Pengangguran di Jawa Timur kurun 2020 bertambah 466.000 orang. Situasi ini merupakan dampak pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) yang disebabkan virus korona jenis baru (SARS-CoV-2).
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
Pengangguran di Jawa Timur kurun 2020 bertambah sekitar 466.000 orang. Situasi ini merupakan dampak pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2). Wabah atau pagebluk menghantam aspek kesehatan dilihat dari tingkat kematian serta mengguncang perekonomian, terutama terlihat dari penambahan warga yang tidak bisa bekerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim mencatat jumlah angkatan kerja mendekati 22,3 juta jiwa atau 54,8 persen dari populasi berdasarkan sensus 2020 yang hampir 40,7 juta jiwa. Dari 22,3 juta jiwa angkatan kerja, penduduk bekerja 21 juta jiwa. Dengan demikian, yang tidak bekerja atau menganggur 1,3 juta jiwa. Jumlah pengangguran bertambah 466.000 jiwa dibandingkan dengan 2019. Adapun pengangguran mencapai 5,8 persen dari angkatan kerja.
”Penambahan pengangguran sepanjang tahun lalu, terutama sebagai dampak pandemi Covid-19,” ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jatim Himawan Estu Bagijo di Surabaya, Selasa (26/1/2021).
Untuk diketahui, wabah pertama kali diumumkan menyerang warga Indonesia tepatnya di Depok, Jawa Barat, 2 Maret 2020. Sekitar dua pekan kemudian, yakni 17 Maret 2020, Jatim mengumumkan warga Surabaya dan Malang terjangkit Covid-19.
Menurut laman resmi https://www.covid19.go.id/, sampai dengan Selasa ini, Covid-19 telah menjangkiti 999.256 jiwa warga Indonesia dengan rincian mengakibatkan kematian 28.132 jiwa, masih dalam perawatan 161.636 pasien, dan berhasil sembuh 809.488 orang. Di Jatim, menurut situs http://infocovid19.jatimprov.go.id/, wabah telah menjangkiti 107.050 jiwa warga dengan rincian kematian 7.440 jiwa, perawatan 7.826 pasien, dan kesembuhan 91.784 orang.
Sebelas bulan sejak serangan Covid-19, memaksa pemerintah, termasuk negara-negara di dunia, mengerem dan membatasi aktivitas masyarakat. Pergerakan warga dunia, misalnya, dalam pariwisata yang merupakan salah satu ”mesin” ekonomi anjlok termasuk di Jatim. Pembatasan melumpuhkan atau setidaknya menekan kinerja perekonomian di pabrik, transportasi, pasar, konsumsi, pariwisata, dan pendidikan.
Lebih dari 6.000 pekerja migran terputus kontrak dari pekerjaan di mancanegara sehingga terpaksa pulang. Di Jatim, mereka bertahan dengan bekerja di sektor informal, antara lain, menjadi penjaja makanan dan minuman, pengojek, buruh rumah tangga, atau buruh proyek dengan upah harian. Lebih dari 50.000 pekerja sektor pariwisata dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja. Buruh pabrik juga menghadapi situasi serupa, yakni dirumahkan, pensiun dini, dan PHK.
Penambahan pengangguran sepanjang tahun lalu terutama sebagai dampak pandemi Covid-19. (Himawan Estu Bagijo)
Secara terpisah, Kepala BPS Jatim Dadang Hardiwan mengatakan, dampak pandemi terhadap perekonomian di provinsi bermoto Jer Basuki Mawa Beya ini terlihat dari inflasi sepanjang tahun lalu yang cuma 1,44 persen atau terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Indikator
Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum serta terus-menerus atau kontinyu di suatu wilayah. Inflasi merupakan indikator roda perekonomian meski jika nilainya terlalu tinggi atau terlalu rendah bahkan deflasi dianggap tidak baik.
Adapun inflasi 2019 ialah 2,12 persen, sedangkan pada 2018 ialah 2,82 persen. Tahun lalu, pemerintah mematok inflasi di kisaran 3 plus minus 1 persen. Realisasi yang hanya 1,44 persen memperlihatkan penurunan situasi ekonomi, terutama produksi dan penerimaan masyarakat sehingga melemahkan daya beli atau konsumsi barang dan jasa. Situasi ini jelas karena pandemi Covid-19.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim Adik Dwi Putranto mengatakan, inflasi yang rendah mencerminkan pukulan pandemi Covid-19 terhadap perekonomian dan terbukti dari penambahan jumlah pengangguran. Diperlukan penanaman modal yang masif dan besar proyek ambisius yang dapat menyerap banyak pengangguran untuk bekerja dengan harapan memulihkan penerimaan masyarakat dan daya beli.
”Kami berharap tahun ini perekonomian bisa membaik,” kata Adik.
Salah satu sinyal yang diberikan pemerintah adalah mendorong program vaksinasi Covid-19 bisa dimulai. Senin (4/1/2021), lebih dari 77.000 vaksin produksi Sinovac telah tiba di Surabaya untuk kemudian didistribusikan. Jumlah vaksin itu memang masih jauh dari kebutuhan sehingga masih akan ada kedatangan lainnya.
Adik mengatakan, vaksin memberikan semangat bagi dunia usaha dengan harapan itulah senjata yang ampuh untuk mengatasi pandemi. Jika wabah bisa diatasi, produksi berjalan, penerimaan masyarakat normal, begitu pula dengan pola konsumsi.
Menurut Adik, masalah dan dampak buruk pandemi terhadap sektor ketenagakerjaan perlu segera diatasi untuk mengembalikan kinerja ekonomi dan kehidupan secara umum. Penanganan dan pencegahan Covid-19 tetap perlu menjadi perhatian penting, tetapi harus seimbang agar tidak memukul kehidupan masyarakat.
Dari 21 juta jiwa pekerja, 7,6 juta orang bekerja di sektor formal, sedangkan 13,4 juta orang bekerja di sektor informal. Pandemi membuka kesadaran bahwa sektor formal dan informal sama-sama rentan ketika hantaman terhadap perekonomian begitu besar dan sulit diatasi.
Pengendalian
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, sejauh ini pemerintah berusaha mengatasi pandemi dengan mekanisme keseimbangan. Ibarat mengendarai mobil, ada saat menginjak gas dan perlu juga terkadang menginjak rem. Hal ini terlihat dari pilihan pengendalian pandemi dengan mekanisme pembatasan aktivitas masyarakat.
Penguncian atau lockdown yang notabene menghentikan semua aktivitas semata-mata untuk memaksimalkan mekanisme penanganan dalam konteks kesehatan sejauh ini belum menjadi pilihan. Meski demikian, pilihan pengendalian melalui pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan kini pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang lebih longgar jelas berdampak pada penanganan situasi yang tidak bisa cepat.
”Kami meyakini bahwa aktivitas bisa berlangsung, sementara pengendalian pandemi bisa ditempuh jika ada kedisiplinan publik dalam menerapkan protokol kesehatan,” kata Emil.
Protokol pada prinsipnya sederhana, yakni berpelindung diri (masker, sarung tangan, face shield), jaga jarak dengan orang lain, terutama dengan yang terjangkit Covid-19, dan memelihara kebersihan diri, terutama rutin cuci tangan atau memakai pensanitasi. Yang terpapar tetapi tanpa gejala atau gejala ringan, perlu disiplin mengikuti semua mekanisme perawatan, misalnya isolasi di fasilitas kesehatan atau jika isolasi mandiri benar-benar meminimalkan kontak dengan orang lain. Pemerintah juga mendorong percepatan vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity).
Kami meyakini bahwa aktivitas bisa berlangsung, sementara pengendalian pandemi bisa ditempuh jika ada kedisiplinan publik dalam menerapkan protokol kesehatan, (Emil Elestianto Dardak)
Emil meyakini, situasi pada tahun ini akan membaik, termasuk dalam perekonomian. Namun, disiplin protokol kesehatan patut menjadi kebiasaan baru publik dalam konteks demi menekan perluasan wabah. Indikator keberhasilan apabila penambahan kasus harian tidak tinggi atau sebisa mungkin tidak ada penambahan pasien baru.
”Proyek-proyek yang sempat terkendala karena pandemi tahun lalu harus segera dilanjutkan. Investasi juga terbuka untuk menyerap tenaga kerja. Sektor-sektor usaha terus dipantau dan didorong untuk bergerak kembali demi pemulihan ekonomi,” kata Emil.