Pembangunan Pasar Tradisional Ditopang Sistem Pergudangan
APPSI berharap agar pemerintah tidak hanya fokus membangun dan merevitalisasi pasar tradisional karena dananya cukup besar. Yang saat ini paling dibutuhkan pedagang pasar adalah penanganan pandemi Covid-19.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Program pembangunan dan revitalisasi pasar tradisional atau pasar rakyat di sejumlah daerah masih terus berlanjut di tengah pandemi Covid-19. Program tersebut dipadukan dengan pembangunan gedung nonsistem resi gudang untuk menyimpan sembako.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, tahun ini pemerintah akan membangun dan merevitalisasi 119 pasar tradisional dan dua gudang non-sistem resi gudang (SRG) di 107 kabupaten/kota. Sumber pembiayaannya berasal dari Dana Tugas Pembangungan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 567 miliar.
“Sejak akhir Maret hingga Mei 2021, daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) untuk 81 pasar tradisional sudah diterbitkan sehingga pembangunan atau revitalisasinya sudah bergulir,” kata Oke ketika dihubungi di Jakarta, Senin (28/6/2021).
Adapun pada 2022, Kementerian Perdagangan berencana membangun dan merevitalisasi 80 pasar tradisional dan tiga gudang non-SRG. Dana Tugas Pembangunan Tahun Anggaran 2022 yang dialokasikan untuk program tersebut Rp 545 miliar.
Menurut Oke, tahun depan pemerintah akan memprioritaskan pembangunan pasar tradisional di Papua dan Papua Barat. Pasar-pasar tersebut akan dibangun di Kabupaten Raja Ampat, Pegunungan Arfak, Merauke, Jayawijaya, Jayapura, Nabire, Yapen, Boven Digoel, Sarmi, Keerom, Mamberamo Raya, dan Dogiyai.
Tahun depan, pemerintah akan memprioritaskan pembangunan pasar tradisional di Papua dan Papua Barat.
Pemerintah akan membangun gudang non-SRG di Jayapura untuk menyimpan stok sembako. Prioritas pembangunan pasar dan gudang tersebut berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Selain itu, lanjut Oke, Kementerian Perdagangan akan membangun tiga pasar tradisional dan satu gudang non-SRG di Aruk, Kabupaten Ambas, Kalimantan Tengah, serta dua pasar tradisional dan satu gudang non-SRG di Motaain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Aruk berbatasan dengan Malaysia, sedangkan Motaain berbatasan dengan Timor Leste.
Pembangunan tersebut merujuk pada Inpres Nomor 1 Tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi pada Kawasan Perbatasan Negara di Aruk, Motaain, dan Skouw. “Pembangunan pasar dan gudang tersebut diharapkan dapat semakin menggeliatkan ekonomi masyarakat setempat. Di sisi lain, kebutuhan pokok masyarakat bisa terpenuhi dengan harga yang lebih terjangkau,” ujarnya.
Pembangunan pergudangan non-SRG ini diperlukan untuk menopang distribusi sembako di pasar tradisional di daerah tersebut sekaligus mendukung logistisk tol laut. Kementerian Perhubungan mencatat, pada 2020 sudah ada 26 trayek tol laut yang terintegrasi dengan 28 trayek jembatan udara (angkutan udara) dan 13 trayek angkutan barang perintis darat.
Pada 2020 dari 26 trayek tol laut, total muatan berangkat sebanyak 13.825 TEUs dan muatan balik 4.303 TEUs. Hingga Mei 2021, total muatan berangkat sebanyak 5.963 TEUs dan muatan balik 2.068 TEUs.
Untuk muatan berangkat biasanya berupa beras, minyak goreng, gula, tepung terigu, minuman mineral dalam kemasan, makanan-minuman ringan, dan mi instan. Adapun untuk angkutan balik antara lain berupa balok kayu, kopra, buah kelapa, kerajinan, penganan khas daerah, dan produk-produk perikanan dan kelautan.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran berharap agar pembangunan dan revitalisasi pasar tradisional terus berlanjut di tengah pandemi Covid-19. Ia juga mengingatkan agar pemerintah daerah memprioritaskan para pedagang lama di pasar dan tidak menarik sewa ataupun retribusi terlalu tinggi.
Sejak pandemi berlangsung tahun lalu, omzet para pedagang pasar tradisional turun drastis sehingga sulit untuk membayar sewa lapak atau kios dan restribusi pasar. Untuk pedagang sembako, sayur, serta daging dan ikan segar, omzetnya turun antara 30-40 persen, sedangkan omzet pedagang elektronik, mainan, pakaian, dan perkakas rumah tangga turun lebih dari 60 persen.
“Kami sudah meminta pengelola pasar untuk meringankan beban kami dengan tidak menarik biaya sewa lapak atau kios,” kata Ngadiran.
Ia juga berharap agar pemerintah pusat dan daerah tidak hanya fokus membangun dan merevitalisasi pasar tradisional karena dananya cukup besar. Yang saat ini paling dibutuhkan pedagang pasar adalah penanganan pandemi Covid-19 di setiap pasar tradisional.
Banyak fasilitas pendukung penanganan pandemi di pasar tradisional yang kurang diperhatikan pengelola pasar di saat kasus positif Covid-19 rendah. Hal itu mulai dari ketersedian tempat mencuci tangan, sabun atau penyanitasi tangan, dan alat pengukur suhu tubuh, serta penyemprotan disinfektan secara berkala.
“Yang kerap saya jumpai adalah pengunjung pasar masuk tanpa diukur suhu tubuhnya. Selain itu, kerap kali air di tempat cuci tangan tidak mengalir. Kalaupun airnya mengalir, sabunnya sudah habis,” ujarnya.
Yang saat ini paling dibutuhkan pedagang pasar adalah penanganan pandemi Covid-19 di setiap pasar tradisional.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) pada 24 Juni 2021 merilis, sebanyak 153 kasus baru positif Covid-19 terjadi di 28 pasar dan 19 orang meninggal. Dengan demikian, sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan di Indonesia pada 2 Maret 202, jumlah total kasus positif Covid-19 di 321 pasar tradisional di Indonesia menjadi 1.934 kasus dan 89 orang di antaranya meninggal dunia.