Nadiem Anwar Makarim: Terima Kasih untuk Perjuangan Semua Guru
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menyampaikan terima kasih kepada semua guru karena mereka sudah melalui pandemi dan semua kerepotan dari proses pembelajaran jarak jauh.
Menyambut Hari Guru Nasional yang dirayakan tiap 25 November, Harian Kompas berkesempatan mewawancarai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim di Jakarta, Senin (22/11/2021). Tema Hari Guru Nasional 2021 yakni Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan.
Kata terpenting yang diucapkan Nadiem pada peringatan Hari Guru Nasional 2021 adalah terima kasih. Ucapan ini ditujukan khusus kepada para guru yang selama lebih dari 1,5 tahun bergulat dengan segala kerepotan dan ketidaknyamanan pembelajaran jarak jauh akibat pandemi Covid-19. Demikian wawancara lebih lanjut dengan Mendikbudristek yang biasa dipanggil Mas Menteri ini:
Bagaimana Mas Menteri memandang peran dari guru untuk pemulihan pendidikan di masa pandemi ini?
Lebih dari 1,5 tahun proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) berjalan sangat tidak optimal. Sekarang beban besarnya itu benar-benar ada di pundak guru untuk bisa mengejar ketertinggalan anak-anak kita. Saya menyampaikan terima kasih kepada semua guru, apresiasi sebesar-besarnya karena mereka sudah melalui pandemi, belajar teknologi, dan semua kerepotan dari proses PJJ ini dan ketidaknyamanan lainnya.
Banyak dari para guru yang harus datang langsung ke rumah adik-adik kita, murid-murid, untuk memastikan pembelajaran mereka. Perjuangan semua guru di masa 1,5 tahun ini luar biasa. Kata terpenting saya adalah terima kasih untuk perjuangan semua guru.
Peran guru begitu penting dalam pemulihan pendidikan dan juga untuk pendidikan di masa depan. Bagaimana desain besar pengembangan guru Indonesia?
Sebelum bicara tentang pengembangan guru, selama guru belum bisa memenuhi kebutuhan dasar dan kesejahteraan mereka tidak terjamin, maka mereka akan kesulitan fokus pada pembelajaran. Oleh karena itu, tahun ini Kemendikbudristek membuka formasi besar-besaran guru berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. Dan ini adalah tahun yang historis, karena kita belum pernah membuka formasi sebesar ini. Dalam satu tahun ada sekitar 500.000 lebih formasi guru. Ini pertama kalinya seluruh guru honorer di Indonesia bisa mengambil tes untuk bisa lolos seleksi menjadi PPPK dengan gaji yang sama dengan pegawai negeri sipil (PNS) dengan tiga kali kesempatan tes.
Simak pula: 500 Ribu Formasi untuk Guru Honorer Tahun Ini
Masalah guru honorer ini sudah menjadi masalah yang berpuluh tahun, yang menurut kami, sebenarnya pemerintah perlu mengambil posisi yang proaktif berjuang untuk mereka. Itu yang kita lakukan selama ini, berjuang untuk mengafirmasi mereka dan (menyiapkan) formasi. Bahkan, kita sampai datang ke setiap kepala daerah, untuk menegosiasikan formasi. Sebab, banyak kepala daerah belum yakin apakah Kemendikbudristek punya anggaran besar dan ini sudah kita jamin dan kita berikan anggarannya. Ini momentum yang sangat besar. Tidak bisa kita bicara kualitas kalau kesejahteraan minimum guru tidak terjamin.
Kedua, kita masuk ke kompetensi (guru). Salah satu hal yang terpenting adalah bagaimana semua guru bisa meningkatkan kompetensi secara mandiri, masing-masing bisa meningkatkan kemampuannya menurut minat dan kebutuhan. Di sinilah, kita akan menggunakan berbagai macam teknologi digital untuk membangun platform-platform pembelajaran bagi guru. Kuncinya, guru bisa belajar sesuai minat dan kebutuhan. Kita sedang membuat semacam platform aplikasi dan juga berbagi platform yang sudah ada untuk menjadikan online university-nya guru-guru sehingga mereka bisa mengembangkan diri.
Nah, di luar itu pun ada dua hal yang sangat penting. Kita harus memastikan bahwa guru-guru terbaik kita yang punya jiwa kepemimpinan baik akan mengambil posisi-posisi di sekolah yaitu kepala sekolah dan pengawas sekolah. Di sinilah, kita mengeluarkan program guru penggerak. Kita melatih dan mengevaluasi guru-guru yang punya jiwa kepemimpinan yang baik dengan filsafat Ki Hadjar Dewantara yang mengutamakan murid dari segala-galanya.
Selama sembilan bulan, guru-guru dilatih untuk jadi guru penggerak. Dan guru penggerak akan diprioritaskan untuk memenuhi kekosongan posisi kepemimpinan pada saat pengawas dan kepala sekolah pensiun karena saat ini banyak yang sudah senior dan mulai pensiun. Jadi, guru penggerak ini akan mengambil posisi kepemimpinan sehingga budaya pembelajaran Merdeka Belajar bisa terjaga. Mereka bisa menjadi duta-duta Merdeka Belajar di masing-masing daerah dan sekolah-sekolah. Harapannya mereka akan menyalakan lilin perubahan di sekitar mereka.
Lalu, “darah baru” guru juga harus muncul karena banyak sekali guru yang pensiun tiap tahun. Kita harus menciptakan program-program pendidikan guru yang jauh lebih baik dari sekarang. Jadi, tahun depan kita akan melakukan berbagai transformasi Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang standarnya akan ditingkatkan. Jadi, kita ingin memastikan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang menjalankan PPG memiliki kualitas yang lebih baik.
Penting juga untuk memastikan proses seleksi talentanya seperti apa yang masuk program itu. Salah satu hal yang kita ingin lakukan yaitu memastikan awal dari karir guru berkontribusi di daerah yang paling membutuhkan. Itu hal yang sangat penting karena distribusi guru jadi masalah yang urgen. Kita akan menggunakan awal karir guru baru untuk disebarkan di daerah yang paling membutuhkan.
Jadi, menyiapkan guru itu mesti memastikan beberapa komponen, dari kesejahteraan, kompetensi, regenerasi, dan kepemimpinan. Seluruh tahap dari karir guru harus disentuh.
Apakah masa pandemi ini menjadi tantangan dalam mewujudkan desain besar terhadap guru ini?
Tantangan di masa pandemi besar seklai. Tapi tanpa pandemi pun tantangan di pendidikan juga sudah berat. Kita tidak bisa menggunakan alasan suatu hal itu terlalu susah atau sulit untuk melakukan sesuatu. Jadi, filsafat kita di Kemendikbudristek sangat mudah, sangat sederhana. Kita akan menyasar semua elemen perubahan secepat mungkin dan seefektif mungkin selama saya di sini. Itu yang akan saya coba pastikan, dan kita tidak akan pernah putus asa hanya gara-gara masa pandemi atau resistensi publik.
Kita dikejar waktu karena anak-anak tidak bisa menunggu untuk perubahan ini. Kita melakukan semua perubahan ini untuk mereka. Yang kita hindari adalah mereka masuk ke dalam dunia kerja 5-10 tahun ke depan dan mereka akan tenggelam.
Tantangan di pandemi banyak, tapi bukan sesuatu yang tidak bisa diatasi. Kenyataannya, kita bisa melakukan Asesmen Nasional terbesar di sejarah negeri ini dengan program daring. Kita bisa melakukan program guru penggerak selama pandemi. Kita bisa mengadakan seleksi PPPK serentak di seluruh Indonesia. Semuanya lancar-lancar saja.
Tantangan di pandemi banyak, tapi bukan sesuatu yang tidak bisa diatasi.
Jangan menggunakan pandemi sebagai alasan untuk tidak berubah. Malah, kebalikannya. Yang kita sadari sebagai kelemahan-kelemahan dalam sistem pendidikan kita, di masa pandemi terlihat jauh lebih kuat atau akut krisisnya, mulai dari kesenjangan antar daerah, daya literasi rendah, hingga sulitnya akses kepada teknologi. Semua hal-hal ini jadi kelihatan masalahnya. Malah sekarang karena pandemi, urgensi untuk melakukan perubahan lebih besar dan ini akan mengakselerasi perubahan.
Untuk guru penggerak, bagaimana program ini akan berdampak pada perubahan pendidikan?
Untuk mendorong program itu, kita harus membuat skala program dari seleksi dan identifikasi, jumlah fasilitator, dan mentor pelatihan. Pekerjaan guru penggerak ini justru setelah mereka lulus, itulah awal dari perjalanan guru penggerak sampai mereka masuk menjadi kepala sekolah. Jadi sebenarnya meningkatkan program ini dengan menyediakan cukup banyak mentor dan banyak alumni guru penggerak nanti juga akan jadi mentor untuk generasi penggerak berikutnya.
Satu lagi yang kunci adalah memastikan regulasi dan kebijakan mengunci hak dan prioritas bagi guru penggerak menjadi kepala sekolah. Alhamdullilah, tanpa ada kebijakan pun banyak kepala daerah telah memasukkan guru penggerak sebagai kepala sekolah. Jadi, mereka sudah mendahului kita. Karena terus terang, satu orang terpenting dalam sistem pendidikan ya kepala sekolah, karena mereka memimpin unit pendidikan.
Satu-satunya yang bisa melakukan transformasi di sistem pendidikan itu bukan menteri, kepala dinas, atau kepala daerah. Yang bisa melakukan adalah manusia-manusia yang ada di dalam sekolah itu. Jadi, kepala sekolah adalah pemimpin tim dari sumber daya manusia di sekolah tersebut. Para kepala sekolah ini besar dampaknya untuk membawa perubahan.
Begitu menjadi kepala sekolah, otomatis semua guru di bawah koordinasi dia. Tentunya itu yang kita inginkan dari guru penggerak ke depannya.Tapi tentunya guru penggerak itu tidak akan puas hanya berinteraksi di dalam sekolah sendiri. Karena itu kita pilih guru penggerak yang aktivis. Ciri-ciri guru penggerak itu biasanya mau menjalin hubungan dengan komunitas antar guru-guru penggerak di daerahnya dan luar daerah. Mereka paling senang ngumpul, kolaborasi, dan memikirkan ide-ide baru. Mereka itu adalah aktivis pendidikan di lapangan. Tidak hanya untuk jadi kepala sekolah, tapi kolaborator dan bagian dari komunitas suatu penggerak yang efektif.
Selama bertugas, apa pengalaman menyentuh yang dirasakan Mas Menteri ketika berinteraksi dengan guru-guru yang ditemui?
Wah, banyak sekali. Pengalaman yang paling menyentuh saya ketika ketemu Pak Sukardi di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Yang membuat saya paling terharu adalah waktu Pak Sukardi menceritakan muridnya yang sudah jadi kepala sekolah. Dia masih guru honorer dengan gaji Rp 500.000 per bulan. Dia menyebut betapa bangga sekaligus malunya dia ketika bertemu murid yang sudah menjadi kepala sekolah, sedangkan dia masih guru honorer.
Ini suatu hal yang membuat saya sangat terharu dan saya merasakan kebanggaan dan rasa malu beliau pada saat bersamaan. Dia pasti tidak sendiri, banyak yang merasakan seperti dia.
Yang membuat saya paling terharu adalah waktu Pak Sukardi menceritakan muridnya yang sudah jadi kepala sekolah.
Momen kedua yaitu ketika saya berinteraksi dengan guru-guru Suku Anak Rimba di Jambi. Mereka tiap hari bawa makanan dan baju bersih, dan memandikan anak-anak di tengah hutan. Kadang-kadang ketemu anak di hutan, kadang tidak. Status mereka 100 persen guru honorer.
Banyak yang berpikir, menjadi guru adalah mencari pekerjaan stabil saja. Tapi, ketika ke lapangan, ternyata banyak sekali guru-guru di Indonesia yang tak peduli dengan uang. Mereka bisa mencari pekerjaan lain, tapi mereka memilih setiap hari masuk hutan untuk mengedukasi anak-anak.
Ini adalah hal yang paling memotivasi kami untuk menyadari bahwa kita harus memerdekakan mereka. Sepertinya, gerakan merdeka belajar ini bisa terus berjalan, siapapun menterinya dan siapapun presidennya.
Baca juga: Nadiem Makarim: Sekolah Masa Depan yang Menyenangkan dan Relevan Disiapkan
Seberapa jauh keberhasilan kepemimpinan dari mendengar?
Keberhasilan dalam pendidikan sangat menantang karena hasilnya baru bisa terlihat di masa depan. Tugas saya ini paling tidak mengenakkan, karena hasilnya baru bisa 10 tahun lagi terlihat. Kita bisa melihat indikasi perubahan, tapi hasilnya lama. Untuk melakukan perubahan di dunia pendidikan, yang terpenting adalah mendengar dengan membuat hirarki dari siapa pemangku kepentingan terpenting, yaitu guru dan kepala sekolah karena mereka kepanjangan kita di sekolah.
Tentunya setelah itu baru murid-murid dan orangtua, baru pakar-pakar dan lain-lain. Kita harus punya prinsip integritas bahwa kita ini melayani siapa sebagai kementerian? Sebagai contoh kurikulum, yang kita tanya apakah kurikulum ini bagus atau tidak, ya guru. Lalu, yang menulis kurikulum ya guru, yang meringkas ya guru juga. Jadi, untuk guru dari guru..
Filsafat kita harus benar-benar jelas pengguna atau user-nya ini siapa. Siapa pemangku kepentingan terpenting. Mendengar tentu sangat penting, tapi kita perlu memprioritaskan siapa yang didengar.(ALOYSIUS B KURNIAWAN/EVY RACHMAWATI)