AS Isyaratkan Penjualan 36 Jet Tempur F-15ID ke Indonesia
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyetujui potensi penjualan 36 pesawat tempur F-15ID ke Indonesia. Namun realisasinya antara lain harus menunggu restu Kongres Amerika Serikat.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, KAMIS -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) pada Kamis (10/2/2022) menyetujui kemungkinan penjualan 36 unit pesawat tempur F-15ID dan peralatan terkait senilai 13,9 miliar dollar AS kepada Pemerintah Indonesia. Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan atau DSCA AS menyampaikan sertifikasi yang diperlukan tentang rencana penjualan itu kepada Kongres AS.
Dalam pernyataan persnya, DSCA AS menyatakan, persetujuan usulan penjualan itu akan mendukung tujuan kebijakan luar negeri dan tujuan keamanan nasional AS. Tujuan yang dimaksud adalah meningkatkan keamanan mitra regional penting AS yang merupakan kekuatan untuk menjaga stabilitas politik dan kemajuan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik.
“Sangat penting bagi kepentingan nasional AS untuk membantu Indonesia dalam mengembangkan dan memelihara kemampuan bela diri yang kuat dan efektif,” kata DSCA.
Persetujuan kemungkinan Pemerintah AS untuk menjual pesawat tempur F-15ID itu diputuskan tidak berselang lama setelah Pemerintah RI sepakat membeli 42 unit pesawat tempur Rafale buatan Dassault Aviation, Perancis. Persetujuan pembelian itu diungkap setelah Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto bertemu Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly di Jakarta pada Kamis waktu Indonesia. Indonesia menjajaki pula pembelian dua kapal selam Scorpene buatan Naval Group.
Disebutkan DSCA, Pemerintah Indonesia telah mengajukan pembelian sebanyak 36 unit pesawat F-15ID dan sejumlah peralatan terkait. Di antaranya 87 mesin F110-GE-129 atau F100-PW-229 (72 terpasang dan 15 suku cadang), 45 Radar AN/APG-82(v)1 Advanced Electronically Scaned Array (AESA) (36 terpasang, 9 suku cadang), serta 45 AN/ALQ-250 Eagle Passive Active Warning Survivability Systems (EPAWSS) (36 terpasang, 9 suku cadang).
Ada pula 48 komputer digital Advanced Display Core Processor (ADCP) II (36 terpasang, 12 suku cadang), 80 Joint Helmet Mounted Cueing Systems (JHMCS) (72 terpasang, 8 suku cadang), dan 92 perangkat keamanan Sistem Pemosisian Global (GPS)/Sistem Navigasi Inersia (EGI).
Pemerintah RI juga memesan peralatan serta suku cadang pendukungnya. Di antaranya adalah tangki bahan bakar konformal ; sekam dan suar ; pesawat dan peralatan pendukung dan pengujian personel ; serta tiang, adaptor peluncur, antarmuka senjata, dan tangki bahan bakar. Ada juga laboratorium peralatan pengukuran presisi, kalibrasi ; dan simulator serta suku cadang dan perbaikan, layanan perbaikan dan pengembalian.
Turut dipesan adalah layanan jasa pelatihan personel dan peralatan pelatihan ; jasa pengelolaan fasilitas dan fasilitas, desain dan/atau konstruksi ; layanan dukungan teknik, teknis dan logistik Pemerintah AS dan kontraktor. Total nilai pesawat dan peralatan-peralatan itu disebut DSCA mencapai 13,9 miliar dollar AS atau senilai Rp 199,56 triliun.
Lebih lanjut, menurut DSCA, penjualan itu jika disetujui Kongres akan meningkatkan kemampuan Indonesia untuk menghadapi ancaman di saat ini dan di masa depan. Pesawat-pesawat tempur dan peralatan pendukungnya itu akan memungkinkan Indonesia meningkatkan kemampuan pertahanan udaranya di wilayah udara dan maritim yang kompleks.
Indonesia disebut DSCA tidak akan kesulitan dalam “menyerap” peralatan militer AS itu dalam angkatan bersenjata Indonesia. DSCA menegaskan bahwa usulan penjualan peralatan dan pendukungnya itu tidak akan mengubah keseimbangan dasar militer di Asia-Pasifik.
Jual-beli senjata itu jika terealisasi, DSCA berpendapat, tidak akan berdampak buruk terhadap kesiapan pertahanan AS. DSCA memberitahukan bahwa persetujuan kemungkinan penjualan itu wajib diberitahukan kepada khalayak sesuai hukum yang berlaku di AS.
Hal itu mencakup juga deskripsi dan juga nilai barang-barang yang akan dijual sesuai dengan kuantitas dan nilai mata uang dollar AS yang berlaku. Nilai atau harga jual final peralatan-peralatan militer itu akan tergantung pada persyaratan akhir, otoritas anggaran, dan perjanjian penjualan yang ditandatangani, jika dan ketika telah disepakati.
Disebutkan bahwa kontraktor utama dalam proses penjualan peralatan-peralatan militer itu adalah The Boeing Company. Maksimal sebanyak 20 perwakilan Pemerintah AS dan kontraktor akan ditugaskan ke Indonesia jika kesepakatan kedua pihak tercapai. Mereka akan memberikan memberikan dukungan teknis untuk operasi pemeliharaan dan untuk menggelar pelatihan penerbangan dan pemeliharaan peralatan.
Penjualan persenjataan dari AS ke luar negeri harus melalui persetujuan Kongres. Belajar dari kasus Uni Emirat Arab (UEA), persetujuan penjualan di Departemen AS tidak serta merta berakhir mulus dengan realisasi transaksinya. Presiden Donald Trump pada awal 2021 alias di akhir masa jabatannya berkomitmen akan memenuhi permintaan pembelian F-35 dari UEA. Namun sampai saat ini, komitmen itu belum terealisasi karena Kongres belum menyetujuinya. (BEN)