PSBB Jangan Dijadikan Alasan Mem-PHK Pekerja
Para pekerja berharap agar PSBB kedua tidak dijadikan alasan merumahkan dan mem-PHK pekerja. Para pengusaha meminta PSBB dioptimalkan untuk memutus penularan Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang berimbas ke dunia usaha telah menambah panjang deretan persoalan ketenagakerjaan. Pembatasan sosial berskala besar atau PSBB kedua di DKI Jakarta jangan sampai menjadi alasan berlanjutnya kasus-kasus perburuhan itu.
Untuk itu, ketegasan pemerintah dan pemberian stimulus bagi dunia usaha dan bantuan sosial untuk pekerja menjadi penentu. Stimulus-stimulus itu diharapkan bisa mengerem angka kasus ketenagakerjaan selama pandemi.
Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik Jumisih, Minggu (13/9/2020), mengatakan, Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari enam bulan menyisakan dan menambah deretan kasus perburuhan di Indonesia. Dengan PSBB yang kembali diterapkan untuk kedua kalinya, para buruh berharap tidak ada tambahan kasus, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa pesangon, dirumahkan tanpa upah, atau pemangkasan upah di bawah standar minimum.
”Kasus-kasus itu, khususnya pengurangan upah karena aktivitas industri yang dibatasi, tidak berhenti ketika PSBB dilonggarkan dan ekonomi dibuka kembali. Pandemi dan permintaan yang menurun menjadi alasan untuk mengeluarkan kebijakan yang merugikan pekerja dan bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.
Dengan PSBB yang kembali diterapkan untuk kedua kalinya, para buruh berharap tidak ada tambahan kasus seperti pemutusan hubungan kerja tanpa pesangon, dirumahkan tanpa upah, atau pemangkasan upah di bawah standar minimum.
Menurut Jumisih, sejak awal pandemi, ada kecenderungan perusahaan menjadikan PSBB dan dampak Covid-19 sebagai alasan melakukan PHK besar-besaran atau mengurangi hak pekerja. Beberapa perusahaan sudah mengalami kesulitan keuangan, tetapi ada pula perusahaan yang ditengarai masih mampu tetapi menjadikan Covid-19 sebagai alasan.
Pemerintah daerah dan pusat pun tidak tegas menindaklanjuti kasus-kasus ketenagakerjaan selama Covid-19. ”Meski ada petugas dari dinas ketenagakerjaan yang datang mengawasi, mereka tidak tegas ketika ada perusahaan yang diduga melanggar aturan ketenagakerjaan. Tindak lanjutnya minim sekali sampai sekarang,” katanya.
Beberapa stimulus sejauh ini sudah diberikan pemerintah untuk membantu meringankan beban perusahaan, antara lain bantuan subsidi upah kepada pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta, keringanan iuran jaminan sosial ketenagakerjaan, dan insentif pajak. Stimulus-stimulus itu diharapkan bisa mengerem angka kasus ketenagakerjaan selama pandemi.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengatakan, mengingat PSBB kali ini tidak akan seketat sebelumnya, kasus PHK dan dirumahkan tanpa upah diharapkan tidak akan bertambah signifikan. Namun, untuk menjamin itu, pemerintah juga harus memenuhi janjinya untuk memberikan stimulus kepada dunia usaha.
Hingga 31 Agustus 2020, realisasi anggaran untuk program insentif usaha baru terserap Rp 18,85 triliun dari pagu Rp 120,61 triliun dan pembiayaan korporasi belum terserap sama sekali dari pagu yang dialokasikan sebesar Rp 53,57 triliun. Realisasi untuk dunia usaha sejauh ini diprioritaskan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan realisasi Rp 52,09 triliun dari pagu Rp 123,47 triliun.
”Jangan sampai PSBB jadi alasan untuk mem-PHK. Namun, untuk menjamin itu, butuh realisasi stimulus kepada dunia usaha, khususnya perusahaan yang sejauh ini konsisten untuk tidak semena-mena mem-PHK karyawannya. Sudah enam bulan kondisi ekonomi begini sehingga sudah saatnya dibantu,” kata Timboel.
Jangan sampai PSBB jadi alasan untuk mem-PHK. Namun, untuk menjamin itu, butuh realisasi stimulus kepada dunia usaha, khususnya perusahaan yang sejauh ini konsisten untuk tidak semena-mena mem-PHK karyawannya.
Pada Minggu, pemerintah mengumumkan secara resmi bahwa PSBB akan kembali diterapkan di Jakarta selama dua pekan, yaitu 14-27 September 2020. Beberapa aturan pembatasan aktivitas, seperti kegiatan perkantoran dan pusat perbelanjaan, lebih longgar dari PSBB mula-mula demi tetap menggerakkan roda ekonomi.
Contohnya, rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan keharusan bekerja dari rumah (work from home) untuk perkantoran non-esensial sebagaimana waktu PSBB pertama, tidak jadi dilakukan. Setelah bernegosiasi dengan pemerintah pusat, kebijakan itu diubah.
Baca juga: Saatnya Mengerem Kebijakan Kontradiktif
Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir mengatakan, PSBB akan diterapkan untuk mengontrol pandemi, tetapi aspek sosial ekonomi tetap harus diperhatikan agar rakyat tidak kesulitan bekerja dan mencari nafkah.
Setelah pusat dan daerah berkoordinasi, pemerintah memutuskan, kegiatan yang masih diizinkan berlangsung di Jakarta, seperti kegiatan perkantoran, harus dibatasi. Kegiatan perkantoran yang meliputi 11 sektor usaha, kantor pemerintahan, serta perusahaan swasta tetap berjalan dengan syarat dibatasi menjadi 25 persen dan akan berlangsung selama dua pekan.
Di sisi lain, pusat perbelanjaan juga masih diizinkan beroperasi. Namun, jika ada kasus positif Covid-19 ditemukan, aktivitas harus segera dihentikan. ”Pemerintah akan proaktif menyambut PSBB Ibu Kota. Kesehatan tetap semaksimal mungkin dijaga dengan penegakan disiplin dan ekonomi diharapkan akan bergerak kembali,” katanya.
Baca juga: PSBB Jakarta Fokus Tekan Penularan di Lingkungan Perkantoran
Kegelisahan pengusaha
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit mengatakan, PSBB bukan lagi faktor utama yang menyebabkan munculnya kasus PHK.
Roda usaha saat ini sudah sedemikian terdampak pandemi selama enam bulan akibat permintaan yang menurun drastis. Minimnya permintaan disebabkan daya beli masyarakat yang rendah dan turunnya kepercayaan dunia usaha internasional terhadap kompetensi Indonesia menangani Covid-19.
Kondisi tiap perusahaan, kata Anton, berbeda-beda. Ada perusahaan yang saat ini sudah tidak bisa bertahan sehingga terpaksa menutup kegiatannya dan melakukan PHK karyawan.
”Ini bukan semata-mata masalah PSBB atau tidak. Kondisinya memang sudah parah. Jangan lupa, ini sudah enam bulan. Selama ada daya tahan, PHK akan dihindari. Tetapi kalau terus mempertahankan tanpa tahu kapan pandemi berakhir, perusahaan akan mati juga,” ujarnya.
Ini bukan semata-mata masalah PSBB atau tidak. Kondisinya memang sudah parah. Jangan lupa, ini sudah enam bulan. Selama ada daya tahan, PHK akan dihindari. Tetapi kalau terus mempertahankan tanpa tahu kapan pandemi berakhir, perusahaan akan mati juga.
Anton mendesak pemerintah untuk konsisten dan tegas dalam menangani pandemi. Penanganan Covid-19 tidak bisa dilakukan secara setengah hati dengan kebijakan yang terus-menerus ditarik ulur.
”Persoalan utamanya memang kesehatan. Kalau semakin lama kita maju-mundur menangani Covid-19, penyakit ini tidak tuntas, kondisi usaha juga semakin parah,” katanya.
Baca juga: PSBB Lagi, Tingkat Kunjungan Mal dan Hunian Hotel Diprediksi Menurun
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Alphonsus Widjaja menilai, keputusan itu adalah langkah maksimal supaya kesehatan masyarakat tetap terjaga dan dunia usaha terselamatkan. Meski demikian, pembatasan restoran dan kafe hanya untuk melayani pesan antar akan menurunkan tingkat kunjungan ke mal.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B Sukamdani menilai, perhotelan yang diperbolehkan tetap buka selama PSBB belum tentu efektif menjaring pengunjung. Namun, kalau tidak ada tamu, akan menimbulkan beban biaya operasional.
”Selama terjadi pelonggaran PSBB, tingkat okupansi di DKI Jakarta rata-rata baru menyentuh 30 persen saat hari kerja dan cenderung turun saat akhir pekan. Padahal, tingkat keuntungan kotor (GOP) hotel baru bisa didapat jika okupansi di atas 30 persen,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menyatakan, logistik masih berlangsung normal. Sebab, logistik termasuk salah satu dari 11 sektor usaha yang diperbolehkan beroperasi saat PSBB. Kondisi yang harus disiapkan pelaku logistik adalah kemungkinan kenaikan volume logistik pengiriman makanan.
Baca juga: Pembatasan Kapasitas Mengurangi Kepadatan Transportasi
Direktur Finance, Planning, dan Treasury PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu mengatakan, PSBB kedua tidak akan terlalu berdampak pada perbankan. Perbankan telah berpengalaman menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
”Pandemi juga telah membuat layanan dan transaksi perbankan banyak yang beralih ke platform daring dan mobile banking,” ujarnya.
Menambah bansos
Anton berpendapat, bantuan sosial juga harus ditambah selama PSBB. Meski pemerintah sudah menggelontorkan beberapa program bantuan sosial belakangan ini, masih ada kendala besar yang dihadapi, yakni penyaluran bantuan yang efektif, cepat, dan tepat sasaran untuk kelompok yang benar-benar membutuhkan.
Pemerintah kerap mempersoalkan ketersediaan dana. Namun, Anton mengatakan, itu sebenarnya bisa diatasi dengan menetapkan skala prioritas yang tegas. ”Memang sulit, tetapi bukannya tidak mungkin. Harus ada skala prioritas. Kalau perlu, moratorium pembangunan dan proyek-proyek yang belum mendesak untuk membiayai kebutuhan hidup masyarakat,” kata Anton.
Baca juga: PSBB Sudah Tepat, Antisipasi Dampak Sosial-Ekonomi
Direktur Utama BP Jamsostek Agus Santoso mengatakan, program bantuan subsidi upah akan diperluas. Namun, saat ini wacana itu masih dibahas oleh pemerintah. Bantuan itu kemungkinan akan turut menyasar peserta BP Jamsostek berstatus bukan penerima upah (BPU) yang sebagian terdiri dari pekerja informal yang mendaftarkan diri dan mengiur secara mandiri.
Desakan agar pemerintah memperluas program subsidi upah datang dari banyak kalangan, seperti serikat pekerja, ekonom, pengusaha, dan Dewan Perwakilan Rakyat. Kebutuhan itu semakin mendesak ketika PSBB kembali diberlakukan di Jakarta dan tidak menutup kemungkinan di daerah-daerah lain.
Hingga Minggu (13/9/2020), Kementerian Ketenagakerjaan sudah menyalurkan bantuan subsidi upah kepada 5,24 juta orang atau 95,4 persen dari total 5,5 juta orang penerima pada tahap pertama dan kedua. Penyaluran bantuan tahap ketiga membutuhkan waktu lebih lama karena jumlah calon penerimanya lebih banyak, yakni 3,5 juta orang. (BM LUKITA GRAHADYARINI/DIMAS WARADITYA NUGRAHA/CYPIANUS ANTO SAPTOWALYONO)