Di tengah merosotnya perdagangan barang global pada paruh pertama 2020 sebesar 14 persen, ekspor-impor barang medis tumbuh 16 persen. Nilai bisnis vaksin juga diperkirakan melonjak jadi 65,1 miliar dollar AS pada 2023.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
Bisnis obat-obatan dan sarana-prasarana medis, termasuk alat pelindung diri, berkembang pesat di era pandemi. Di tengah merosotnya perdagangan barang di dunia pada paruh pertama 2020 sebesar 14 persen, ekspor dan impor barang medis tumbuh 16 persen.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam laporannya, ”Trade in Medical Goods in The Context of Tackling Covid-19: Development in The First Half of 2020” pada 22 Desember 2020 menyebutkan, ekspor-impor barang medis pada paruh pertama 2020 senilai 1.139 miliar dollar AS. Pada periode sama 2019, nilainya 938 miliar dollar AS.
Dari nilai tersebut, ekspor-impor barang medis khusus penanganan Covid-19 pada semester I-2020 senilai 191,725 miliar dollar AS, tumbuh 30,8 persen dibandingkan dengan periode sama 2019. Produk-produk khusus tersebut mencakup disinfektan, masker wajah, sarung tangan, sabun dan pembersih tangan, monitor dan oksimeter denyut jantung, hazmat, alat sterilisasi, jarum suntik, termometer, alat pemindaian ultrasonik, ventilator, masker oksigen, serta peralatan sinar-x.
Negara-negara importir terkemuka produk medis khusus penanganan Covid-19 tumbuh dua digit dari tahun 2019. Pertumbuhan tertinggi adalah Perancis (62 persen) dan Italia (52 persen). Adapun China menjadi eksportir produk medis khusus penanganan Covid-19 terbesar dalam paruh pertama 2020. Nilai ekspornya secara tahunan meningkat tiga kali lipat dari 18 miliar dollar AS menjadi 55 miliar dollar AS.
Data itu menunjukkan, produk-produk farmasi dan sarana-prasarana kesehatan menjadi bisnis yang menggiurkan di era pandemi Covid-19. Apalagi, hampir setiap negara di dunia membuka akses besar-besaran bagi barang-barang medis itu. Banyak negara memangkas bea masuk barang-barang itu secara sementara.
Produk-produk farmasi dan sarana-prasarana kesehatan menjadi bisnis yang menggiurkan di era pandemi Covid-19.
Negara-negara yang tergabung dalam G-20, misalnya, menerapkan pemotongan sementara pada bea masuk 16,6 persen untuk alat pelindung diri dan pembebasan bea untuk obat-obatan. Sementara di Kanada, Argentina, Indonesia, Rusia, Inggris, dan negara-negara Uni Eropa, dalam beberapa kasus, pengurangan tarif juga diikuti pemangkasan Pajak Pertambahan Nilai.
Itu baru paruh pertama 2020. Bisnis di sektor perdagangan barang medis itu akan semakin menggiurkan dan tumbuh pesat hingga akhir 2020 dan kemudian akan berlanjut pada 2021. Apalagi dengan mulainya vaksinasi massal Covid-19 di berbagai belahan dunia.
WTO, mengutip hasil survei manufaktur Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) yang diterbitkan Agustus 2020, menyebutkan, ada kapasitas untuk memproduksi setidaknya 2-4 miliar dosis vaksin Covid-19 sebelum akhir 2021.
Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Global Alliance for Vaccines and Immunisation (GAVI) menyebutkan, ada 2 miliar dosis vaksin Covid-19 yang harus didistribusikan pada akhir 2021 dengan alokasi setiap negara sebanyak 20 persen dari populasi bagi kelompok sasaran yang diprioritaskan.
Pada Juli 2020, Fortune Business Insight menyebutkan, pada 2019, nilai bisnis vaksin pasar global 46,88 miliar dollar AS. Pada 2023 dan 2027, nilai bisnis vaksin ini diperkirakan melonjak masing-masing menjadi 65,1 miliar dollar AS dan 104,87 miliar dollar AS.
Pada 2023 dan 2027, nilai bisnis vaksin ini diperkirakan melonjak masing-masing menjadi 65,1 miliar dollar AS dan 104,87 miliar dollar AS.
Indonesia telah memulai vaksinasi bagi kelompok sasaran yang diprioritaskan. Pemerintah mengalokasikan Rp 73 triliun untuk vaksinasi Covid-19 gratis ini. Menurut rencana, 181,5 juta penduduk atau sekitar 70 persen dari jumlah penduduk akan divaksin untuk menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity).
Setiap penduduk membutuhkan dua kali vaksin sehingga jumlah vaksin yang dibutuhkan 363 juta dosis. Ditambah dengan cadangannya, setidaknya hingga akhir 2021, Indonesia membutuhkan 426 juta dosis vaksin Covid-19. Jika tidak ada halang rintang, pemerintah memperkirakan vaksinasi tuntas dalam kurun waktu 15 bulan atau pada Maret 2022.
Melihat jumlah dosis vaksin yang dibutuhkan, ini sangat menggiurkan dari sisi bisnis. Tak heran jika semula Pemerintah Indonesia sempat berencana membuka jalur vaksinasi mandiri. Dari target 107 juta penduduk Indonesia yang akan divaksinasi, sekitar 30 persen diberi vaksin gratis, sedangkan 70 persen mengakses program mandiri atau vaksin berbayar. Namun, Presiden Joko Widodo memutuskan menggratiskan vaksin.
Belakangan, wacana jalur vaksinasi mandiri kembali mengemuka. Pemerintah dan wakil rakyat tengah membahasnya. Sejumlah pengamat juga telah memberikan masukan. Salah satunya adalah perusahaan bisa membantu mendistribusikan vaksin kepada karyawan dan keluarga karyawan secara gratis, tetapi tidak boleh menjual kembali vaksin itu sesuai dengan mekanisme pasar (Kompas, 18/1/2021).
Bagaimana nanti keputusannya, kita tunggu saja. Pastinya target utama vaksinasi, yaitu menciptakan kekebalan komunitas dalam rangka pengendalian Covid-19, jangan sampai menjadi tidak maksimal. Selain itu, jangan sampai nilai-nilai kemanusiaan juga terlupakan.