Pengaduan Meningkat Menjelang Batas Akhir Pembayaran THR
Ada beberapa kasus buruh takut mengadu secara langsung kepada pemerintah dan meminta pendampingan organisasi buruh. Relasi kuasa yang timpang dalam perundingan bipartit sering memunculkan rasa takut bagi buruh.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hari ini adalah batas waktu terakhir untuk membayar tunjangan hari raya keagamaan bagi pekerja. Memasuki satu pekan sebelum Lebaran, organisasi buruh mulai menerima sejumlah pengaduan pembayaran THR yang tidak sesuai dengan ketentuan. Diperlukan mediasi dan pengawalan yang proaktif dari pemerintah untuk memastikan hak pekerja terpenuhi.
Sebelumnya, lewat Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan 2021 bagi Pekerja/Buruh, pengusaha diberi waktu untuk membayar THR sampai tujuh hari sebelum Lebaran. Dengan demikian, Jumat (7/5/2021) ini merupakan hari terakhir tenggat pembayaran THR keagamaan.
Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSPBI) Dian Septi Trisnanti, Kamis (6/5/2021), mengatakan, memasuki satu pekan sebelum Lebaran, mulai banyak laporan pengaduan yang masuk ke posko yang dibentuk oleh FSPBI, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Data sementara survei pembayaran THR yang sedang dilakukan FSPBI dan KPBI sejak 1 Mei 2021 lalu, dari 100 responden pekerja yang mengisi survei, sebanyak 51,5 persen di antaranya melaporkan pembayaran THR yang tidak sesuai dengan ketentuan. Survei itu masih digulirkan sampai pasca-Lebaran.
SE mengatur, perusahaan yang tidak mampu harus membuktikan ketidakmampuannya lewat membuka laporan keuangan internalnya selama dua tahun terakhir kepada pekerja.
Pengaduan yang masuk umumnya terkait dengan perusahaan yang mencicil THR melewati tenggat seharusnya atau baru dibayarkan setelah Lebaran. Selain itu, ketidakmauan perusahaan untuk membuka laporan keuangan internalnya secara transparan kepada pekerja dalam dialog bipartit.
SE mengatur, perusahaan yang tidak mampu harus membuktikan ketidakmampuannya lewat membuka laporan keuangan internalnya selama dua tahun terakhir kepada pekerja. Hasil kesepakatan bipartit kemudian dilaporkan ke pemerintah setempat. Bagi yang terdampak, pembayaran hanya ditoleransi sampai sehari sebelum Lebaran atau 12 Mei 2021.
”Keputusan soal pembayaran THR didasarkan pada kesepakatan buruh dengan pengusaha. Di situ titik lemahnya. Ketika diserahkan sepenuhnya ke forum bipartit tanpa intervensi atau pendampingan pemerintah, posisinya tidak seimbang. Apalagi, mayoritas buruh tidak berserikat,” kata Dian saat dihubungi.
Ada pula beberapa kasus di mana buruh takut mengadu secara langsung kepada pemerintah dan meminta pendampingan organisasi buruh. Umumnya, mereka takut diintimidasi manajemen jika ketahuan mengadu, atau takut tidak dipekerjakan lagi. ”Relasi kuasa yang timpang dalam perundingan bipartit sering memunculkan rasa takut di kalangan buruh,” kata Dian.
Ada pula beberapa kasus di mana buruh takut mengadu secara langsung kepada pemerintah dan meminta pendampingan organisasi buruh.
Pengaduan yang diterima juga banyak diterima dari para pekerja kontrak dan alihdaya (outsource). ”Mereka ini sangat rentan tidak diberikan THR mengingat perlindungan hukum masih lemah untuk pekerja kontrak dan alihdaya. Sementara mayoritas buruh di Indonesia itu sebenarnya berstatus kontrak,” kata Dian.
Posko serupa yang dibuka oleh Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), FSBPI, LBH Semarang, serta beberapa serikat buruh lainnya di Jawa Tengah mencatat kasus serupa. Selain perusahaan yang enggan membuka laporan keuangan, praktik pengurangan besaran THR serta penggantian THR dengan bingkisan kerap terjadi.
Dian berencana melakukan audiensi dan menyampaikan data hasil pengaduan posko bersama itu ke Kemenaker. Dian berharap Menaker Ida Fauziyah bersedia menerima pengaduan itu secara langsung. Apalagi, tahun ini pemerintah melibatkan serikat buruh dan pekerja sebagai tim pemantau untuk mengawal berjalannya posko THR 2021.
Anggota Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan, sepengetahuannya tidak ada kendala berarti dari pengusaha tahun ini untuk membayarkan THR ke pekerja sesuai ketentuan. Sebab, kondisi ekonomi pada triwulan I-2021 ini mulai membaik dibandingkan dengan triwulan III dan IV 2020 lalu ketika banyak sektor terpuruk.
Saat ini, ujarnya, beberapa sektor mulai berangsur-angsur pulih. Ada beberapa perusahaan yang sebenarnya juga terdampak pandemi, meski tidak terlalu signifikan, tetap membayar THR sesuai dengan ketentuan.
Franky mengatakan, perbaikan roda usaha pada triwulan I-2021 memungkinkan pengusaha memenuhi kewajibannya. ”Setidaknya, yang sampai ke saya, tidak ada keberatan dari pengusaha. Komitmen untuk comply pada aturan THR cukup baik. Saya tidak tahu kalau di tempat lain,” ucapnya.
Data BPS, pada triwulan I-2021, pertumbuhan ekonomi mulai berangsur positif di angka minus 0,74 persen. Posisi itu membaik dibandingkan dengan triwulan IV-2020 di mana perekonomian masih terkontraksi minus 2,19 persen.
BPS mencatat, sektor usaha mulai membaik, terlihat dari enam sektor yang tumbuh positif. Kendati mayoritas sektor lainnya masih minus, kontraksinya sudah tidak sedalam tahun lalu. Perlu dicatat, beberapa sektor, seperti akomodasi dan makanan minuman serta transportasi dan pergudangan, masih terpuruk karena dinamikanya sangat bergantung pada kondisi pandemi.
Tindak lanjut
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi mengatakan, selama 20-30 April 2021 ada 776 laporan yang masuk ke Posko THR Lebaran milik pemerintah. Pengaduan itu terbagi atas 484 konsultasi THR dan 292 pengaduan THR.
Ada berbagai sektor usaha yang dilaporkan, antara lain ritel, jasa keuangan dan perbankan, konstruksi, manufaktur, migas, alat kesehatan, dan industri makanan minuman. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan laporan posko THR Lebaran tahun 2020 yang berjumlah 410 laporan pengaduan.
Per 5 Mei 2021, jumlah pengaduan sudah meningkat hingga sekitar 1.270 laporan pengaduan. Namun, data itu masih dirapikan. Pada Jumat ini, Kemenaker akan merilis jumlah terbaru pengaduan yang masuk pada hari terakhir tenggat pembayaran.
Beberapa persoalan yang diadukan sejauh ini, antara lain, ialah perusahaan yang tidak mampu membayar THR, mencicil THR, hanya membayar 50 persen THR, atau membayar THR setelah Lebaran. ”Kasus yang masuk ini masih berupa kekhawatiran seperti yang dialami tahun lalu,” kata Anwar.
Ia memastikan, setiap laporan yang masuk akan ditindaklanjuti oleh Kemenaker. ”Setiap laporan yang masuk pasti segera ditindaklanjuti. Dari laporan tim posko, 90 persen permasalahan terkait pengaduan THR sudah diselesaikan. Sisanya masih proses karena tidak murni soal THR, tetapi ada masalah ketenagakerjaan lainnya,” ujarnya.