Nadiem Makarim: Sekolah Masa Depan yang Menyenangkan dan Relevan Disiapkan
Dalam 10-15 tahun ke depan, perubahan sistem pendidikan yang mengikuti standar internasional, serta menyenangkan dan relevan diyakini bakal mulai dirasakan dalam mendukung pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekolah masa depan Indonesia yang menyenangkan dan relevan disiapkan sebagai arah transformasi sistem pendidikan Indonesia yang dijalankan saat ini dengan semangat Merdeka Belajar. Bak membangun suatu rumah, semua komponen punya peran yang penting dan tidak terpisahkan. Perubahan harus dijalankan secara paralel sambil memastikan fondasi untuk transformasi sistem pendidikan masa depan siap, kokoh, dan berkelanjutan.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim saat berkunjung ke Redaksi Harian Kompas, Selasa (2/11/2021), mengatakan, kurun waktu lima tahun ini menjadi masa untuk menetapkan dan mengatur perubahan arah pendidikan yang tidak salah arah, bahkan nanti tidak bisa lagi dibalikkan ke arah lama. Dalam 10-15 tahun ke depan, perubahan sistem pendidikan yang mengikuti standar internasional, serta menyenangkan dan relevan diyakini bakal mulai dirasakan dalam mendukung pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan berkarakter.
”Saat ini perubahan yang dilakukan dalam sistem pendidikan butuh menggeser paradigma lama. Pendekatan yang dilakukan tidak lagi dengan memaksakan semua sama, tapi memberikan lebih besar ruang fleksibilitas bagi guru, sekolah, dan siswa untuk bergerak mencapai tujuan pendidikan yang relevan,” kata Nadiem yang didampingi Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo. Mendikbudristek diterima Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra.
Menurut Nadiem, yang menjadi fondasi dalam pendidikan adalah guru. Regenerasi guru dengan kepemimpinan yang dapat mendorong dan menggerakkan perubahan di sekolah disiapkan lewat program guru penggerak.
Pendekatan yang dilakukan tidak lagi dengan memaksakan semua sama, tetapi memberikan lebih besar ruang fleksibilitas bagi guru, sekolah, dan siswa untuk bergerak mencapai tujuan pendidikan yang relevan.
Para guru pendidikan anak usia dini hingga SMA/SMK sederajat serta sekolah luar biasa yang terpilih menjadi guru penggerak diperkuat pada penjiwaan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara untuk menjalankan pendidikan yang berpusat pada siswa. Selama sembilan bulan, para guru penggerak dari seluruh Indonesia dididik dan dilatih untuk menjadi sosok pendidik dan pemimpin yang berintegritas dan berpola pikir benar dan bertumbuh.
”Program guru penggerak ini yang paling saya tongkrongi. Kami yakin dengan guru penggerak yang disiapkan untuk regenerasi pemimpin sekolah, mereka terdepan untuk memengaruhi guru-guru lain agar mau berubah. Para guru penggerak ini akan jadi kunci prioritas menjadi kepala sekolah dan pengawas sekolah. Sebab, kepemimpinan di sekolah jadi kunci untuk perubahan,” kata Nadiem.
Perbaikan tentang guru juga dilakukan bagi para calon guru di lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK). Guru baru lulusan pendidikan profesi guru ini akan ditempa terlebih dahulu sebagai guru di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Setelah masa penempatan di daerah 3T selesai, mereka baru bisa berpindah tempat.
Selain itu, Kemendikbudristek juga menyiapkan aplikasi super (super app) bagi guru-guru. Ada semacam universitas daring yang dapat dimanfaatkan para guru untuk belajar serta meningkatkan diri sesuai kebutuhan dan untuk pengembangan karier.
Berdasarkan data di Kemendikbudristek, program guru penggerak kini memasuki angkatan kelima. Guru penggerak ditargetkan mencapai 405.000 guru hingga tahun 2024.
Menyederhanakan kurikulum
Nadiem menambahkan, sekolah masa depan Indonesia juga disiapkan dengan percontohan 5.000 sekolah penggerak. Di sekolah ini diterapkan kurikulum piloting yang merupakan penyederhanaan dari Kurikulum 2013. Pendekatan dalam mendesain kurikulum pun diubah, bukan lagi dari hasil pemikiran akademisi yang dipaksakan diberlakukan pada semua sekolah. Kini, dipakai dengan pendekatan kurikulum dari guru dan untuk guru dengan menguji coba, mengevaluasi, dan memperbaiki, sehingga para guru dan sekolah yang akan melaksanakan kurikulum merasa senang dan cocok.
”Penyederhanaan kurikulum bukanlah merombak total kurikulum yang ada, melainkan memberi fleksibilitas yang maksimum kepada guru dan sekolah sehingga sesuai dengan kebutuhan belajar siswa,” ujar Nadiem.
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penyederhanaan kurikulum yang sedang diuji coba dalam waktu satu tahun ini, yakni tidak lagi memaksakan semua siswa di level yang sama. Pembelajaran untuk siswa bisa maju atau mundur sesuai kemampuan siswa. Kurikulum juga memberikan lebih banyak pilihan kepada siswa, seperti di level SMA ada pilihan mata pelajaran sesuai kebutuhan siswa.
Perubahan lainnya menyangkut jumlah waktu di dalam kelas yang ditawarkan. Para siswa ditambah jam pelajaran untuk melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Selanjutnya, pembelajaran difokuskan untuk mendorong anak-anak jatuh cinta dengan buku atau membaca apa yang mereka mau baca dan butuhkan. Standar capaian pembelajaran juga disederhanakan.
”Kami ingin menghadirkan kurikulum yang ramah atau user friendly. Nanti kurikulum ini akan jadi opsi bagi sekolah. Jadi, tidak lagi dengan model pemaksaan semua harus melaksanakan kurikulum yang sama,” paparnya.
Anindito mengatakan, belajar dari masa pandemi Covid-19, penyederhanaan kurikulum penuh menjadi kurikulum darurat ternyata mampu menyelamatkan siswa dari learning loss. Sekolah yang memakai kurikulum darurat, yang materi belajar dipangkas hingga 50 persen dari kurikulum penuh sehingga lebih fokus pada materi pembelajaran esensial, hasilnya baik.
Siswa justru mendapatkan kemajuan hasil pembelajaran 5-6 bulan dibandingkan yang tetap menggunakan kurikulum penuh. Meskipun tidak dipaksakan untuk semua sekolah, ada sekitar 36 persen sekolah yang menggunakan kurikulum darurat dalam pendidikan di era pandemi.
Hal penting lain yang disiapkan untuk menyambut sekolah masa depan adalah hadirnya Asesmen Nasional (AN). Selama ini untuk evaluasi pendidikan dilakukan dengan ujian nasional (UN) yang berdampak pada kelulusan siswa dari jenjang pendidikan.
Menurut Nadiem, sudah lama UN yang penuh masalah ini hendak dihilangkan, tetapi sulit dilaksanakan. Dalam kepemimpinannya di enam bulan pertama, UN berhasil dihapuskan. Untuk evaluasi pendidikan digunakan AN yang mulai dilaksanakan tahun 2021 guna mengukur kemampuan literasi, numerasi, dan nilai-nilai Pancasila (toleransi, perundungan, kekerasan di sekolah, hingga budaya pembelajaran).
Pelaksanaan AN ini sebagai suatu proyek mahadata untuk transformasi pendidikan. Asesmen dilakukan dengan standar internasional yang mengacu pada PISA. Ada banyak data yang bisa ditambang secara kuantitatif dan kualitatif untuk membawa perbaikan pada pembelajaran di kelas dan sekolah. Setiap sekolah nanti mendapatkan semacam rapor dengan berbagai hasil pengukuran yang dapat digunakan untuk perbaikan pembelajaran di sekolah yang berdampak pada kualitas pendidikan.
”Berbagai kebijakan afirmatif diperlukan untuk dapat menghadirkan sekolah yang mampu mengatasi ketimpangan, utamanya karena kondisi ekonomi keluarga. Kebijakan AN dan zonasi sekolah mencoba untuk memastikan siswa dan sekolah yang paling membutuhkan mendapatkan dukungan yang tepat untuk mencapai kualitas pendidikan,” kata Anindito.