Melihat Pesawat Tempur Rafale di Pabriknya
Saat berada di pabrik Dassault Aviation di Bordeaux-Merignac, saya melewati hanggar perakitan Rafale. Pesawat-pesawat tempur baru berjajar rapi. Sayang, saya tak bisa memotretnya. ”Kalau memotret, Anda bisa dipenjara.”
Pembelian 42 pesawat tempur Rafale produksi Dassault Aviation, Perancis, oleh Pemerintah RI menjadi berita utama harian Kompas edisi Jumat (11/2/2022). Situs Dassault Aviation juga menampilkan berita pembelian Rafale itu di halaman muka.
Saya jadi teringat dengan pengalaman tahun 2017. Saat itu saya ditugaskan meliput pameran kedirgantaraan terbesar, Paris Air Show 2017, sekaligus mengunjungi pabrik Dassault Aviation.
Inilah pertama kali saya meliput bidang yang saya sukai sejak masih bocah, yaitu kedirgantaraan. Apalagi, lokasi liputannya di Perancis. Keren!
Meskipun menyukai bidang kedirgantaraan, pengetahuan saya tentang Dassault Aviation sangat minim. Pengetahuan saya tentang industri pesawat terbang Perancis hanya terbatas pada pesawat legendaris Concorde dan pesawat tempur Mirage. Ini karena saya gemar membaca komik petualangan Tanguy dan Laverdure.
Sebelum berangkat, saya mengurus sendiri Visa Schengen. Proses pembuatan visa ini normalnya memakan waktu lebih kurang dua pekan. Gawat. Saya bisa batal pergi karena jadwal keberangkatan kurang dari dua pekan.
Saya memberi tahu masalah ini kepada perwakilan pengundang yang berada di Singapura. Mereka kemudian meminta saya menunggu. Apa yang terjadi? Voila! Visa saya diterbitkan lebih cepat dari waktu normal.
Baca juga : Rafale Perkuat Kemitraan RI-Perancis
Antara Paris dan Bordeaux
Selama di Perancis, agenda press tour, antara lain menyaksikan Paris Air Show 2017 di Le Bourget yang terletak di sebelah utara Paris, dan mengunjungi dua pabrik Dassault Aviation di Bordeaux, Perancis. Kedua pabrik itu adalah pabrik khusus sayap pesawat yang berlokasi di Martignas dan pabrik perakitan pesawat di Bordeaux-Merignac.
Dassault Aviation yang didirikan oleh Marcel Dassault (1892-1986) memiliki 12 lokasi pabrik yang tersebar di Perancis. Mereka ada di Seclin (produksi panel), Argenteuil (perakitan jet tempur dan bahan metal), Le Bourget (layanan konsumen dan suku cadang), Saint Cloud (kantor pusat, riset, dan desain), Argonay (produksi alat kendali penerbangan), dan Istres (uji coba pesawat).
Selain itu, juga ada di Biarritz (perakitan jet eksekutif Falcon dan produksi bahan komposit), Cazaux (uji coba senjata), Poitiers (perakitan kanopi jet tempur dan produksi titanium), Suresnes (simulasi, pelatihan, dan dokumentasi), serta Martignas dan Bordeaux-Merignac.
Baca juga: AS Isyaratkan Penjualan 36 Jet Tempur F-15ID ke Indonesia
Pabrik di Martignas dan Bordeaux-Merignac ditempuh dengan pesawat terbang dari Paris ke Bordeaux sekitar 1 jam, lalu dilanjutkan dengan mobil selama 15 menit. Kedua pabrik berlokasi di Bordeaux yang terkenal dengan minuman anggurnya.
Selama berkeliling di pabrik Bordeaux-Merignac, kami didampingi seorang pria kurus berkacamata yang tidak banyak bicara. Usianya sekitar 45-50 tahun. Di akhir kunjungan, dia baru memperkenalkan diri. Namanya Jean-Pierre Estoup, jabatan: komandan keamanan.
Sambil mengobrol santai, Estoup mengatakan, dirinya adalah anggota militer aktif meskipun enggan menyebut pangkatnya. Rupanya, begitulah cara Dassault menjaga rahasianya, ketat tetapi tidak mencekam.
Gagal ke kebun anggur
Dassault Aviation tidak hanya memiliki bisnis pembuatan pesawat terbang. Perusahaan keluarga ini juga memiliki perkebunan dan penyulingan anggur di Bordeaux.
Melihat proses penyulingan anggur milik keluarga Dassault kemudian diselipkan dalam rangkaian acara press tour. Produk anggur mereka memakai merek Chateau Dassault.
Namun, rupanya keberuntungan belum bersama saya. Nama saya tidak tercatat ketika proses check in untuk naik pesawat dari Paris ke Bordeaux. Kemungkinan karena nama saya terdiri dari tiga kata yang bisa menyebabkan kekeliruan nama.
Masalah ini membuat saya gagal terbang bersama rombongan jurnalis lainnya ke Bordeaux. Saya harus menunggu sekitar 1 jam untuk kemudian naik penerbangan berikutnya.
Akibatnya, saya batal melihat pabrik penyulingan anggur milik keluarga Dassault. Setiba di Bordeaux, acara sudah selesai dan saya langsung menuju pabrik Dassault Aviation.
Sayang sekali. Padahal, saya sudah membayangkan melihat perkebunan anggur yang sangat luas dengan tong-tong dari kayu oak berisi anggur yang disimpan di gudang bawah tanah. Semoga ada kesempatan lain untuk menyaksikan hamparan kebun dan tempat penyulingan anggur.
Baca juga: Berliku Menguak Masker Medis Palsu
Selama di sana, kami tidak membahas khusus tentang pesawat tempur Rafale karena agenda utama adalah mengenal pesawat jet eksekutif seri Falcon, produk yang dibuat belakangan setelah produksi pesawat tempur Mirage.
Generasi pertama jet tempur Dassault adalah Mirage III (1956), Mirage IV (1959), Mirage F-1 (1966), Mirage 2000 (1978), Mirage 4000 (1979), hingga jet tempur Rafale (1991) yang terus diproduksi sampai sekarang.
Rafale merupakan pengganti Mirage dengan varian Rafale M (angkatan laut), Rafale C (kursi tunggal), dan Rafale B (kursi ganda).
Adapun produksi jet pribadi baru dimulai pada 1963 dengan munculnya Falcon 20, diikuti Falcon 10 (1970), Falcon 50 (1974), Falcon 900 (1984), Falcon 2000 (1991), lalu Falcon 7X (2005) yang diklaim sebagai Falcon paling laris dan jet pribadi pertama di dunia dengan teknologi digital. Kesuksesan Falcon 7X diikuti dengan kemunculan Falcon 8X (2015) dan generasi jet pribadi paling anyar sekaligus ”flag ship”, yaitu Falcon 5X.
Baca juga: Tiga Hari Mencari Hiu Paus
Hanggar Rafale
Saat berada di pabrik Dassault Aviation di Bordeaux-Merignac itulah saya berkesempatan melewati hanggar perakitan Rafale. Saya berjalan sambil pandangan tak lepas memperhatikan pesawat tempur itu dari jarak sekitar 25 meter. Saya sengaja memperlambat langkah agar lebih puas melihat langsung Rafale.
Di hanggar terdapat pesawat-pesawat Rafale yang masih baru dan berjajar rapi. Terlihat beberapa teknisi yang tengah sibuk bekerja di sekitar pesawat. Wujud pesawat tempur bersayap delta itu tampak anggun dan mewah, seperti desain mobil Eropa. Namun, tetap memancarkan aura pesawat tempur yang mematikan.
Sayap delta adalah jenis sayap yang dari depan terlihat seperti segitiga. Disebut delta karena dalam aksara Yunani, huruf D besar dilambangkan dengan segitiga.
Baca juga : Rafale, Kemandirian Vs Embargo
Sayang, saya tidak bisa memotret pesawat-pesawat itu. Sebelumnya, kami sudah diperingatkan tentang larangan keras memotret di dalam pabrik. Satu-satunya tempat yang diizinkan untuk dipotret adalah di depan gedung yang berfungsi semacam museum di Bordeaux-Merignac.
Ponsel dan kamera sebenarnya tetap dibawa di dalam tas dan tidak perlu ditinggal. Namun, niat untuk memotret diam-diam yang sempat tebersit saya urungkan. ”Kalau memotret, Anda bisa dipenjara,” kata perwakilan dari Dassault Falcon, Yves Carriere, sambil tersenyum.
Baca juga: Hari-hari Seusai ”Kompas” Dibredel via Telepon
Daripada berbuntut panjang, lebih baik saya puaskan saja memandang pesawat tempur itu sebisa mungkin. Saya bukan James Bond yang punya kamera mini dalam pena atau kacamata sehingga bisa memotret secara rahasia. Sebagai bahan liputan, saya berusaha mengingat baik-baik semua yang saya lihat.
Rafale disebut pesawat multiperan atau ”Omnirole” karena dapat berfungsi sebagai pesawat tempur, pembom, pengintai, dan pesawat latih. Dalam situs Dassault Aviation disebutkan, Rafale mulai berdinas di Angkatan Laut Perancis pada 2004 dan Angkatan Udara Perancis pada 2006. Rafale memiliki lebih dari 30.000 jam operasi di wilayah konflik, seperti Afghanistan, Libya, Mali, Irak, dan Suriah.
Meskipun hanya sekelebat, saya merasa terkesan karena dapat melihat langsung Rafale di tempat produksinya. Mungkin hanya sedikit orang Indonesia yang pernah melihat Rafale di pabriknya, termasuk saya. Namun, tak lama lagi, banyak orang Indonesia akan melihat Rafale mengudara di langit Nusantara untuk menjaga wilayah dan kedaulatan RI.