Menanti Duet Badan Pangan Nasional dan BUMN Pangan
Duet Badan Pangan Nasional dan ”holding” BUMN Pangan akan semakin memperkuat tata niaga dan kelola pangan nasional. Keduanya bisa saling mengisi satu sama lain untuk menggarap sektor hulu, tengah, dan hilir pangan.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
Tahun ini, tata niaga dan kelola pangan nasional akan memasuki babak baru. Pemerintah akan segera meluncurkan Lembaga Otoritas Pangan atau Badan Pangan Nasional dan melahirkan holding Badan Usaha Milik Negara Pangan. Keduanya diharapkan menjadi ”duet maut” untuk membenahi tata niaga dan kelola pangan Nusantara.
Pembentukan Badan Pangan Nasional ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Adapun pembentukan holding (perusahaan induk) BUMN Pangan sudah dijajaki pemerintah sejak pertengahan 2020.
Dalam wawancara dengan Kompas pada awal Mei 2021, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, Badan Pangan Nasional sebentar lagi akan diluncurkan. Badan baru ini akan bertanggung jawab untuk mengendalikan harga dan memenuhi kebutuhan sembilan bahan pangan pokok di dalam negeri.
Nantinya, Perum Bulog akan lepas dari Kementerian BUMN dan melebur ke badan ini dengan peran sebagai pengendali harga dan stok pangan. ”Intinya, badan yang akan langsung bertanggung jawab ke Presiden ini sudah final, tinggal ditandatangani, kemudian diluncurkan,” ujarnya.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa, Minggu (16/5/2021), mengapresiasi positif pembentukan Badan Pangan Nasional. Pembentukan lembaga yang tertunda sejak sembilan tahun lalu ini diharapkan dapat memperbaiki tata niaga dan kelola pangan nasional.
Selama ini proses kebijakan pangan mulai dari pendataan, penentuan impor, hingga penciptaan dan pengelolaan lahan-lahan pangan ditangani beragam kementerian dan lembaga. Kehadiran Badan Pangan Nasional yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden ini akan semakin mengefisienkan proses kebijakan pangan.
Menurut Dwi, rantai kebijakan dan koordinasi menyangkut pangan nasional yang panjang dan berbelit akan terpangkas. Beragam kepentingan dan ego sektoral kementerian atau lembaga yang selama ini mengurusi tata niaga dan kelola pangan, terutama menyangkut impor pangan, akan sangat berkurang.
”Proses pembentukan badan ini cukup lama diputuskan pemerintah karena bakal memangkas kewenangan beberapa kementerian dan lembaga terkait pangan. Dengan keberadaan Badan Pangan Nasional, kebijakan pangan bisa terpusat pada satu lembaga sehingga jika terjadi persoalan, tidak ada lagi saling lempar tanggung jawab,” kata Dwi saat dihubungi di Jakarta.
Rantai kebijakan dan koordinasi menyangkut pangan nasional yang panjang dan berbelit akan terpangkas. Beragam kepentingan dan ego sektoral kementerian atau lembaga yang selama ini mengurusi tata niaga dan kelola pangan, terutama menyangkut impor pangan, akan sangat berkurang.
Dwi juga berpendapat, dengan meleburnya Bulog dalam badan tersebut, Bulog bisa kembali pada khitahnya, yaitu menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harga pangan. Peran Bulog sebagai operator stabilitas harga dan stok pangan ini akan bermuara pada kesejahteraan petani. Tentu hal ini perlu diikuti dengan reorientasi peran, perkuatan Bulog, dan melibatkan Bulog dalam penyaluran bantuan pangan nontunai (BPNT).
Sementara Kementerian BUMN berupaya mempercepat pembentukan holding BUMN Pangan yang beranggotakan sembilan BUMN. Tujuannya adalah memperkuat dan menyelaraskan bisnis tujuh BUMN yang menangani pangan serta dua BUMN yang memiliki lini usaha perdagangan dan logistik.
BUMN-BUMN tersebut adalah PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI, PT Pertani (Persero), PT Sang Hyang Seri (Persero) atau SHS, PT Garam (Persero), PT Perikanan Nusantara (Persero) atau Perinus, Perum Perikanan Indonesia atau Perindo, PT Berdikari (Persero), PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR Logistics, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI. Badan-badan usaha berpelat merah itu akan ”dikomandani” PT RNI.
”Saat ini, pembentukan holding tersebut sudah dalam tahap pembentukan Panitia Antar-Kementerian untuk menyusun RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) tentang Penggabungan BUMN Pangan,” kata Direktur Utama PT RNI Arief Prasetyo Adi melalui siaran pers.
Menteri BUMN Erick Thohir telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-144/MBU/05/2021 tentang pembentukan panitia tersebut pada 5 Mei 2021. Sejumlah BUMN juga akan digabung menjadi satu perusahaan, seperti BGR Logistics dengan PT PPI, PT Pertani dengan PT SHS, dan PT Perinus dengan Perindo.
Arief menambahkan, sejak tahun lalu, PT RNI telah menginisiasi sejumlah kolaborasi antar-BUMN Kluster Pangan melalui beberapa program strategis. Beberapa program itu, misalnya, kerja sama offtaker dan distribusi, proyek percontohan pengembangan lahan pertanian untuk meningkatkan produktivitas padi, serta memperkuat pergudangan dan logistik komoditas strategis, seperti gula dan daging.
Dwi berpendapat, duet Badan Pangan Nasional dan holding BUMN Pangan ini akan semakin memperkuat tata niaga dan kelola pangan nasional. Kebijakan pangan yang menjadi area Badan Pangan Nasional dan komersialisasi pangan yang merupakan area BUMN Pangan diharapkan berjalan selaras.
”Keduanya bisa saling mengisi dan melengkapi satu sama lain untuk menggarap sektor hulu, tengah, dan hilir pangan nasional. Apalagi kehadiran PT PPI dan BGS Logistics akan memperkuat lini perdagangan dan distribusi produk-produk produsen pangan, terutama petani,” katanya.
Keduanya bisa saling mengisi dan melengkapi satu sama lain untuk menggarap sektor hulu, tengah, dan hilir pangan nasional. Apalagi kehadiran PT PPI dan BGS Logistics akan memperkuat lini perdagangan dan distribusi produk-produk produsen pangan.
Pangan selalu menjadi persoalan tahunan Indonesia, teruma jika sudah menyangkut impor. Kehadiran Badan Pangan Nasional dan BUMN Pangan diharapkan menjadi penyegar dan solusi mengurai ”kisah klasik” pangan nasional.
”Urusan pangan merupakan hidup matinya sebuah bangsa,” begitu pesan Presiden pertama RI Soekarno saat berpidato dalam acara peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia yang kemudian menjadi Institut Pertanian Bogor pada 27 April 1952.