PSBB Sudah Tepat, Antisipasi Dampak Sosial-Ekonomi
Sementara PSBB kembali berjalan, pemerintah harus mengantisipasi dampak pelemahan ekonomi dan imbas sosialnya. Selain itu, optimalkan upaya memutus rantai penyebaran Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menerapkan kembali pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dinilai sudah tepat mengingat jumlah kasus Covid-19 yang terus menanjak setidaknya lima pekan terakhir ini. Meski situasi ekonomi dan sosial akan terdampak, keputusan untuk mundur satu langkah saat ini diperlukan untuk melangkah lebih pasti ke depan.
Sementara PSBB dijalankan, pemerintah harus mengantisipasi dampak pelemahan aktivitas ekonomi dan imbas sosialnya melalui pemberian bantuan sosial ke masyarakat rentan, khususnya mereka yang berkiprah di sektor informal. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat bisa mengikuti PSBB tanpa perlu mengkhawatirkan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, Kamis (10/9/2020), mengatakan, selama lima minggu terakhir, mayoritas wilayah di DKI Jakarta dalam kondisi zona merah dengan tingkat penularan virus yang cukup tinggi. Oleh karena itu, pengetatan pembatasan sosial di DKI Jakarta memang dibutuhkan.
Kasus di DKI Jakarta menjadi pembelajaran untuk daerah lain. Pembatasan aktivitas seharusnya sudah dilakukan sejak awal agar angka kasus positif dan kematian dapat ditekan. Namun, Wiku mengakui, hal itu belum diterapkan secara maksimal selama ini.
”Kita harus menerima kenyataan ini, mundur satu langkah untuk bisa melangkah kembali ke depan dengan lebih baik dalam kehidupan yang lebih normal,” kata Wiku dalam keterangan pers di Jakarta.
Kita harus menerima kenyataan ini, mundur satu langkah untuk bisa melangkah kembali ke depan dengan lebih baik dalam kehidupan yang lebih normal.
Sebelumnya, Rabu (9/9/2020) malam, Pemprov DKI Jakarta akhirnya menerapkan kebijakan rem darurat, yaitu kembali menerapkan PSBB setelah lima kali PSBB transisi. Kebijakan itu mulai berlaku 14 September 2020 hingga waktu yang belum ditentukan. Kebijakan itu diambil setelah mempertimbangkan angka kematian, angka keterisian tempat tidur di ruang isolasi, dan keterisian tempat tidur di ruang ICU (Kompas, 9/9/2020).
Baca juga: Jakarta Darurat, Jakarta Kembali ke PSBB Ketat
Wiku tidak memungkiri, pembatasan sosial akan berimbas pula pada pembatasan kegiatan ekonomi yang dampaknya dirasakan masyarakat. Namun, penerapan kembali PSBB di DKI Jakarta tetap diperlukan di tengah tingginya kenaikan kasus selama lima minggu terakhir.
”Melihat tren kenaikan kasus, utamanya di zona-zona merah di DKI Jakarta, perlu dilakukan pembatasan lebih ketat. Bahkan, kalau perlu, dilakukan pembatasan sosial berskala mikro karena info, data, dan penanganannya bisa lebih spesifik dengan pencatatan yang lebih baik juga,” katanya.
Menurut Wiku, keputusan Pemprov DKI ini sudah mengikuti tahapan prinsip pembukaan aktivitas sosial-ekonomi. Tahapan itu adalah melakukan prakondisi, menentukan momen pembukaan (timing), serta menjalin koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Namun, ia mengakui, monitoring dan evaluasi membutuhkan kerja sama yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah.
”Memang, dalam monitoring dan evaluasi kita perlu bekerja sama dengan lebih baik lagi antara pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat. Kondisi yang risikonya tinggi dan berlangsung cukup lama ini menjadi alarm yang hikmahnya harus kita ambil untuk segera melakukan pengurangan atau pengetatan lebih tinggi agar kondisi terkendali,” katanya.
Baca juga: Covid-19 Melonjak, Kekompakan Kepala Daerah Jabodetabek Merespons Pandemi Dinanti
Dampak sosial-ekonomi
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan, mengatakan, PSBB pasti berdampak ke ekonomi. Namun, besaran dampaknya tergantung durasi dan efektivitas penerapannya. Setelah penyebaran virus tertangani, dampak ekonomi yang ditimbulkan PSBB akan otomatis pulih.
”Sejauh ini yang berencana menerapkan PSBB kembali hanya DKI Jakarta. Pertanyaannya, apakah bakal efektif dari sisi penanggulangan penyebaran virus? PSBB di DKI harus diikuti wilayah Bodetabek sebagai penyangga,” katanya.
Menurut Fadhil, penerapan PSBB fase pertama menyebabkan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 terkontraksi cukup dalam minus 5,32 persen. Namun, pada saat yang sama, penyebaran dan kasus infeksi Covid-19 terus meningkat. Kondisi ini jangan terjadi lagi dalam penerapan PSBB fase kedua.
Implementasi PSBB dan sanksi bagi pelanggar harus ditegakkan. Selama PSBB fase pertama harus diakui banyak masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan, sementara penegakan hukum lemah. Pemerintah dapat melibatkan aparat keamanan untuk menjamin efektivitas PSBB.
”Jika PSBB fase kedua tidak berjalan efektif lagi, dampak ekonomi akan semakin besar. Dampak ekonomi ini ditentukan oleh sebaran wilayah dan durasi PSBB,” katanya.
Baca juga: Atur Pergerakan Masyarakat untuk Tangani Covid-19
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pemerintah harus mengantisipasi dampak sosial-ekonomi dari pemberlakuan kembali PSBB. Untuk jangka pendek, hal pertama yang harus segera diatasi adalah memberikan stimulus dan bantuan sosial bagi masyarakat yang berusaha di sektor informal.
Itu karena PSBB berdampak langsung pada mereka yang berkiprah di sektor informal dibandingkan sektor formal. Jika masyarakat di sektor informal ini kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka akan tetap memilih beraktivitas mencari nafkah di luar sehingga PSBB tidak akan efektif.
”Idealnya, sebelum rem mendadak diinjak, ada antisipasi dari pemerintah, tidak mendadak menarik rem karena masyarakat bisa kaget dan panik,” kata Faisal.
Pemerintah harus mengantisipasi dampak sosial ekonomi dari pemberlakuan kembali PSBB. Untuk jangka pendek, hal pertama yang harus segera dilakukan adalah memberikan stimulus dan bantuan sosial bagi masyarakat yang berusaha di sektor informal.
Dalam waktu dekat, stimulus berupa transfer tunai yang sudah dilakukan lewat beberapa program, seperti bantuan produktif usaha mikro dan kecil (UMK), harus dipercepat dan ditambah. Begitu pula bantuan subsidi gaji yang sekarang masih diberikan untuk pekerja formal perlu diperluas hingga menyasar pekerja di sektor informal juga.
Sementara, untuk mengantisipasi PSBB berlangsung lebih lama, program stimulus untuk dunia usaha atau sektor formal juga perlu dipikirkan agar tidak ada lagi pemutusan hubungan kerja dalam jumlah banyak pada waktu nyaris bersamaan. Bentuk stimulus ke dunia usaha ini bisa berupa insentif pajak, cukai, perluasan bantuan subsidi gaji, dan insentif lainnya.
Faisal menilai, dampak ekonomi dari PSBB Ibu Kota ini tidak akan separah saat PSBB pertama kali diberlakukan secara nasional. Apalagi jika momen PSBB kali ini bisa benar-benar dimanfaatkan secara maksimal untuk melakukan penanganan di bidang kesehatan, seperti pengetesan, pelacakan, dan terapi, sehingga kurva penularan cepat menurun dan aktivitas ekonomi bisa kembali dibuka.
”Untuk di triwulan III tahun ini, kami prediksi pertumbuhan ekonomi negatif memang akan lebih dalam. Prediksi awal sebelum PSBB adalah minus 2 persen sampai minus 4 persen. Dengan PSBB ini, bisa mendekati minus 4 persen,” ujarnya.
IHSG terjerembab
Rencana penerapan kembali PSBB di DKI Jakarta juga menyebabkan pasar saham terjerembab. Pada penutupan perdagangan, Kamis, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5,01 persen ke level 4.891,46. Sebelumnya pada pukul 10.36, perdagangan sempat dihentikan sementara (trading halt) oleh otoritas bursa karena anjlok lebih dari 5 persen.
IHSG tertekan aksi jual bersih investor asing senilai Rp 663,01 miliar di sepanjang perdagangan hari ini. Dengan total nilai transaksi mencapai Rp 5,95 triliun, investor lokal pun belum mampu menahan kejatuhan indeks. Di hari yang sama, nilai tukar rupiah dalam perdagangan di pasar tunai turut melemah 56 poin atau 0,38 persen menjadi Rp 14.855 per dollar AS dari sebelumnya Rp 14.799 per dollar AS.
Kepala Riset Praus Kapital Alfred Nainggolan menilai, ada faktor reaksi berlebihan dari pelaku pasar atas rencana penerapan kembali PSBB DKI Jakarta. Padahal, rencana itu bertujuan untuk menekan laju Covid-19 yang selama ini juga menjadi perhatian investor.
Sinyal penurunan ini sebetulnya sudah dibaca investor mengenai kemungkinan akan kembali berlakunya PSBB mengingat kasus Covid-19 di Jakarta kian mengkhawatirkan. ”Dengan situasi ini, pelaku pasar sebaiknya menanti respons kebijakan penanganan pandemi dari pemerintah pusat. Dalam jangka panjang, ekspektasi pasar akan dipengaruhi penanganan Covid-19 secara keseluruhan,” ujarnya.
Baca juga: Rencana Pengetatan PSBB DKI Jakarta Goyahkan Psikologis Investor
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, rencana pemberlakuan PSBB ketat di DKI Jakarta berdampak signifikan terhadap pasar modal karena membuat IHSG jatuh ke posisi di bawah 5.000. Untuk itu, pencegahan Covid-19 tetap harus mempertimbangkan pemulihan ekonomi.
Kegiatan perkantoran tetap menerapkan jam kerja yang fleksibel. Selain itu, 11 sektor esensial harus tetap boleh beroperasi dengan mengedepankan protokol kesehatan yang ketat. Di sisi lain, pemerintah pusat akan meningkatkan kapasitas rumah sakit dan layanan kesehatan.
”Penambahan fasilitas perawatan melibatkan hotel bintang dua dan tiga, sementara fasilitas isolasi mandiri di wisma atlet. Rumah sakit juga diminta mengizinkan pulang pasien yang hampir sembuh dan dalam tahap observasi,” katanya.
Baca juga: PSBB DKI Jakarta Diperketat, Menperin Sebut Kesehatan Tak Dapat Ditawar
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berpendapat, kebijakan PSBB ketat akan memengaruhi industri manufaktur, apalagi jika pemerintah daerah lain mengambil langkah yang sama. Namun, kesehatan bukanlah hal yang dapat ditawar.
”Pemberlakuan PSBB akan berdampak pada target utilisasi manufaktur yang dipatok 60 persen pada akhir 2020. Sebelum pandemi Covid-19, utilisasi sekitar 75 persen. Saat awal pandemi, utilisasi anjlok ke kisaran 30-35 persen dan kini berangsur meningkat ke 53-54 persen,” katanya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, PSBB yang akan diberlakukan merupakan tantangan yang mesti disikapi dengan inovasi dan kreasi. ”Inovasi dan kreasi ini penting agar industri dapat bertahan dan tetap berkembang di tengah pandemi Covid-19,” ujarnya. (KARINA ISNA IRAWAN/M PASCHALIA JUDITH J/DIMAS WARADITYA NUGRAHA/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO)