Jejak Muladi, Peletak Dasar Sistem Pendidikan Undip Semarang
Saat menjadi Dekan Fakultas Hukum Undip, Muladi selalu datang ke kampus paling awal daripada para anak buahnya, Salah satunya untuk membaca buku. Kebiasaan itu diteruskan hingga menjadi rektor. Ia pun dikenal apa adanya.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
Kepergian Muladi membuat Indonesia kehilangan salah satu pakar hukum pidana yang telah banyak memberi sumbangsih melalui pemikiran-pemikirannya. Kehilangan dan duka juga dirasakan sivitas akademika Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, tempat Muladi mengabdi, dari mahasiswa, dekan, hingga rektor. Jejaknya dinilai meletakkan dasar pendidikan Undip.
Muladi meninggal di RSPAD Jakarta pada Kamis (31/12/2020) pukul 06.45 setelah dirawat karena Covid-19. Mantan Menteri Kehakiman tersebut dimakamkan secara militer di Taman Makam Pahlawan (TMP) Giri Tunggal, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis pukul 17.00. Protokol Covid-19 diterapkan dalam pemakaman itu.
Pada 1984, Muladi, kelahiran Solo, 26 Mei 1943, menyelesaikan Program Doktor (S-3) Bidang Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung. Belum genap dua tahun, ia pun dipercaya menjabat Dekan Fakultas Hukum, Undip Semarang (1986-1992). Karier tertinggi Muladi di Undip ialah menjadi rektor (1994-1998).
Muladi juga berperan dalam dunia politik praktis, yakni sebagai wakil ketua DPD Golkar Jateng (1986-1992). Kemudian ia menjabat Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan VII (Maret-Mei 1998), Menteri Kehakiman Kabinet Reformasi Pembangunan (Mei 1998-Oktober 1999), dan Menteri Sekretaris Negara (Mei-Oktober 1999).
Sejumlah posisi lain yang pernah diembannya, antara lain, anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah (1992-1994), Sekretaris Panitia Adhoc II Badan Pekerja MPR RI (1997-1999), Wakil Ketua Dewan Penegakan Hukum dan Sistem Keamanan Nasional (1998-1999), anggota Komnas HAM (1993-1998), dan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI ke-14 (2005-2011).
Rektor Undip Yos Johan Utama menuturkan, almarhum tidak hanya sebagai guru, tetapi juga panutan bagi semua. Suara Muladi yang tegas menyuarakan keadilan dan penegakan hukum mencerminkan kewibawaan dan kepeduliaan kepada sesama.
”Sebagai pakar pidana hukum, beliau sangat berjasa dalam upaya penegakan hukum dan penyusunan perundangan melindungi hak asasi manusia,” kata Yos, Kamis (31/12/2020).
Kehilangan juga dirasakaan Rektor Undip 2010-2014 Sudharto P Hadi, yang mengenal Muladi sejak 1977. Saat itu, Sudharto merupakan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, sedangkan Muladi menjabat Pembantu Dekan III Fakultas Hukum (FH). Muladi dinilainya selalu mendukung dan memberi kesempatan anak muda untuk maju.
Muladi, lanjut Sudharto, telah meletakkan dasar yang kuat terhadap sistem pendidikan di Undip dan menumbuhkan rasa memiliki di antara sivitas akademika. ”Hubungan ke luar pun menjadi kuat, dan beliau tipe pemimpin yang sangat percaya kepada anak buah,” ucapnya.
Saat menjadi Dekan FH Undip, Muladi selalu datang ke kampus paling awal daripada para anak buahnya, salah satunya untuk membaca buku. Kebiasaan itu diteruskan hingga menjadi rektor (1994-1998). Saat Muladi menjadi rektor, Sudharto sebagai Ketua Pusat Studi Lingkungan di Undip.
Selanjutnya, hubungan di antara keduannya pun semakin erat. ”Dharto itu kader saya,” ujar Sudharto menirukan apa yang sering diucapkan Muladi.
Selain itu, Muladi dinilainya sebagai sosok yang terbuka dan bertanggung jawab. Sebelum dirawat dan meninggal, kesehatan Muladi sempat terganggu. Namun, semangat mengajar tak pernah luntur. ”Tanggung jawab ilmiahnya luar biasa,” kata Sudharto.
Muladi telah meletakkan dasar yang kuat terhadap sistem pendidikan di Undip dan menumbuhkan rasa memiliki di antara sivitas akademika.
Apa adanya
Menurut Sudharto, karakteristik Muladi, yakni lurus. Artinya, apa yang ada di pikiran, itulah yang diucapkan. Di balik ketegasan dan suara lantangnya, Muladi berhati lembut. Dalam setiap memberi pidato sambutan, ia kerap mampu membuat suasana menjadi menyenangkan.
”Meskipun kelihatannya serius, beliau selalu menyertakan candaan. Saat menjadi rektor, salah satu motivasi para dosen untuk datang mendengar sambutan beliau adalah candaannya. Selalu ada kalimat-kalimat yang membuat suasana cair,” kenang Sudharto.
Muladi dan Sudharto sama-sama terlibat dalam perancangan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menggantikan UU No 23/1997. Ketika itu, selalu ada sesuatu yang baru pada aspek pidana dari Muladi, yang memiliki kemampuan dalam mengeksplorasi perkembangan hukum pidana.
Sementara itu, di mata Guru Besar Bidang Hukum Pidana FH Undip, Pujiyono, Muladi ialah sosok yang tak pernah berhenti mencurahkan perhatian untuk pengembangan ilmu hingga sekarang. Itu ditunjukkan Muladi baik saat masih menjabat sebagai dosen, dekan, rektor, bahkan saat menduduki posisi menteri di Jakarta.
Almarhum sangat demokratis, egaliter, dan kebapakan. ”Saat menjadi rektor, bahkan menteri, hubungan secara pribadi dengan kami semua (anak didiknya) sangat baik dan tidak berjarak. Juga saat beliau memberi bantuan dan dorongan selalu total. Kami, murid-muridnya di FH Undip, kehilangan figur pendidik,” ujar Pujiyono.
Salah satu hal yang dikagumi Pujiyono dari Muladi ialah ia tidak pernah menyalahkan pendapat seseorang. Setiap ada pendapat berbeda, Muladi menganggapnnya sebagai pengayaan keilmuan, bukan satu pertentangan pribadi atau individu dalam keilmuan. Nilai-nilai itu juga yang diajarkan kepada murid-muridnya.
Duka diselimuti rasa hormat terasa di TMP Giri Tunggal Semarang, kemarin sore. Deretan karangan bunga sebagai bentuk ungkapan duka berjajar di depan TMP ataupun lorong dekat liang lahat. Atas permintaan keluarga pula, almarhum dimakamkan di Semarang. Tak jauh dari almamaternya. Selamat jalan, Prof....