Mengincar Pemulihan, Memperjuangkan Solidaritas Global
Indonesia mengincar pasar ekspor negara-negara yang ekonominya mulai pulih dari imbas Covid-19. Di sisi lain, Indonesia pun turut berjuang bersama negara-negara berkembang lain untuk mendapatkan akses kesataraan vaksin.

Truk membawa peti kemas yang baru diturunkan dari kapal barang di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (15/3/2021).
Ekspor menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2021. Untuk mempertahankannya, Indonesia mengincar pasar ekspor negara-negara yang ekonominya mulai pulih dari imbas pandemi Covid-19.
Di sisi lain, Indonesia juga turut berjuang bersama negara-negara berkembang lain untuk mendapatkan akses kesataraan vaksin Covid-19. Salah satunya dengan menjadi co-sponsor proposal pengabaian sementara hak atas kekayaan intelektual (HAKI) yang diajukan India dan Afrika Selatan, yaitu Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Waiver.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan perdagangan barang dunia pada 2021 tumbuh 8 persen secara tahunan. Pada 2020 pertumbuhannya anjlok menjadi sebesar 5,3 persen lantaran merebaknya Covid-19.
Seiring dengan mulai menggeliatnya perdagangan dunia, ekspor Indonesia tumbuh positif. Pada triwulan I-2021, misalnya, ekspor barang dan jasa Indonesia tumbuh 6,74 persen dengan pertumbuhan khusus ekspor nonmigas sebesar 11,63 persen. Pertumbuhan ekspor yang positif ini memberikan bantalan kuat terhadap ekonomi Indonesia yang masih tumbuh minus 0,74 persen.
Berdasarkan kajian Kementerian Perdagangan tentang Tinjauan Perdagangan dan Ekonomi Indonesia 2021 yang dikutip Kompas, Jumat (14/5/2021), faktor utama penopang tren positif pertumbuhan ekspor adalah pemulihan sejumlah negara tujuan ekspor. Hal itu mengungkit permintaan global dan mengerek sejumlah harga komoditas global.
Faktor utama penopang tren positif pertumbuhan ekspor adalah pemulihan sejumlah negara tujuan ekspor. Hal itu mengungkit permintaan global dan mengerek sejumlah harga komoditas global.

20 besar negara yang telah menyediakan vaksin bagi warganya per 25 April 2021.
Permintaan dua negara pangsa ekspor Indonesia terbesar, China (19,46 persen) dan Amerika Serikat (11,4 persen), mulai menanjak. China dan AS merupakan dua negara dengan tingkat penyediaan vaksin Covid-19 tertinggi. Per 25 April 2021, dari total 1,010 milar dosis vaksin yang telah diberikan di 172 negara, AS dan China menempati peringkat ke-1 dan ke-2 sebagai negara yang telah mendapatkan vaksin terbanyak, yaitu masing-masing 225,640 juta dosis dan 216,084 juta dosis.
”Faktor terpenting sekarang adalah melihat bagaimana penanganan Covid-19 di negara-negara mitra. Kalau Covid-19 tidak beres, prospek ekonomi juga pasti tidak akan beres,” kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.
Baca juga : Laju Vaksinasi Dorong Kinerja Ekspor
Sementara sejak Mei 2020, tren harga beberapa komoditas mulai meningkat dan bakal mengalami fase siklus super. Per Maret 2021, harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) tembus 1.031,1 dollar AS per metrik ton, tumbuh 65,14 persen secara tahunan. Harga komoditas lain, seperti karet mentah dan batubara, masing-masing tumbuh 24,62 persen dan 31,61 persen.
VP Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani mengingatkan, Indonesia tidak bisa selalu mengandalkan komoditas mentah lantaran harganya kerap berfluktuasi tergantung kondisi pasar global. Membaiknya harga CPO didorong peningkatan permintaan dari China dan pelemahan mata uang dollar AS akibat gelontoran stimulus Pemerintah AS.
Permintaan dari China itu merupakan permintaan yang tertunda sehingga terjadi lonjakan untuk memenuhi kebutuhan negara tersebut. Sementara itu, jika ekonomi AS semakin membaik, Pemerintah AS akan mengurangi stimulus dan bank sentral AS, The Federal Reserve, akan menaikkan suku bunga acuan.
”Apabila permintaan China kembali normal dan dollar AS kembali menguat, harga CPO berpotensi turun kembali. Kendati banyak kalangan memperkirakan siklus super komoditas, terutama CPO, akan berlangsung selama dua tahun, para pemangku kepentingan di sektor tersebut tetap perlu berhati-hati dan jangan sampai terlena,” katanya.
Kendati banyak kalangan memperkirakan siklus super komoditas, terutama CPO, akan berlangsung selama dua tahun, para pemangku kepentingan di sektor tersebut tetap perlu berhati-hati dan jangan sampai terlena.
Baca juga : Jaga Tren Positif Ekspor

Seorang pekerja merapikan tandan buah segar dari truk yang diturunkan ke lori di pabrik PT Sawit Sumbermas Saran Tbk (SSMS) di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Kamis (29/4/2021). PT SSMS memproduksi minyak kelapa sawit mentah (CPO) dengan total kapasitas produksi sebesar 2.500 ton per hari.
Solidaritas global
Sembari mendorong ekspor, Indonesia turut memperjuangkan solidaritas global dalam hal keadilan dan kesetaraan vaksin. Pada 10 Mei 2021 Indonesia secara resmi menyampaikan keputusan menjadi co-sponsor pada 10 Mei 2021. Hal itu tertuang dalam dokumen Dewan TRIPS WTO Nomor 21-3946 yang isinya, ”Melalui komunikasi tertanggal 10 Mei 2021, delegasi Indonesia telah meminta ditambahkan ke daftar sponsor pengajuan yang diedarkan dalam dokumen IP/C/W/669”.
Dokumen IP/C/W/669 itu merujuk pada Proposal TRIPS Waiver yang diajukan India dan Afrika Selatan. Proposal bertajuk ”Waiver from Certain Provisions of The TRIPs Agreement for The Prevention, Containment, and Treatment of Covid-19” itu menekankan permintaan pengabaian sementara ketentuan tertentu dalam Perjanjian TRIPS WTO, seperti HAKI atau paten, rahasia dagang, dan desain industri untuk mempercepat penanganan, pencegahan, dan pengobatan Covid-19.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, dengan menjadi co-sponsor Proposal TRIPS Waiver, Indonesia bisa berperan dan berpartisipasi lebih aktif memperjuangkan proposal tersebut. Artinya, Indonesia bisa langsung terlibat bahkan memimpin bersama anggota co-sponsor lain dalam perundingan proposal itu.
Sebagai negara berkembang, Indonesia mempunyai kewajiban moral untuk memperkuat posisi negara berkembang dalam perundingan itu. Tujuannya adalah mendorong akses terhadap kebutuhan vaksin yang distribusinya masih tidak merata, terutama di negara-negara berkembang dan miskin.
”Bila Indonesia tidak bergabung sebagai co-sponsor, posisi Indonesia akan sama dengan negara-negara anggota WTO lain yang masih mengambil posisi menunggu atau pasif,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta, Rabu sore (12/5/2021).
Proposal itu, lanjut Djatmiko, juga bisa menjadi sarana peningkatan kerja sama dalam penyediaan, jaminan akses, dan produksi massal vaksin, termasuk di Indonesia.
Baca juga : Jadi ”Co-Sponsor” TRIPS Waiver, RI Siap Perjuangkan Solidaritas Global

Warga antre untuk mendapatkan vaksin Covid-19 di Mumbai, India, Senin (26/4/2021). Vaksinasi terus digenjot di tengah penyebaran varian baru Covid-19 yang menyebar lebih cepat di India daripada tempat lain di dunia. Hal ini mengejutkan pihak berwenang dan membuat sistem kesehatan di India kolaps.
Peneliti Third World Network, Lutfiyah Hanim, menuturkan, proses perundingan proposal ini tidak mudah, penuh tantangan, dan rentan intervensi. Masih ada sejumlah negara maju anggota WTO yang menolak proposal ini kendati AS telah menyatakan diri mendukung TRIPS Waiver.
Ia berharap perundingan TRIPS Waiver tidak berlarut-larut. Pasalnya, akselerasi peningkatan produksi yang pesat secara global merupakan solusi penting mengatasi masalah kekurangan dan aksesibilitas pada vaksin, obat, alat diagnostik, serta alat kesehatan yang diperlukan dalam penanganan pandemi Covid-19.
”Proposal TRIPS Waiver ini sangat penting untuk menghentikan monopoli industri farmasi atas perlindungan kekayaan intelektual yang membatasi akses masyarakat pada vaksin, obat-obatan, tes diagnostik, dan teknologi medis lain yang dibutuhkan terkait penanganan pandemi,” kata Lutfiyah.
Sementara Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) pada 4 Mei 2020 mengingatkan, tren pemulihan ekonomi global akan terus berlanjut. Tahun ini, ekonomi global diperkirakan tumbuh 5 persen. Namun, pemulihan ekonomi itu bakal tidak merata lantaran distribusi vaksin yang tidak merata akan memengaruhi kemampuan negara-negara untuk pulih dari krisis.
Per 31 Maret 2021, UNCTAD mencatat, dosis vaksin yang diberikan per 100 orang sangat bervariasi di sejumlah negara. Afrika tertinggal jauh dengan hanya 0,6 persen populasi yang divaksinasi dibandingkan Asia (2,1 persen), Eropa (12,7 persen), Amerika Selatan (6,7 persen), dan Amerika Utara (18,8 persen).
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dari 700 juta dosis yang sudah diberikan sampai April 2021, tidak sampai 1 juta dosis diberikan ke negara miskin. Hampir 500 juta dosis disuntikkan untuk warga di AS dan China. Sisanya terbagi ke beberapa negara lain di Asia, Eropa, dan Amerika.
Baca juga : Menanti Keputusan WTO atas TRIPS Waiver

184 negara telah memulai vaksinasi Covid-19. Berdasarkan data Reuters Covid-19 Vaccination Tracker per 14 Mei 2021, sebanyak 55 persen orang di 184 negara telah divaksin setidaknya satu kali dosis tersebar di negara-negara berpenghasilan tinggi, seperti Amerika Serikat (46,9 persen), Inggris (53,4 persen), Jerman (34,3 persen), Kanada (41,4 persen), dan Israel (59,9 persen).
Baca juga : Bisnis dan Kemanusiaan