APEC: Perdagangan sebagai Kekuatan Mewujudkan Kebaikan Global
APEC berkomitmen menggunakan perdagangan sebagai kekuatan untuk kebaikan global. Sementara RI meminta APEC yang sering berperan sebagai katalisator suatu prakarsa perlu memberikan dukungan terhadap TRIPS Waiver.
Oleh
hendriyo widi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara yang tergabung dalam forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik atau APEC berkomitmen untuk mengakselerasi vaksin dan barang-barang lain pendukung penanganan Covid-19. Perdagangan lintas negara di era pandemi Covid-19 ini diharapkan menjadi kekuatan untuk mewujudkan kebaikan dan solidaritas global.
Komitmen ini merupakan salah satu poin yang tertuang dalam pernyataan bersama Pertemuan Para Menteri yang Bertanggung Jawab di Bidang Perdagangan Anggota APEC (APEC-MRT 2021) yang digelar secara hibrida di Wellington, Selandia Baru, Sabtu (5/6/2021). Selain tentang perdagangan vaksin, APEC-MRT juga mendukung peningkatan perdagangan multilateral dan pengembangan ekonomi digital untuk menopang bisnis.
”Saat ini, dunia tengah menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi terbesar. Setiap negara harus bersama-sama mengatasinya, termasuk di sektor perdagangan barang, terutama vaksin dan produk-produk lain pendukung penanganan Covid-19. Dalam konteks ini, APEC berkomitmen menggunakan perdagangan sebagai kekuatan untuk kebaikan,” kata Menteri Perdagangan dan Pengembangan Ekspor Selandia Baru Damien O’Connor dalam siaran pers, Minggu (6/6/2021).
APEC berkomitmen menggunakan perdagangan sebagai kekuatan untuk kebaikan.
APEC merupakan forum kerja sama 21 negara di lingkar Samudra Pasifik. Dalam laporannya berjudul ”APEC at a Glance 2021”, semua anggota ekonomi APEC mewakili 38 persen penduduk dunia (2,9 miliar jiwa), 47 persen dari perdagangan global (24 triliun dollar AS), dan 61 persen total pendapatan domestik bruto dunia (53 triliun dollar AS).
Untuk merealisasikan komitmen tersebut, lanjut O’Connor, para menteri sepakat untuk mempercepat aliran vaksin dan barang-barang lain terkait penanganan Covid-19 dengan menghilangkan pembatasan perdagangan yang meningkatkan biaya vaksin dan barang-barang yang mendukungnya. Para menteri juga akan membuat pedoman bagi otoritas bea cukai untuk memastikan vaksin tidak terhambat di pelabuhan ataupun bandara.
”Kami akan menghapus hambatan untuk layanan pengiriman dan logistik yang mendukung perdagangan vaksin dan barang-barang lain terkait penanganan Covid-19 untuk membantu memerangi pandemi,” ujarnya.
APEC mencatat, tarif atau bea masuk vaksin kawasan APEC terbilang rendah, yakni sekitar 0,8 persen. Namun, tarif barang-barang lain yang penting dalam rantai pasok vaksin dan penanganan Covid-19 lebih tinggi. Larutan alkohol, peralatan pembekuan, bahan pengemas dan penyimpanan, botol dan sumbat karet rata-rata di atas 5 persen. Bahkan, di beberapa negara anggota APEC, bea masuknya mencapai 30 persen.
Selandia Baru sebagai tuan rumah APEC 2021 menginisiasi agar tarif vaksin dan barang-barang lain yang terkait penanganan Covid-19 dibebaskan atau ditekan untuk sementara. Hal ini masih belum tuntas dibahas dalam APEC-MRT. Namun, para menteri sepakat untuk mempertimbangkan cara-cara memfasilitasi perdagangan pasokan medis yang termasuk dalam daftar penanganan Covid-19 Organisasi Kepabeanan Dunia (WCO) sebelum Pertemuan Tingkat Menteri APEC pada November 2021.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang menghadiri APEC-MRT 2021 secara virtual dari Moskwa, Rusia, menekankan pentingnya akses vaksin serta obat-obatan dan sarana penunjang penanganan pandemi Covid-19 diperlukan untuk memulihkan ekonomi, termasuk di sektor perdagangan dan pariwisata. Negara-negara anggota APEC berperan penting untuk memperkuat fasilitasi dan akses ketersediaan vaksin, termasuk peningkatan produksi dan distribusi vaksin yang merata, khususnya bagi negara-negara berkembang dan tertinggal.
Saat ini, lanjut Lutfi, masih terdapat kesenjangan yang sangat signifikan antara produksi vaksin dan kebutuhan dunia. Hasil studi APEC menyebutkan, total kebutuhan vaksin dunia sebanyak 14,2 miliar dosis, sementara produksi vaksin global saat ini baru sekitar 413 juta dosis atau 2,9 persen dari total kebutuhan dunia.
Kesenjangan ini juga diperburuk dengan distribusi vaksin yang tidak merata. Selain masih rendahnya produksi vaksin global, kesenjangan distribusi vaksin juga dipengaruhi isu terkait hak paten atau hak atas kekayaan intelektual (HAKI).
”APEC sebagai forum ekonomi Asia Pasifik berkomitmen menggunakan perdagangan sebagai kekuatan untuk kebaikan Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Waiver yang sedang bergulir di forum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO),” ujarnya.
APEC sebagai forum ekonomi Asia Pasifik yang sering berperan sebagai katalisator suatu prakarsa perlu memberikan dukungan terhadap TRIPS Waiver yang sedang bergulir di forum WTO.
Proposal TRIPS Waiver yang diusulkan India dan Afrika Selatan ini menekankan penghentian sementara ketentuan hak paten atau HAKI untuk mendorong produksi dan distribusi vaksin Covid-19 sebagai bentuk solidaritas global dalam percepatan penanganan pandemi. Pada 10 Mei 2021, Indonesia resmi menjadi co-sponsor TRIPS Waiver.
Sementara itu, Direktur Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti berpendapat, komitmen negara-negara anggota APEC untuk mengakselerasi akses vaksin serta obat-obatan dan peralatan penunjang penanganan Covid-19 perlu diperkuat. Percepatan akses di bidang perdagangan tersebut tidak hanya mencakup tarif impor, hambatan bea cukai, dan kelancaran logistik, tetapi juga hak paten.
Masalah mendasar dari suplai vaksin dan obat-obatan penunjangnya terkait erat dengan hak paten. Produksinya masih terbatas karena hanya dibuat oleh perusahaan-perusahaan pemegang hak paten atau perusahaan-perusahaan yang bekerja sama dengan para pemegang hak paten tersebut.
”Produksi vaksin dan obat-obatan penunjangnya secara massal hanya bisa terjadi jika hak paten tersebut diabaikan sementara. Salah satunya dengan mendorong keberterimaan TRIPS Waiver. Indonesia sebagai co-sponsor proposal tersebut diharapkan bisa memberikan pengaruh pada kawasan APEC untuk turut memperjuangkannya di forum WTO,” katanya.
Pada 2021, ekonomi kawasan APEC diperkirakan tumbuh 6,3 persen setelah terkontraksi atau tumbuh minus 1,9 persen pada 2020. Faktor penopang pertumbuhan tersebut adalah peningkatan kuat konsumsi domestik dan permintaan global yang selama ini tertunda akibat pandemi Covid-19. Proyeksi itu juga mempertimbangkan vaksinasi di sejumlah negara kendati masih belum merata.
Pandemi Covid-19 menyebabkan kinerja ekspor perdagangan Indonesia dengan kawasan APEC turun. Pada 2020, total nilai ekspor Indonesia ke kawasan APEC sebesar 117,8 miliar dollar AS, turun 3,04 persen dibandingkan dengan nilai ekspor pada 2019 yang sebesar 121,5 miliar dollar AS.