Pengusaha punya waktu sampai pertengahan Mei 2021 untuk mengkaji kondisi keuangan internal dan menyiapkan pembayaran THR bagi pekerjanya. Pelaku usaha berharap dispensasi, terutama bagi pengusaha kecil terdampak pandemi.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mewajibkan perusahaan untuk membayar tunjangan hari raya atau THR pekerjanya secara penuh dan tepat waktu sebelum hari raya Idul Fitri 2021. Perusahaan yang tidak mampu diminta memanfaatkan berbagai stimulus yang telah disediakan pemerintah untuk dunia usaha dan menjalankan kewajibannya.
Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan Dinar Titus Jogaswitani, Selasa (13/4/2021), mengatakan, perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19 diharapkan dapat melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kewajibannya membayar THR. Pengusaha dapat memanfaatkan berbagai stimulus yang telah disiapkan pemerintah.
Pengusaha masih punya waktu satu bulan hingga pertengahan Mei 2021 untuk mengkaji kondisi keuangan internal dan menyiapkan pembayaran THR bagi pekerjanya. Jika perusahaan bersangkutan memutuskan tidak membayar THR, pemerintah akan menjatuhkan sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
”Pada prinsipnya, pemerintah, kan, telah memberi berbagai stimulus dan bantuan. Stimulus tersebut yang harus dapat dimanfaatkan oleh pengusaha. Salah satunya agar dapat memenuhi kewajiban membayar THR tahun ini,” kata Dinar saat dihubungi di Jakarta.
Adapun sanksi yang dimaksud diberikan secara bertahap, dimulai dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian/seluruh alat produksi, sampai pembekuan kegiatan usaha. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif tentang Pengupahan.
Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2021 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan mengharuskan semua perusahaan, baik terdampak maupun tidak, untuk membayar THR secara utuh dan tepat waktu sebelum hari raya Lebaran.
Bagi perusahaan yang mampu, wajib membayar THR paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Sementara perusahaan yang tidak mampu harus terlebih dahulu membuktikan ketidakmampuannya lewat membuka laporan keuangan internalnya selama dua tahun terakhir secara transparan ke pekerja dan mengadakan dialog bipartit dan melapor ke pemerintah.
Jika perusahaan terbukti benar-benar tidak mampu, mereka diberi kelonggaran untuk membayar paling lambat satu hari sebelum Lebaran, tanpa dicicil atau ditunda. ”Kelonggaran hanya diberikan sampai satu hari sebelum hari raya Idul Fitri,” kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit berharap pemerintah dapat memberi dispensasi bagi beberapa perusahaan, seperti usaha berskala kecil atau yang terdampak Covid-19.
”SE (Surat Edaran) ini menjadi persoalan karena berlaku secara merata dan tidak ada dispensasi ke siapapun. Buruh memang dalam keadaan sulit, itu tidak bisa diperdebatkan. Tetapi, saya kira ada juga usaha yang sedang dalam kondisi sulit sekarang ini. Untuk mereka yang tidak mampu ini, bagaimana solusinya?” kata Anton.
Menurut Anton, pengusaha juga tidak mungkin bisa mencari tambahan uang dalam jumlah besar dalam waktu singkat untuk membayar THR. ”Mau mengambil uang dari mana? Mengingat aturannya sangat ketat, pembayaran hanya boleh ditunda sampai H-1 Lebaran,” ujarnya.
Menurut dia, keputusan harus diserahkan pada hasil dialog bipartit. ”Yang paling tahu kondisi perusahaan adalah bipartit, yaitu pekerja dan manajemen perusahaan itu sendiri,” kata Anton.
Pengemplangan
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar menilai, kendati di atas kertas, beberapa aspek dalam SE itu lebih berpihak pada buruh dibandingkan kebijakan tahun lalu, implementasinya bisa menciptakan ketidakpastian bagi buruh yang bekerja di perusahaan terdampak.
”SE ini tidak realistis dan akan sulit diterapkan oleh perusahaan yang tidak mampu. Setelah membuktikan ketidakmampuannya, perusahaan hanya punya waktu enam hari untuk mencari uang dan membayar THR. Yang dikhawatirkan, ujung-ujungnya pembayaran THR malah dikemplang,” kata Timboel.
Implikasinya, jika perusahaan memilih mengemplang THR, perselisihan akan berujung menjadi sengketa hubungan industrial dan buruh tetap tidak mendapat THR sepeser pun. Menurut Timboel, perusahaan terdampak perlu diberi kelonggaran untuk mencicil dengan persentase besaran dan jangka waktu yang diatur detail agar setidaknya buruh tetap mendapat THR meski dicicil.
”Perusahaan bisa memilih untuk mengabaikan karena tidak ada uang, dan kalau diperselisihkan, ujung-ujungnya THR tetap dibayar setelah sengketa selesai. Pada penerapannya, THR tetap ditunda juga dan buruh yang dirugikan,” ucapnya.