Literasi digital menjadi salah satu modal dasar pemulihan pendidikan selama dan pasca-pandemi Covid-19. Di sisi lain, penguatan literasi dasar tidak boleh diabaikan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Literasi digital menjadi salah satu pilar penting pendidikan masa kini. Selain memampukan siswa belajar jarak jauh selama pandemi Covid-19, keterampilan digital mendorong produktivitas publik dan menjadi keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja.
Menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim, perkembangan teknologi mesti diimbangi dengan kemampuan menangkal hoaks dan kekerasan berbasis daring. Karena itu, literasi digital perlu ditingkatkan, khususnya di pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah.
Capaian belajar anak-anak tidak lagi dinilai dari ketepatan menghapal, tapi dari kemampuan memahami dan mengolah informasi secara kritis.(Nadiem Makarim)
“Capaian belajar anak-anak tidak lagi dinilai dari ketepatan menghapal, tapi dari kemampuan memahami dan mengolah informasi secara kritis,” kata Nadiem pada peringatan Hari Aksara Internasional berjudul Literasi Digital untuk Indonesia Bangkit, Rabu (8/9/2021).
Meningkatkan kecerdasan literasi anak menjadi tugas bersama semua pihak. Sekolah dan guru diminta melakukan pendekatan khusus untuk itu setelah memetakan kemampuan anak.
Perwakilan kantor pusat Perserikatan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), Herve Huot-Marchand, mengatakan, kemampuan membaca dan menulis perlu dilengkapi dengan keterampilan digital. Ini jadi kunci menghadapi tantangan masa depan sekaligus pemulihan segala aspek kehidupan setelah pandemi.
Namun, UNESCO mencatat lebih dari 50 persen populasi global tidak memiliki keterampilan dasar digital. Sebagian orang juga tidak memiliki akses ke perangkat. Literasi digital, menurut Huot-Marchand, perlu juga menjangkau kelompok masyarakat marjinal. “Kita semua harus mencari solusinya,” ujarnya.
Menurut Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, kesadaran dan kecakapan digital masyarakat perlu ditingkatkan. Hal ini penting karena penggunaan internet dan gawai di Indonesia relatif tinggi.
Ada 202,6 juta pengguna internet di Indonesia dan 170 juta pengguna aktif media sosial. Durasi penggunaan gawai rata-rata 8 jam 52 menit per hari. Pemanfaatan internet dan gawai pun kian intens selama guru dan siswa melakukan pembelajaran dari rumah.
Di sisi lain, sumber daya manusia yang memiliki kecakapan digital dibutuhkan. Kementerian Kominfo mencatat Indonesia butuh sembilan juta talenta digital. Angka ini setara 600.000 orang per tahun.
Pemerintah kemudian membuat Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) sejak akhir 2017. Gerakan ini menggandeng 115 organisasi. Ada beberapa program GNLD, seperti membuat modul literasi digital yang fokus ke keamanan digital, budaya digital, dan etika bermedia sosial.
“Kita perlu menyiapkan anak agar paham menganalisis data, programming, hingga keamanan siber,” ucap Semuel. “Penyebaran infrastruktur (internet) menjadi prioritas agar tidak ada daerah yang tertinggal. Saat ini kami sudah membangun lebih dari 12.500 BTS (base transceiver station) 4G di desa yang belum ada layanan tersebut,” tambahnya.
Di sisi lain, literasi dasar seperti kecakapan numerasi, membaca, dan menulis juga perlu diperkuat. Menurut Huot-Marchand, Indonesia telah melakukan kemajuan di bidang literasi. Tingkat literasi di Indonesia mencapai 95,7 persen pada 2018. Di sisi lain, jumlah penduduk buta aksara di Indonesia pada 2020 hampir tiga juta orang.
Kesenjangan literasi dasar juga menjadi isu. Perempuan buta aksara lebih banyak dari laki-laki. Di kelompok usia 44-59 tahun, perempuan buta aksara sebesar 5,6 persen, sedangkan laki-laki 2,73 persen. Perempuan buta aksara di kelompok usia 25-44 tahun 1,3 persen, sedangkan laki-laki 0,92 persen. Persentase laki-laki dan perempuan buta aksara usia 15-24 tahun sama, yaitu 0,22 persen.
“Kesenjangan ini makin lebar di beberapa wilayah sehingga mengkhawatirkan. Ini umumnya terjadi di negara berkembang,” ucap Huot-Marchand.
Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Djoko Saryono mengatakan, orang-orang kadang melupakan pentingnya literasi numerasi dan baca-tulis. Literasi digital perlu sejalan dengan literasi dasar.