Tren positif ekspor dengan memanfaatkan pemulihan ekonomi sejumlah negara dan kenaikan harga komoditas perlu terus dijaga. Beberapa upaya ditempuh, seperti ekspor melalui e-dagang dan ekspansi investasi di negara lain.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren positif ekspor yang ditopang kenaikan harga komoditas ekspor tetap perlu dijaga untuk menopang laju pertumbuhan ekonomi tahun ini. Kendati tidak bisa terus-menerus diandalkan, momen terangkatnya harga sejumlah komoditas ini dapat mengatrol perekonomian daerah-daerah penghasil komoditas tersebut.
Badan Pusat Statistik mencatat, ekonomi Indonesia pada triwulan I-2021 tumbuh minus 0,74 persen secara tahunan dengan produk domestik bruto (PDB) mencapai Rp 3.969,1 triliun. Ekspor dan konsumsi pemerintah tumbuh positif, masing-masing 6,74 persen dan 2,96 persen. Adapun konsumsi rumah tangga masih terkontraksi atau tumbuh minus 2,23 persen.
VP Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani, Kamis (6/5/2021), mengatakan, ekspor, terutama nonmigas, tumbuh positif seiring meningkatnya permintaan sejumlah negara dan harga sejumlah komoditas, seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO), batubara, dan nikel. Tren ini perlu dipertahankan untuk menopang perekonomian dan daya beli masyarakat di daerah-daerah penghasil komoditas tersebut.
CPO dan batubara, misalnya, akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera dan Kalimantan. Sementara nikel berkontribusi terhadap perekonomian di Sulawesi, Maluku, dan Papua. ”Peningkatan daya beli masyarakat di daerah-daerah tersebut akan turut mengerek konsumsi rumah tangga sebagai komponen terbesar pertumbuhan ekonomi,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.
Berdasarkan data BPS, pada 2020 produk domestik regional bruto (PDRB) Pulau Sumatera dan Kalimantan masing-masing tumbuh minus 1,19 persen dan minus 22,27 persen secara tahunan. Pada triwulan I-2021, pertumbuhan PDRB kedua pulau tersebut sedikit membaik, masing-masing minus 0,86 persen dan minus 2,23 persen.
Demikian juga Sulawesi serta Maluku dan Papua. Tahun lalu, PDRB Sulawesi serta Maluku dan Papua masing-masing tumbuh 0,23 persen dan 1,44 persen secara tahunan. Kemudian pada triwulan I-2021, pertumbuhannya membaik menjadi 1,2 persen untuk Sulawesi dan 8,97 persen untuk Maluku dan Papua.
Kendati begitu, Dendi mengingatkan, Indonesia tidak bisa selalu mengandalkan komoditas mentah terus-menerus lantaran harganya kerap berfluktuasi tergantung kondisi pasar global. Harga CPO yang belakangan ini tembus di atas 1.000 dollar AS per metrik ton ini didorong oleh peningkatan permintaan dari China dan pelemahan mata uang dollar AS akibat gelontoran stimulus Pemerintah AS.
Permintaan dari China itu merupakan permintaan yang tertunda sehingga terjadi lonjakan untuk memenuhi kebutuhan negara tersebut. Sementara itu, jika ekonomi AS semakin membaik, Pemerintah AS akan mengurangi stimulus dan Bank Sentral AS, The Federal Reserve, akan menaikkan suku bunga acuannya.
”Apabila permintaan China kembali normal dan dollar AS kembali menguat, harga CPO berpotensi turun kembali. Kendati banyak kalangan memperkirakan siklus super komoditas, terutama CPO, akan berlangsung selama dua tahun, para pemangku kepentingan di sektor tersebut tetap perlu berhati-hati dan jangan sampai terlena,” katanya.
Kendati banyak kalangan memperkirakan siklus super komoditas, terutama CPO, akan berlangsung selama dua tahun, para pemangku kepentingan di sektor tersebut tetap perlu berhati-hati dan jangan sampai terlena.
Reformasi struktural industri ekspor RI, lanjut Dendi, tetap harus berjalan sembari memanfaatkan keuntungan kenaikan harga komoditas dan pemulihan ekonomi sejumlah negara. Di sisi lain, pencarian pasar-pasar ekspor nontradisonal perlu ditingkatkan, terutama di negara-negara Afrika dan Asia Selatan.
Sejalan dengan itu, Kementerian Perdagangan berkomitmen meningkatkan ekspor nonmigas. Beberapa strategi peningkatan ekspor yang ditempuh adalah memanfaatkan e-dagang di negara-negara lain dan ekspansi investasi perusahaan nasional ke luar negeri. Sasarannya adalah negara-negara di Afrika dan Asia Selatan.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi kepada Kompas, Rabu, mengatakan, perwakilan-perwakilan perdagangan RI di luar negeri akan terus memfasilitasi pelaku usaha nasional untuk menjual produk-produknya, baik secara konvensional maupun lewat e-dagang. Tak hanya itu, ke depan, peningkatan ekspor ini akan ditopang dengan investasi perusahaan nasional di sejumlah negara, terutama di Afrika.
Pengusaha kopi nasional akan diminta membangun pabrik mini pengemasan coffee mix (kopi bubuk bercampur gula atau kopi dengan gula dan krim) di Afrika Utara. Begitu juga pengusaha CPO akan diajak berinvestasi di Afrika Utara atau Asia Selatan untuk membangun pabrik mini pemurnian CPO menjadi minyak goreng.
”Bahan bakunya akan dikirim dari Indonesia. Sembari menawarkan investasi itu, kami akan meminta keringanan bea masuk produk-produk unggulan ekspor Indonesia ke negara tersebut,” kata Mendag.
Akhir April lalu, Kementerian Perdagangan berkolaborasi dengan salah satu platform digital Indonesia, Goorita.com. Platform ini telah terintegrasi langsung dengan sistem lokapasar internasional, seperti Amazon, eBay, dan Etsy.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Nasional Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Marolop Nainggolan mengatakan, dalam gelaran promosi kolaborasi tersebut, 10 pelaku usaha kecil dan menengah terpilih memperkenalkan produk-produknya kepada perwakilan perdagangan dan diaspora Indonesia di 10 negara. Negara-negara tersebut adalah AS, Kanada, Australia, Malaysia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, China, Taiwan, dan Hong Kong.