Permintaan global terhadap sejumlah komoditas meningkat seiring meluasnya jangkauan vaksin dan pemulihan ekonomi global. RI diingatkan untuk tidak terlena terhadap lonjakan harga komoditas.
Oleh
Agnes Theodora, Maria Paschalia Judith
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Prospek kinerja ekspor Indonesia akan sangat bergantung pada perkembangan vaksinasi di negara mitra dagang utama. Selain ekspor ke China dan Amerika Serikat yang perekonomiannya membaik seiring penanganan Covid-19 dan vaksinasi yang cepat, Indonesia bisa mendapat momentum dari kondisi India yang tengah bergumul dengan penanganan pandemi.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam kunjungannya ke Kompas, Rabu (28/4/2021), menyatakan, perkembangan penanganan Covid-19 dan laju vaksinasi di negara-negara mitra dagang utama akan menentukan kinerja perdagangan dan prospek ekonomi RI ke depan.
Terkait hal itu, China dan Amerika Serikat (AS) terbilang cepat di antara 10 negara utama tujuan ekspor Indonesia. Berdasarkan data Bloomberg dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang diolah Kementerian Perdagangan, per 24 April 2021, China sudah memvaksin 28 persen populasinya, sementara AS telah memvaksin 50 persen populasinya.
Menurut Lutfi, pada Mei 2021, AS bahkan diprediksi sudah bisa menuntaskan vaksinasinya hingga 100 persen. Pertumbuhan produk domestik bruto AS diprediksi mencapai 5,1 persen pada 2021. Adapun nilai ekspor Indonesia ke AS pada 2020 mencapai 18,62 miliar dollar AS. Sementara ekonomi China diproyeksikan tumbuh 8,4 persen tahun ini. Nilai ekspor Indonesia ke China tahun 2020 mencapai 31,78 miliar dollar AS.
Laju vaksinasi yang cepat mendorong pemulihan ekonomi dan permintaan barang di beberapa negara itu. Dampaknya, harga sejumlah komoditas merangkak naik dan menyentuh level tertinggi. Situasi itu juga mendorong terjadinya periode siklus super (supercycle).
”Faktor terpenting sekarang adalah melihat bagaimana penanganan Covid-19 di negara-negara mitra. Kalau Covid-19 tidak beres, prospek ekonomi juga pasti tidak akan beres,” kata Lutfi.
Akan tetapi, lepas dari kondisi China dan AS, Indonesia patut mewaspadai lonjakan kasus Covid-19 di India. Kementerian Perdagangan mencatat, meski Indonesia masih mengalami surplus perdagangan dengan India, ada pelemahan ekspor ke India pada dua bulan pertama tahun 2021. Surplus RI dengan India tercatat turun dari 1,4 miliar dollar AS pada Januari-Februari 2020 menjadi 790 juta dollar AS pada Januari dan Februari 2021.
Lutfi menambahkan, ada beberapa produk unggulan yang akan diandalkan untuk ekspor tahun ini. Pertama, besi dan baja yang pangsa pasar terbesarnya adalah China (69 persen), minyak kelapa sawit dengan pangsa pasar terbesar China (17 persen) dan India (15 persen), serta perhiasan dengan pangsa pasar terbesarnya Singapura (36 persen).
Produk unggulan lainnya adalah produk otomotif dan suku cadangnya dengan pangsa pasar terbesar Filipina (24 persen) serta produk elektronik dengan pangsa pasar terbesar AS (20 persen) dan Singapura (17 persen). Periode super siklus atau kenaikan harga sejumlah komoditas unggulan yang saat ini terjadi ikut menguntungkan RI.
Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Handito Joewono mengatakan, RI harus memanfaatkan peluang membaiknya kondisi Covid-19 di China dan AS untuk menggenjot kinerja ekspor. ”Kita harus berani fokus, baik dari sisi produk dan komoditas yang diekspor maupun negara tujuannya,” kata Handito.
Menurut dia, meskipun kondisi India patut diwaspadai, RI tetap punya peluang untuk mendorong kinerja ekspor di situasi itu. ”Memang, ekspor kita ke India terganggu. Namun, India ini, kan, bukan hanya pasar, melainkan juga kompetitor karena kita punya banyak kesamaan produk ekspor. Kita berharap India cepat pulih, tetapi di sisi lain, ini juga kesempatan dagang yang baik,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economy Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, meski ekspor ke India dapat terganggu, prospek ekspor ke AS dan China masih jauh lebih besar. ”Jadi, terlepas dari kondisi India saat ini, potensi ekspor RI setahun ini masih tinggi karena negara-negara lain permintaannya masih tinggi,” ujarnya.
Akan tetapi, ia mengingatkan agar pemerintah dan pelaku industri tak terlena dan berpikir jangka pendek. Saat ini, kinerja ekspor RI memang membaik karena kondisi ekonomi negara mitra membaik serta terjadi siklus super yang mendongkrak harga komoditas utama, seperti CPO, bijih besi, dan tembaga. Namun, momentum ini diprediksi hanya sementara karena terpengaruh ”kejutan” pemulihan ekonomi global pascavaksinasi, melemahnya dollar AS, serta lonjakan permintaan China untuk sejumlah komoditas.
”Masalahnya, bagaimana setelah 2021? Memang, harga-harga yang naik ini menguntungkan kita, tetapi suatu saat, ketika kondisi kembali normal, harga akan turun lagi. Jadi, kita pun jangan terlalu terlena dengan siklus super,” ujar Faisal.