Ketika Distribusi Logistik Pilkada Yalimo Dihalangi Massa Selama 48 Jam
Ratusan massa menghambat proses distribusi logistik pilkada di Distrik Apalapsili, Kabupaten Yalimo. Akibatnya, belasan ribu pemilih tak mengikuti pilkada secara serentak.
Sedikitnya 13.000 pemilih di Distrik Apalapsili, Kabupaten Yalimo, Papua, tak dapat menyalurkan aspirasinya secara serentak pada 9 Desember 2020. Penyebabnya adalah ratusan warga menghalangi distribusi logistik pilkada demi mewujudkan keinginan pemungutan suara dengan sistem noken.
Selasa (8/12/2020) atau H-1 jelang pemungutan suara sekitar pukul 06.00 pagi waktu setempat, sedikitnya 500 simpatisan pasangan calon kepala daerah Erdi Dabi-John Wilil telah memadati Kantor Distrik (Kecamatan) Apalapsili. Kantor tersebut juga menjadi gudang penyimpanan surat suara, alat pelindung diri, dan logistik pilkada lainnya.
Massa menuntut agar distribusi logistik ke 52 tempat pemungutan suara (TPS) di Apalapsili dibatalkan. Massa meminta Panitia Pemilihan Distrik (PPD) untuk melaksanakan pemilihan noken dan memberikan suara 100 persen bagi kandidat kepala daerah pilihan mereka.
Tentunya permintaan massa tak bisa dipenuhi jajaran PPD Apalapsili. Sesuai dengan petunjuk teknis Komisi Pemilihan Umum Papua, hanya 50 distrik di Kabupaten Yahukimo yang diperbolehkan melaksanakan pemungutan suara dengan sistem noken dalam Pilkada 2020.
Sistem pemilihan noken merupakan mekanisme pemungutan suara di daerah pegunungan Papua, yakni melalui musyawarah warga untuk menentukan pemimpin pilihannya. Kemudian, warga sepakat memasukkan surat suara hasil pilihan bersama itu ke noken atau tas tradisional khas Papua dari rajutan akar, batang bunga anggrek, dan serat kulit kayu.
Jajaran PPD Apalapsili pun melaporkan aksi massa yang menyebabkan distribusi logistik pilkada terhambat ke pimpinan KPUD Yalimo dan aparat keamanan. Pihak KPUD bersama Bawaslu, aparat TNI-Polri dari Distrik Elelim, ibu kota Yalimo, segera menuju ke Apalapsili.
Baca juga: Ratusan Warga Halangi Distribusi Logistik untuk 52 TPS di Yalimo Papua
Perjalanan dari Yalimo ke Apalapsili dengan mobil memakan waktu sekitar 3 jam karena kondisi jalan yang rusak berat. Diketahui, Yalimo termasuk salah satu daerah di kawasan pegunungan tengah Papua yang menjadi rute jalur Trans-Papua dari Kota Jayapura ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya, sepanjang 585 kilometer.
Setelah tiba di sana, KPUD, jajaran Bawaslu, bersama aparat keamanan yang dipimpin Kapolres Yalimo Ajun Komisaris Besar Rahmad Kaharudin dan Komandan Distrik Militer 1702/Jayawijaya Letnan Kolonel (Inf) Candra Dianto mengimbau warga agar menghentikan aksi blokade distribusi logistik.
Situasi pun semakin rawan konflik ketika massa dari kandidat nomor urut dua, Lakius Peyon-Nahum Mabel, turut hadir di sekitar Kantor Distrik Apalapsili. Massa pendukung Lakius-Nahum menuntut tetap ada pemungutan suara di 52 TPS tetap menggunakan sistem one man one vote (satu pemilih satu suara) seperti yang lazim dilakukan.
Terjadi aksi saling lempar batu antara massa dari kedua kandidat sekitar pukul 13.00 WIT. Lima warga terluka dalam insiden ini. Untungnya aparat keamanan tetap tenang dalam menghadapi tanpa mengeluarkan tembakan yang membahayakan massa.
”Kami berada di tengah hujan lemparan batu kedua massa. Saya menginstruksikan 80 personel TNI di Apalapsili tetap sabar menghadapi aksi massa hingga situasi kondusif sekitar pukul 16.00 WIT. Pendekatan keamanan di pegunungan Papua sebaiknya sesuai dengan kearifan lokal dan watak masyarakat setempat,” ungkap Candra, yang menjadi Dandim Jayawijaya sejak 2018.
Akhirnya, KPUD Yalimo memutuskan melanjutkan negosiasi dengan massa pada Rabu. Mereka pun memutuskan, para pemilih di 52 TPS akan mengikuti pemilu susulan setelah adanya pembicaraan dengan perwakilan massa dari kedua pasangan calon.
Teknik mediasi
Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Papua Jamaludin Lado Rua dari Jayapura, Ibu Kota Provinsi Papua, terbang ke Wamena dengan pesawat sehari sebelum pemungutan suara. Setelah mendapatkan laporan tentang masalah di Apalapsili, Jamaluddin hendak menuju ke Elelim dengan perjalanan darat. Namun, ia membatalkan rencana tersebut karena tidak adanya penginapan di daerah tersebut.
Rabu (9/12/2020) sekitar pukul 05.00 WIT, Jamaludin bersama tim menuju Elelim sekitar 5 jam perjalanan. Setelah tiba dan berdiskusi dengan pihak Bawaslu setempat, Jamaluddin bersama sembilan orang anggota timnya menuju ke Apalapsili.
Tim Bawaslu Papua tiba di Kantor Distrik Apalapsili sekitar pukul 14.00 WIT. Jamaludin pun segera menggelar pertemuan tertutup dengan dua perwakilan dari masing-masing kandidat di sebuah ruangan. Tujuannya agar pemungutan susulan segera terlaksana.
Dalam pertemuan itu, Jamaludin dengan saksama menyimak setiap perwakilan massa menyampaikan keinginannya dengan penuh amarah. Ia pun menyampaikan dua pandangan sikap kepada perwakilan dua kelompok massa. Pertama, distribusi logistik ke 52 TPS wajib dilaksanakan dan tetap menggunakan sistem pemilu seperti biasanya. Kedua, apabila massa tetap menolak, KPUD tidak bisa menerima hasil rekapitulasi suara dari Apalapsili dan bisa berdampak bagi perolehan suara kedua pasangan calon.
”Perwakilan kedua kelompok massa yang semulanya saling ngotot terkejut dengan peryataan saya yang tegas, tetapi dengan cara yang santun. Mereka pun memohon waktu untuk menyampaikannya kepada ratusan massa yang berada di luar kantor distrik,” tutur Jamaluddin.
Setelah berbicara dengan massa, kedua pihak perwakilan kembali bertemu Jamaludin, tetapi di ruang aula kantor distrik. Tujuannya agar hasil pembicaraan bisa diketahui massa.
Dalam pertemuan kedua di aula, kedua perwakilan massa pun kembali meminta kepada Jamaludin agar pemungutan suara bisa diwakilkan saja oleh kepala suku atau dikenal dengan istilah big man.
Jamaludin pun menolak permintaan kedua perwakilan kelompok dengan halus. Ia pun menyampaikan kepada mereka, apabila permohonan tersebut dikabulkan, jajaran KPU ataupun Bawaslu Yalimo bisa mendapatkan sanksi berat dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Akhirnya, setelah adanya pembicaraan hingga pukul 16.00 WIT, massa bisa memahami arahan dari Bawaslu dan menyetujui agar tetap dilaksanakan distribusi logistik ke 52 TPS. Massa pun setuju mengikuti pemilu susulan bukan dengan sistem noken yang dituntut mereka pada Jumat (11/12).
”Upaya mediasi dengan diskusi dari hati ke hati, saling mendengarkan serta memberikan solusi, merupakan cara yang lebih efektif dan diterima oleh kedua belah pihak. Ilmu inilah yang saya terapkan setelah lulus pelatihan dari lembaga Pusat Mediasi Nasional di Jakarta tahun lalu,” ungkap Jamaludin.
Perlu evaluasi
Jamaludin berpendapat, kejadian di Apalapsili terkait sistem noken bukanlah yang pertama kali. Sistem noken sering kali menjadi sumber konflik antarsimpatisan. Padahal, penggunaan sistem noken yang sesuai prosedur telah diatur dalam putusan Mahkamah Konstitusi pada 2009 untuk 14 kabupaten di Papua.
Dalam putusan tersebut, sistem noken dapat dilaksanakan dengan tiga syarat, yakni daftar pemilih tetap yang valid, adanya administrasi pendataan jumlah pemilih dalam sistem noken oleh KPPS, dan dilaksanakan dalam situasi yang damai.
”Fakta yang terjadi, sistem noken sering kali digunakan untuk penggelembungan suara kandidat tertentu dan mobilisasi massa dalam pemilu. Seharusnya bukan Juknis dari KPU, tetapi sebuah undang-undang yang mengatur tentang penggunaan sistem noken yang demokratis dan sesuai kearifan lokal,” tutur Jamaludin.
Dandim 1702/Jayawijaya Letkol Inf Candra Dianto bersama perwakilan Polres Yalimo dan KPUD bertemu dengan massa di Kantor Distrik Apalapsili, Kabupaten Yalimo, Selasa (8/12). Sekretaris Koalisi Kampus untuk Demokrasi Papua Elvira Rumkabu mengatakan, terdapat sejumlah poin penting yang dapat dipetik dari masalah di Apalapsili, yakni perlunya sistem deteksi dini daerah rawan saat pilkada, harus ada perbedaan jumlah pengawas di daerah yang rawan konflik dan aman, adanya indikator yang lebih detail tentang daerah yang rawan gangguan konflik saat pilkada dan Pokja Covid-19 lebih diaktifkan.
”Dengan pelaksanaan empat poin ini, Bawaslu melalui pengawas di lapangan bisa menciptakan sebuah tindakan atau aksi untuk mengeliminir potensi konflik di daerah yang melaksanakan Pilkada,” tutur Elvira.
Kepala Sekretariat Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Papua Frits Ramandey mengatakan telah meneliti tentang hal ini di sejumlah daerah mulai dari tahun 2014 hingga 2017, seperti Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayapura, Nabire, dan Keerom. Hasilnya, penggunaan sistem pemilihan noken diwakilkan kepala suku.
Ia pun menyatakan, praktik itu sudah melanggar hak asasi manusia. Sebab, warga tak dapat menyalurkan aspirasi sesuai pilihannya. ”Seharusnya, warga memasukkan surat ke dalam noken yang ditempelkan wajah calon kepala daerah, anggota legislatif, dan presiden. Fakta yang kami temukan ternyata ada kepala suku yang mewakili mereka untuk mencoblos calon tersebut,” kata Frits.
Baca juga: Sejumlah Pilkada di Papua Rawan Gangguan