Guru pun Berstrategi Menerapkan Pembelajaran yang Menyenangkan
Pendidikan tak melulu soal mengejar nilai dan angka. Justru dengan cara-cara sederhana yang memperhatikan dan memotivasi siswa, mereka bisa bersemangat untuk belajar.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
KOMPAS/DODY WISNU PRIBADI
Media pembelajaran matematika tetap harus diupayakan dengan inovasi menggunakan bahan daur ulang sebagaimana dilakukan para mahasiswa Program Studi Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu
JAKARTA, KOMPAS – Mendampingi guru-guru dan kepala sekolah untuk berubah menjalankan pendidikan yang berpusat pada anak justru lebih efektif untuk meningkatkan perbaikan pendidikan. Berbagai kebijakan dan program yang berganti-ganti dan cenderung elitis membuat guru kebingungan. Padahal, yang dibutuhkan sebenarnya sederhana, yaitu sistem pembelajaran yang kontekstual dan menyenangkan bagi siswa.
Festival Sekolah Menyenangkan dengan tema Titik Balik yang digelar Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Yogyakarta, Senin (20/12/2021), menjadi kesempatan kepala sekolah dan guru Sekolah Menengah Kejuruan dari berbagai daerah untuk menjadi pendidik yang memanusiakan siswa, menuntun siswa menjadi yang terbaik versi dirinya, serta memerdekakan mereka. Inspirasi titik balik perubahan disampaikan sejumlah kepala sekolah SMK.
“Ini untuk mengingatkan bangsa agar kembali pada titik balik pendidikan (saat) didirikan. Juga, sebagai protes untuk pendidikan yang masih mengagungkan (sisi) akademik dan materialis. Seperti Ki Hadjar Dewantara, titik balik melawan Belanda dengan mendirikan Taman Siswa, agar pendidikan semua anak dari semua golongan bisa sekolah. Semangatnya untuk menuntun anak sesuai kodratnya dan menyenangkan,” kata pendiri GSM Muhammad Nur Rizal yang juga dosen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Kepala SMKN 1 Panji, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Anik Sudiartini, mengatakan, selama ini dirinya yakin pendidikan tak melulu soal mengejar nilai dan angka. Justru dengan cara-cara sederhana yang memperhatikan dan memotivasi siswa, mereka bisa bersemangat untuk belajar.
Pendidikan tak melulu soal mengejar nilai dan angka. Justru dengan cara-cara sederhana yang memperhatikan dan memotivasi siswa, mereka bisa bersemangat untuk belajar.
“Saya merasa dengan komunitas GSM, menjadi cara untuk bisa mengajak lebih banyak guru mau berubah, memperlakukan siswa dengan baik. Para kepala sekolah juga menjadi pemimpin dan memberi keteladanan pada guru dan siswa, sehingga sekolah menjadi menyenangkan untuk semua,” kata Anik yang merupakan salah satu kepala SMK inspiratif tingkat nasional tahun 2021.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Wikan Sakarinto meyakini, dengan pendidikan yang memerdekakan manusia, perubahan yang diharapkan lewat pendidikan dapat terjadi.
Pendidikan di SMK sudah terlalu lama fokus di keterampilan teknis. Untuk itu, butuh guru dan kepala sekolah yang berani keluar dari pola lama, tidak kaku pada aturan dan kurikulum. Tujuannya adalah mendidik siswa sebagai manusia seutuhnya dengan keterampilan teknis, keterampilan non-teknis, serta memiliki karakter.
Guru-guru SD di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, menunjukkan media belajar Matematika di acara Festival Matematika pada Sabtu (18/12/2021). Para guru didampingi komunitas Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka) untuk membuat pembelajaran Matematika di SD bernalar dan menyenangkan.
Matematika asyik
Pada pekan lalu, Festival Matematika dengan tema Merayakan Proses Belajar Menuju Guru Berdaya yang digelar Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka) yang didukung PT Bukit Asam di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Sabtu (18/12), juga mengajak guru untuk mampu menghadirkan pembelajaran menyenangkan di sekolah. Hanya dengan memanfaatkan benda-benda di sekitar yang tak pernah terbayangkan, pembelajaran Matematika bisa menjadi menyenangkan untuk siswa. Momok Matematika sebagai pelajaran yang sulit dan menakutkan pun sirna.
Koordinator Konten Pelatihan Gernas Tastaka Dhitta Puti Sarasvati mengatakan, para guru SD diikutkan training of trainers (TOT) untuk mengajarkan Matematika yang membentuk nalar, kontekstual, sederhana , dan mendasar bagi siswa. Belajar Matematika tidak lagi sekadar menjelaskan materi dari buku teks dan menyuruh siswa mengerjakan soal-soal latihan saja.
Sebanyak 80 guru ikut TOT. Mereka diajak mengajarkan Matematika dengan mengenalkannya lewat benda-benda di sekitar ke gambar. Dari situ, anak-anak baru dibimbing ke bilangan atau operasional Matematika. Cara ini diyakini memudahkan dan menyenangkan untuk siswa.
Rita Kartini, Guru kelas 3 SDN 19 Lawang Kidul mengisahkan dirinya selama ini sebagai guru hanya meminta siswa membuka halaman buku teks tentang materi Matematika, lalu menerangkan, kemudian meminta siswa mengerjakan latihan soal. “Saya sadar dengan cara ini, sebenarnya tidak semua siswa antusias. Tapi saya tidak tahu bagaimana cara yang menarik untuk mengajarkan Mtematika,” ujar Rita.
Bahkan, ada seorang siswa yang tiap pelajaran Matematika seringkali minta izin ke toilet. Lama-lama siswa tersebut merasa perutnya mual dan hendak muntah. Setelah diselidiki, anak tersebut ternyata stres saat belajar Matematika, takut disuruh mengerjakan soal dan tidak bisa menjawab.
Setelah mendapatkan pelatihan Gernas Tastaka dengan konsep konkrit-gambar-abstrak, perubahan terjadi di ruang kelas Rita. Para siswa keheranan saat Rita membawa kertas origami yang bisanya dipakai saat pelajaran seni budaya/prakarya. Rita menjadikan kertas origami untuk mengenalkan siswa tentang pecahan dengan memotong kertas origami.
Di lain waktu, Rita membawa tusuk gigi dan klip untuk mengukur panjang buku. Para siswa terlihat antusias penasaran dengan berbagai benda yang dibawa guru saat belajar Matematika. Alhasil, saat disuruh maju ke depan kelas untuk mengukur buku dengan berapa jumlah tusuk gigi atau klip agar sama panjangnya, siswa pun berebutan.
“Siswa jadi aktif. Yang malu-malu, akhirnya mau mencoba juga untuk maju. Bahkan, anak yang tadinya stres dan sering minta izin ke toilet saat belajar Matematika, juga mulai menikmati Matematika,” kata Rita.
Lita Trisna, guru kelas 1 SD, merasa terinspirasi ketika mendapat pelatihan menggunakan sedotan plastik untuk mengenalkan konsep segitiga. Ketika mengenalkan tentang pola, siswa diajak untuk menyusun berbagai bentuk beda. Siswa aktif, tidak lagi duduk diam sepanjang waktu mendengarkan penjelasan guru.
“Paradigma saya berubah, dari yang menganggap Matematika rumit sehingga tidak suka, kini jadi menikmati. Para siswa selalu nampak antusias untuk terus belajar Matematika dengan cara yang baru. Selama ini saya belum pernah mendapat pelatihan,” kata Lita.
Berdasarkan hasil kajian Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M), proses pembelajaran sangat berpengaruh pada standar lulusan. Sementara proses pembelajaran dipengaruhi oleh kualitas guru dan manajemen sekolah.
“Sudah terbukti bahwa proses pembelajaran sangat penting di dalam menentukan kualitas lulusan. Janganlah heran kalau Kemendikbudristek sekarang fokus pada peningkatan proses pembelajaran di tiap sekolah. Karena secara data hasil akreditasi membuktikannya. Kita sekarang harus fokus pada kualitas proses pembelajaran, guru, dan manajemen sekolah karena saling mempengaruhi dan ujungnya pada kualitas lulusan. Hasil akreditasi ini bisa menggali kualitas S/M yang sebenarnya,” jelas Ketua BAN S/M Toni Toharudin.