logo Kompas.id
CerpenTanah Harapan
Iklan

Tanah Harapan

Anak-anak nenek memang tak sampai mengemis untuk bisa makan, atau lebih buruk lagi, tapi anak-anak tertua harus bekerja di perkebunan tebu untuk menghasilkan sedikit uang untuk membiayai sekolah mereka.

Oleh
Linggar Rimbawati
· 8 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/kOatfBKqgyoycHSHInuUnNYTn1k=/1024x1723/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F07%2F20200715-Cerpen-Tanah-Harapan_web_90457235_1594827318.jpg

Sebenarnya, mendiang nenekku pernah berpesan untuk tidak menyentuh sehamparan lahan bersemak-belukar itu selama masih ada tanah lain yang bisa kugarap. Tanah sangar, tak jelas asal-usulnya. Tapi sebulan lalu bapak kembali menjual sepetak sawahnya untuk biaya persalinan kakakku dan melunasi sisa utang ibu. Seorang sepupu ibu nyusuki sawah itu dengan harga di bawah pasaran.

Hidup yang getir itulah yang membuatku nekad mengusik tanah harapan itu, yaitu seperdelapan hektar tanah tak bertuan di seberang kali yang selama ini hanya berisi semak-semak, tanaman senggani, alamanda yang merajalela, kembang telang dan barangkali sarang ular. Konon sejak zaman Belanda, tak jelas siapa pemilik tanah itu. Tapi orang-orang desa percaya kakekku punya hak atasnya. Bukan hak sepenuhnya, sebab ia harus berbagi dengan saudara tirinya yang salah satu keturunannya membeli sawah ibu.

Editor:
arcanaputu
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000