Menteri Perdagangan: Impor Beras Tak Perlu Kalau Ada Stok 1 Juta Ton
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjamin tidak akan ada impor beras selama panen raya. Namun, pemerintah ingin memastikan Perum Bulog mengantongi stok setidaknya 1-1,5 juta ton sebagai cadangan beras pemerintah.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan, impor merupakan mekanisme yang dinamis. Impor beras semestinya tidak perlu dilakukan apabila penyerapan beras dalam negeri oleh Perum Bulog bagus sehingga ada stok beras 1 juta ton. Pemerintah pun menjamin tidak ada impor beras ketika panen raya.
”Saya secara pribadi tidak melihat ada perbedaan antara (Kementerian) Perdagangan, (Kementerian) Pertanian, apalagi sama Dirut Bulog (Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso) dan Kantor Kemenko (Perekonomian),” kata Muhammad Lutfi dalam telekonferensi pers, Jumat (19/3/2021).
Lutfi menyatakan, pihaknya tidak pernah bilang bahwa Indonesia mengalami kelebihan atau kekurangan beras. Selama ini umum diketahui bahwa Bulog mesti memiliki stok 1 juta ton.
Terkait impor beras, hal pertama yang dilihat oleh Kementerian Perdagangan adalah stok beras Bulog di awal tahun. Hal kedua adalah angka ramalan produksi. ”BPS (Badan Pusat Statistik) kemarin meramalkan bahwa tahun ini kemungkinan besar sama bagusnya dengan tahun lalu," kata Lutfi.
Hal ketiga yang menjadi perhatian pemerintah adalah harga beras. Apalagi beras merupakan salah satu barang terpenting yang dikonsumsi rakyat banyak.
Menurut dia, keputusan Bulog harus mempunyai stok telah menjadi pakem dari tahun ke tahun. Namun, ada dinamika yang berbeda akhir-akhir ini.
Pada zaman dulu, kata Lutfi, Bulog memiliki mekanisme mengeluarkan beras melalui operasi pasar atau operasi khusus, misalnya saat terjadi bencana alam. Bulog juga mengeluarkan raskin (beras untuk keluarga miskin) yang kemudian berubah menjadi rastra (beras sejahtera). Namun, hari ini Bulog tidak mempunyai mekanisme seperti itu.
Pada masa menjelang panen, pemerintah akan melihat ketepatan angka BPS. ”Kalau memang panennya ternyata baik, tentu Bulog akan mengisi stoknya dari pengadaan dalam negeri. Tapi angkanya jelas, yakni bahwa Bulog mesti mempunyai stok antara 1 juta dan 1,5 juta,” katanya.
Besaran stok 1-1,5 juta ton dibuat pemerintah karena Bulog tidak memiliki mekanisme pengeluaran beras seperti dulu. ”Dia (Bulog) hanya operasi pasar saja, yang kira-kira 80.000 (ton) per bulan, artinya 1 juta setahun. Nah, kalau memang ternyata penyerapan Bulog bagus, kita tidak perlu impor,” ujar Lutfi.
Selama ini ada tahun-tahun di mana Indonesia tidak perlu mengimpor beras. Artinya, impor adalah mekanisme yang dinamis. Menurut dia, Kementerian Perdagangan bertanggung jawab dan meminta rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk membicarakan masalah stok di Bulog. ”Kenapa mengganggu saya? Karena stok di Bulog kurang dari 1 juta (ton),” katanya.
Berdasarkan laporan Direktur Utama Bulog, lanjut Lutfi, ada beras-beras impor tahun 2018 yang sudah turun mutu. ”Hitungan saya beras yang turun mutu itu kira-kira 270.000 (ton) jumlahnya,” katanya.
Stok beras Bulog kemungkinan tidak mencapai 500.000 ton. Kalau pengadaan Bulog dalam panen ini berjalan baik, Lutfi merasa tak ada masalah Indonesia tidak mengimpor beras selama memiliki stok 1 juta ton.
”Pengadaan Bulog pada Maret, sampai 2-3 hari yang lalu, hanya 85.000 (ton). Sedangkan bayangan saya mereka mestinya (menyerap beras) paling tidak mendekati 500.000 ton hari ini. Nah, jadi, karena situasinya begitu, ini adalah situasi yang dinamis. Kita pasti, saya jamin, tidak ada impor ketika panen raya,” kata Lutfi.
Lutfi mengatakan, pada kondisi banyak hujan seperti sekarang gabah petani menjadi basah. Secara peraturan, Bulog memang tidak bisa menyerap gabah yang basah tersebut. ”Bulog ketika membeli gabah petani itu dengan syarat-syarat tertentu. Salah satunya adalah kekeringan dari gabah,” kata Lutfi.
Seperti diberitakan Kompas, Jumat (19/3/2021), Mentan Syahrul Yasin Limpo dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Kamis, mengatakan, pihaknya meminta kepala daerah mengoptimalkan fungsi pengering di sentra-sentra produksi. Dia juga berharap Perum Bulog, pemerintah daerah, dan pengusaha penggilingan mengoptimalkan gudang serta lumbung pangan yang ada.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam rapat dengan Badan Legislasi DPR, Selasa (16/3/2021), menyatakan pihaknya telah menerima penugasan impor beras secara tertulis dari pemerintah. Rinciannya, impor 500.000 ton untuk cadangan beras pemerintah dan 500.000 ton untuk beras komersial Bulog.
Per Maret 2021 stok beras yang dikelola oleh Bulog mencapai 883.585 ton. Pengadaan beras atau gabah dari dalam negeri mencapai 70.950 ton.
BPS memperkirakan, produksi gabah kering giling sepanjang Januari-April 2021 mencapai 25,37 juta ton atau setara 14,54 juta ton beras. Budi menargetkan penyerapan beras produksi dalam negeri bisa lebih dari 500.000 ton hingga tiga bulan ke depan.
Perusahaan berupaya stok yang dikelola Bulog pada akhir April 2021 lebih dari 1 juta ton. Oleh karena memprioritaskan produksi dalam negeri, kata Budi, Bulog belum tentu melaksanakan tugas impor. Komisi IV DPR juga menolak rencana pemerintah mengimpor beras 1 juta ton. Sikap ini menjadi kesimpulan rapat kerja Komisi IV DPR dengan Mentan.