Wapres Amin: Diversifikasi Pangan Dapat Memperkuat Ketahanan Pangan
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan, salah satu jawaban atas tantangan ketahanan pangan adalah diversifikasi pangan. Menyeimbangkan pola konsumsi keluarga dan sesuai dengan keragaman sumber daya alam hayati.
JAKARTA, KOMPAS — Ketahanan pangan bisa dijaga melalui diversifikasi sumber pangan. Hal ini sekaligus menyeimbangkan pola konsumsi keluarga. Untuk itu, edukasi kepada masyarakat perlu diperkuat.
Salah satu jawaban atas tantangan ketahanan pangan itu, menurut Wakil Presiden Ma’ruf Amin, adalah diversifikasi pangan. Hal ini sekaligus menyeimbangkan pola konsumsi keluarga dan sesuai dengan kekayaan Indonesia dan keragaman sumber daya alam hayati.
”Saat ini terdapat sekitar 100 jenis pangan sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 250 jenis sayuran, dan 450 jenis buah-buahan yang tersebar di Tanah Air. Selain itu, negara kita juga sangat kaya dengan sumber protein, baik nabati maupun hewani,” tutur Wapres Amin saat membuka Seminar Ketahanan Pangan Nasional yang diselenggarakan Komisi Perempuan Remaja dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (KPRK MUI) secara daring, Senin (3/5/2021).
Baca Juga: RI Perlu Revolusi untuk Atasi Krisis Pangan
Dalam seminar ini, hadir pula Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar, Ketua KPRK MUI Siti Ma’rifah, Direktur Utama PT RNI (Persero) Arief Prasetyo Adi, Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi, dan Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta Prof Amany Lubis.
Edukasi masyarakat terkait penyediaan bahan makanan yang aman dan bergizi, tambah Wapres Amin, bisa dilakukan pula oleh anggota KPRK MUI. Selain itu, hal ini bisa diterapkan di keluarga anggota KPRK MUI.
Pemahaman keragaman sumber pangan ini menjadi salah satu jawaban atas kerentanan pangan. Sebab, dalam survei Pusat Penelitian Ekonomi LIPI (P2E LIPI) pada akhir 2020 tentang dampak pandemi Covid-19 terhadap ketahanan pangan keluarga, kerawanan pangan keluarga tidak selalu identik dengan kemiskinan, tetapi juga dipengaruhi pengetahuan tentang pangan dan gizi, perilaku dan pola konsumsi pangan, serta pilihan diet setiap orang.
Dalam survei P2E LIPI tersebut, diketahui hanya 64 persen responden yang berada dalam kategori tahan pangan. Sisanya, 36 persen, berada dalam kelompok rawan pangan. Kelompok rentan ini terdiri atas rawan pangan tanpa kelaparan (28,84 persen), rawan pangan kelaparan moderat (10,14 persen), dan rawan pangan kelaparan akut (1,95 persen).
Untuk kelompok rentan yang umumnya berpendapatan tidak tetap dan bekerja di sektor informal, menurut Wapres Amin, pemerintah telah menyediakan program Jaring Pengaman Sosial selama pandemi Covid-19. Tahun 2020, dialokasikan Rp 230,21 triliun, sedangkan tahun ini disiapkan Rp 110,2 triliun.
Ketahanan pangan diakui masih menjadi tantangan untuk Pemerintah Indonesia. Dalam Indeks Ketahanan Pangan Global tahun 2020 (Global Food Security Index 2020), Indonesia hanya menempati posisi ke-65 dari 113 negara.
Ketahanan pangan diakui masih menjadi tantangan untuk Pemerintah Indonesia. Dalam Indeks Ketahanan Pangan Global tahun 2020 (Global Food Security Index 2020), Indonesia hanya menempati posisi ke-65 dari 113 negara. Tahun 2019, Indonesia masih di posisi ke-62.
Dalam indeks ketahanan pangan global ini, Indonesia juga jauh di bawah Singapura yang berada di nomor 20, Malaysia di posisi ke-43, Thailand di posisi ke-51, dan Vietnam di posisi 63.
”Turunnya posisi Indonesia dalam indeks tersebut mengindikasikan belum terpenuhinya salah satu atau beberapa pilar dalam ketahanan pangan dan menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua untuk berupaya lebih keras lagi,” tutur Wapres Amin.
Baca Juga: Angkat Kelas Pangan Nonberas
Beberapa langkah strategis yang kini dilakukan pemerintah antara lain membangun lumbung pangan (food estate), meningkatkan produktivitas tanam, membangun infrastruktur pendukung pertanian, seperti bendungan dan saluran irigasi, serta menyediakan bibit unggul.
Selain itu, tambah Wapres Amin, pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga meluncurkan program untuk meningkatkan ketahanan pangan di tingkat keluarga, seperti Lumbung Pangan Masyarakat, Pengembangan Pertanian Keluarga (Family Farming), Pekarangan Pangan Lestari, dan Pekarangan Pangan Lestari Stunting.
Baca Juga: Tipisnya Irisan Tempe yang Mengusik Keamanan Pangan Kita
Hal ini diharapkan bisa menjaga ketahanan pangan di tengah pertambahan penduduk yang berbanding terbalik dengan luas areal tanam yang terus berkurang.
Sensus penduduk tahun 2020 yang dilakukan Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 270,2 juta jiwa. Dibandingkan hasil sensus tahun 2010, jumlah itu naik 32,56 juta jiwa. Adapun pada 2045 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia menjadi 319 juta jiwa.
Alih fungsi lahan dinilai menjadi ancaman terhadap ketahanan pangan, kemiskinan petani, dan kerusakan ekologi di perdesaan.
Sebaliknya yang terjadi dengan luas lahan pertanian. Alih fungsi lahan dinilai menjadi ancaman terhadap ketahanan pangan, kemiskinan petani, dan kerusakan ekologi di perdesaan.
Dalam catatan Kementerian ATR/BPN, luas lahan baku sawah menurun dari 7,75 juta hektar pada 2013 menjadi 7,46 juta hektar pada 2019. Luas panen menurut perhitungan BPS dengan menggunakan metode kerangka sampel area (KSA) menurun dari 11,38 juta hektar pada 2018 menjadi 10,68 juta hektar pada 2019, dan menjadi 10,66 juta hektar pada 2020.
Kendati luas panen pada 2020 menurun dibandingkan dengan tahun 2019, produksi padi mengalami sedikit kenaikan. Pada 2019, produksi padi 54,60 juta ton dan tahun berikutnya 54,65 juta ton. Kenaikan produktivitas di sejumlah provinsi dinilai menjadi penyebab kenaikan ini.
”Jika diolah dengan teknologi yang tepat dan efisien, lahan pertanian yang terbatas dapat ditingkatkan produktivitasnya,” tutur Wapres Amin.
Baca Juga: Petani Lampung Kekurangan Pupuk Bersubsidi
Intensifikasi pertanian ini dibarengi dengan diversifikasi pangan. Dengan demikian, ketergantungan pada satu jenis bahan makanan pokok tertentu bisa dikurangi.
Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar pun mengingatkan, makanan adalah komponen pertama dalam unsur kehidupan. Karena itu, ketika makanan tidak terpenuhi, kekacauan bisa terjadi. Suatu negara yang gagal memenuhi kebutuhan pangannya pun akan menjadi negara lemah di hadapan rakyat ataupun lemah menghadapi tekanan-tekanan dari luar.
”Oleh karenanya, Al Quran banyak memberikan anjuran untuk memakmurkan bumi dan menjaga ketahanan pangan,” ucapnya.
Siti Ma’rifah menambahkan, ketahanan pangan erat kaitannya dengan mengentaskan warga dari kemiskinan. Karena itu, kemandirian pangan perlu terus didorong bersama.
Baca Juga: Terjaminnya Pangan Tingkatkan Kualitas Hidup Keluarga
Tantangan utama
Dalam sesi diskusi pada Senin siang di acara yang sama, Direktur PT RNI (Persero) Arief Prasetyo menyebutkan beberapa tantangan utama yang dihadapi komoditas nasional dalam rantai nilai pangan. Tantangan tersebut adalah produktivitas rendah, ketergantungan pada impor yang tinggi, biaya tinggi, ketidakcocokan antara persediaan dan permintaan, kurangnya infrastruktur dan biaya, kurangnya kesejahteraan pelaku sektor pangan, serta kurangnya penyelarasan aturan dan kebijakan.
Namun, dengan berbagai tantangan tersebut, setidaknya diupayakan keterjangkauan pangan kepada masyarakat, baik secara fisik maupun secara ekonomi dan sosial. Selain itu, kestabilan persediaan akan menjaga harga komoditas. Ini menjaga keterjangkauan masyarakat secara ekonomi.
Baca Juga: Kluster BUMN Pangan Dibentuk untuk Perkuat Pengolahan
PT RNI sendiri, lanjut Arief, yang saat ini memiliki sebelas anak usaha akan menjadi perusahaan holding pangan. ”Ke depan RNI akan jadi holding pangan yang membawahkan 8 BUMN pangan lain, seperti PT Sang Hyang Seri di bidang perbenihan, PT Pertani, PT Perindo dan Perinus di sektor perikanan, Pasar Ikan Modern Muarabaru, PT Berdikari (Persero) yang menjaga pasokan daging sapi, PT Garam, PPI dan BGR Logistik,” paparnya.
Adanya BUMN kluster pangan ini diharap bisa memberi efisiensi dan efektivitas, mulai dari tahap produksi, distribusi, hingga retail. Jadi, semua anak usaha melayani dari hulu sampai hilir. ”Arahnya kesejahteraan petani, nelayan, peternak di hulu dan dapat sampai di masyarakat dengan harga yang baik dan sustain,” tutur Arief.