rumah tangga ini tumbuh 1,27 persen.
Hal ini seiring dengan data pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha di sektor perdagangan yang tumbuh 9,44 persen secara tahunan pada triwulan II-2021. Khusus perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya, pertumbuhannya 37,88 persen secara tahunan. Pada periode sama 2019 atau sebelum pandemi, perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya itu tumbuh 3,41 persen.
Sementara itu, konsumsi makanan dan minuman, sandang, bahkan kesehatan dan pendidikan masih tumbuh di kisaran 1-3,9 persen secara tahunan pada triwulan II-2021. Padahal, pada periode sama 2019 atau sebelum pandemi, komponen-komponen konsumsi rumah tangga tersebut tumbuh di kisaran 5-6,65 persen.
Hal ini menunjukkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2021 itu sebenarnya karbitan. Pertumbuhan itu lebih banyak ditopang oleh keberhasilan pemerintah menggerakkan konsumsi kelas menengah atas melalui insentif pajak penjualan atas kendaraan mewah (PPnBM) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penjualan rumah siap huni.
Baca Juga:
Dari sisi ekspor, Lutfi ingin kinerja yang positif sepanjang pandemi dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Di tengah tantangan lonjakan biaya pengapalan peti kemas ekspor yang mencapai 100 persen, permintaan masih ada. Biaya logistik tersebut biasanya ditanggung pembeli dari luar negeri atau importir sehingga tidak menjadi beban eksportir Indonesia.
”Mumpung pembelinya ada dan mau menanggung biaya logistik yang tinggi, ya kita manfaatkan peluang ini untuk menggenjot ekspor,” katanya.
BPS mencatat, berdasarkan komponen pengeluaran, ekspor barang dan jasa pada triwulan II-2021 tumbuh 31,78 persen secara tahunan. Faktor utamanya ialah pulihnya ekonomi sejumlah negara mitra yang mendorong permintaan dan kenaikan harga sejumlah komoditas global, terutama minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan batubara.
Sektor kesehatan atau penanganan pandemi Covid-19 juga tetap menjadi acuan pemerintah. Dalam pertemuan dengan Kompas bersama Lutfi, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, turunnya tren kasus Covid-19 secara nasional merupakan waktu yang tepat untuk mulai membuka aktivitas perekonomian secara bertahap. Hal ini perlu dilakukan mengingat tidak ada kepastian kapan pandemi berakhir.
”Kasus Covid-19 di Jakarta sudah mulai turun dan akan mulai dicoba membuka aktivitas perekonomian. Sementara untuk mengontrolnya, saya sudah berbicara kepada asosiasi pengusaha untuk melakukan tes reaksi berantai polimerase (PCR) secara acak di tempatnya masing-masing. Ini juga berlaku untuk semua kegiatan industri,” ujar Budi.
Baca juga : Tren Kasus Menurun, PPKM Jawa-Bali Diperpanjang hingga 23 Agustus
Baik Lutfi maupun Budi menyatakan, uji coba ini juga dalam rangka meningkatkan kedisiplinan masyarakat menerapkan protokol kesehatan ketat. Hal ini menjadi syarat utama, selain percepatan vaksinasi dan 3T (tes Covid-19, penelusuran kontak erat, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang terpapar Covid-19).
Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 per 16 Agustus 2021, secara nasional, angka kesembuhan harian bertambah sebanyak 29.925 orang per hari sehingga totalnya sejak kasus pertama diumumkan pada Maret 2020 menjadi 3.381.884 orang. Jumlah pasien terkonfirmasi positif bertambah 17.384 kasus sehingga totalnya menjadi 3.871.738 kasus.
Jumlah pasien yang meninggal juga bertambah 1.245 kasus sehingga totalnya menjadi 118.833 kasus. Sementara positivity rate (perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dan jumlah tes yang dilakukan) harian sebesar 22,18 persen dan positivity rate bulanan (8- 14 Agustus 2021) 21,72 persen.
Adapun terkait dengan vaksinasi, penerima vaksin pertama terus bertambah sebanyak 694.558 orang sehingga totalnya 54.382.680 orang dari target sasaran 208.265.720 orang. Sementara jumlah penerima vaksin kedua bertambah 412.701 orang sehingga totalnya menjadi 28.524.986 orang.
”Pemerintah sedang bekerja keras untuk mencapai 100 juta suntikan di akhir bulan ini. Saat ini, posisi Indonesia berada di urutan ke-9 di dunia jika dilihat dari jumlah yang disuntikkan,” ujar Budi dalam telekonferensi pers di Jakarta, Senin (16/8/2021).
Pemerintah sedang bekerja keras untuk mencapai 100 juta suntikan di akhir bulan ini. Saat ini, posisi Indonesia berada di urutan ke-9 di dunia jika dilihat dari jumlah yang disuntikkan.
Risiko dan konsekuensi
Beragam kritikan juga dilontarkan sejumlah kalangan. Mereka berharap agar pemerintah tidak buru-buru menerapkan normal baru era vaksinasi. Pemerintah diharapkan belajar dari pengalaman penerapan tahun lalu ketika terlalu dini menerapkan normal baru berbasis protokol kesehatan.
Percepatan penerapan normal baru berbasis protokol kesehatan tetap membuat Indonesia jatuh ke dalam resesi. Seiring dengan itu, kasus Covid-19 juga terus berfluktuasi sehingga lama ditangani dan kerap melonjak dua pekan setelah libur panjang. Namun, jika tetap memilih jalan itu atau membuat ekonomi dan kesehatan jalan beriringan, pemerintah harus berani menanggung risiko.
Pengamat kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebutkan, jika itu jadi pilihan, pemulihan ekonomi dan kasus Covid-19 bisa terus berfluktuasi. Pola pemulihan ekonominya nanti akan berbentuk huruf W.
Adapun ahli epidemologi Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, berpendapat, jika pilihan pemerintah seperti itu, risiko penularan Covid-19 masih akan tinggi dan sulit terkendali. Kurva kasusnya akan bergelombang atau kerap disebut sebagai kurva peaks and valleys. Konsekuensinya, pemulihan pandemi akan lebih lama sehingga penanganannya akan semakin melelahkan dan membutuhkan lebih banyak biaya (Kompas, 13/8/2021).
Baca juga : Jangan Buru-buru Terapkan Normal Baru Era Vaksinasi
Namun, agaknya pemerintah telah siap dengan segala risiko dan konsekuensinya. Total anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN) 2021 naik menjadi Rp 744,75 triliun. Anggaran kesehatan dan perlindungan sosial ditambah.
Dari jumlah tersebut, anggaran untuk kesehatan sebesar Rp 214,95 triliun atau naik dari sebelumnya yang sebesar Rp 193,9 triliun. Sementara itu, anggaran perlindungan sosial naik Rp 33,9 triliun menjadi Rp 187,8 triliun.
”Pada awalnya, pemerintah menganggarkan Rp 699,43 triliun untuk PC-PEN 2021. Namun, perkembangan kasus Covid-19, terutama merebaknya varian Delta di Indonesia, menyebabkan adanya perubahan anggaran,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin.
Sementara itu, lanjut Sri Mulyani, pada 2022, anggaran PC-PEN dialokasikan sebesar Rp 321 triliun atau lebih rendah dibandingkan pada tahun ini yang sebesar Rp 744,45 triliun. Dari jumlah itu, anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 115,9 triliun dan sisanya untuk PEN yang sebesar Rp 153,7 triliun dialokasikan untuk perlindungan sosial.
Jangan sampai uji coba ini kebablasan sehingga tanpa sadar masyarakat digiring memasuki normal baru era vaksinasi di tengah positivity rate yang masih tinggi kendati kasus mulai turun.
Uji coba yang dilakukan secara hati-hati dan terukur untuk penjajakan menuju normal baru era vaksinasi sudah telanjur jadi pilihan dan dilakukan, bahkan diperpanjang dan lebih longgar. Namun, jangan sampai uji coba ini kebablasan sehingga tanpa sadar masyarakat digiring memasuki normal baru era vaksinasi di tengah positivity rate yang masih tinggi kendati kasus mulai turun.
Kalau hal ini lagi-lagi menjadi pilihan pemerintah, padahal sudah ada yang mengingatkan, yo wis ben (ya sudahlah). Mau bagaimana lagi? Siap-siap saja untuk mengantisipasi risiko dan menerima konsekuensinya ke depan.
Baca juga: