Ibu kota baru dirancang menjadi sebuah kota cerdas yang ramah lingkungan. Semua fasilitas dibangun lengkap. Tak hanya perkantoran, tetapi fasilitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan juga disiapkan negara untuk para ASN.
Oleh
Anita Yossihara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati Presiden Joko Widodo sudah menetapkan Kabupaten Kutai Kartanagera dan Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur sebagai calon ibu kota negara baru, pemindahan masih memerlukan proses yang relatif panjang. Tak hanya kajian yang masih perlu pendalaman, regulasi sebagai payung hukum ibu kota negara baru juga belum diajukan dan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat.
Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (27/8/2019), menyampaikan, Presiden Jokowi baru sebatas mengusulkan calon ibu kota negara baru. Sesuai dengan prosedur, ibu kota negara baru akan ditetapkan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
”Jadi pemerintah itu tidak sepihak (menetapkan). Ini calon ibu kota nanti diajukan ke DPR karena yang menetapkan bersama-sama pemerintah dan DPR,” kata Wapres Kalla saat dimintai penjelasan tentang persiapan pemindahan ibu kota negara baru dari Jakarta.
Langkah awal yang harus dilakukan pemerintah, selain melakukan persiapan pembangunan, adalah menyusun payung hukum berupa undang-undang. Seperti umumnya pembuatan UU, pemerintah harus mengusulkan RUU ibu kota negara baru ke DPR untuk dibahas bersama. Pemindahan ibu kota baru dianggap sah menurut hukum setelah disepakati DPR dan pemerintah.
Wapres Kalla menjelaskan, sampai saat ini pemerintah belum berencana untuk mengajukan RUU ke DPR. Kemungkinan besar RUU baru bisa diajukan kepada DPR periode 2019-2024 karena masa tugas parlemen periode ini tinggal satu bulan lagi.
Diperkirakan RUU juga tidak bisa langsung dibahas begitu DPR baru dilantik. Sebab, biasanya DPR menghabiskan waktu cukup lama di awal jabatan untuk membahas dan menyusun alat kelengkapan DPR.
Perlu pendalaman
Terkait kajian, Wapres Kalla mengungkapkan bahwa pemerintah sudah melakukan kajian, termasuk ekologi. Akan tetapi, saat ini kajian untuk berbagai sektor masih memerlukan pendalaman.
”Kajian itu tentu sebagian besar ada, termasuk ekologi. Tetapi, perlu pendalaman dari semua sektor, sektor pemerintahan, ekonomi, dan sebagainya,” ujarnya. Hasil kajian itulah yang nantinya menjadi bahan untuk menyusun naskah akademik RUU ibu kota negara baru.
Selain RUU ibu kota negara baru, sejumlah regulasi juga harus disesuaikan, salah satunya UU Penataan Ruang. Namun, penyusunan payung hukum itu pun baru bisa dilakukan setelah seluruh kajian selesai.
Dalam kesempatan itu, Wapres juga menegaskan bahwa pemindahan ibu kota negara harus dilakukan dengan hati-hati. Jika ingin ibu kota yang baik, perencanaan juga harus baik dan prosedural.
Apalagi, pemindahan ibu kota negara RI berbeda dengan kasus serupa di negara-negara lain. Malaysia, misalnya, memindahkan pusat pemerintahan ke Putrajaya yang berjarak sekitar 25 kilometer dari Kuala Lumpur. Hal ini membuat cukup kantor perdana menteri dan kementerian yang dipindah dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Sementara di Indonesia, semua kantor kementerian harus dipindah karena ibu kota negara baru berada di pulau yang berbeda.
ASN dipindah
Pemindahan ibu kota negara menimbulkan konsekuensi pemindahan aparatur sipil negara (ASN). Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin di Kantor Wapres menyebutkan, setidaknya 180.000 ASN akan dipindah ke ibu kota negara baru.
”ASN yang berada di kementerian, lembaga, dan badan-badan yang di tingkat pusat itu jumlahnya 180.000 ASN. Mereka yang akan pindah,” kata Syafruddin.
Mantan Wakil Kepala Polri itu pun meminta semua ASN di instansi pemerintah pusat untuk tidak khawatir dengan pemindahan pusat pemerintahan. Akan lebih baik jika para ASN berpikir positif karena setiap kebijakan yang diambil negara, termasuk pemindahan ibu kota negara, bertujuan baik.
”Saya perlu jelaskan kembali ke dasar berpikir kita, tidak ada satu pun negara yang mengambil kebijakan yang akan merugikan atau menelantarkan,” katanya. Penjelasan itu disampaikan menanggapi hasil survei Indonesia Development Monitoring yang menyebut, 94,7 persen ASN menolak dipindahkan ke ibu kota negara baru.
Fasilitas lengkap
Syafruddin menambahkan, ibu kota baru itu dirancang menjadi sebuah kota cerdas yang ramah lingkungan. Semua fasilitas dibangun lengkap. Tak hanya perkantoran, tetapi fasilitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan juga disiapkan negara untuk para ASN.
Dengan konsep penataan kota yang baik, lanjut Syafruddin, ASN justru bisa menghemat biaya hidup. ”Kalau sekarang kerja di Jakarta, rumah di Bekasi, Tangerang, Depok, harus berangkat pagi-pagi pukul 04.00. Di ibu kota baru nanti cukup berjalan kaki atau naik sepeda karena jarak rumah dengan kantor hanya 500 meter, misalnya,” katanya.
Menurut rencana, pemindahan kementerian dan lembaga bersama para ASN dilakukan secara bertahap. Sesuai dengan rencana Presiden Joko Widodo, pemindahan dimulai tahun 2024.
Sementara sejumlah ASN di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara menyatakan siap jika diminta pindah ke ibu kota negara baru. Salah satunya Rusmin Nuryadin, yang saat ini menjabat sebagai Asisten Deputi Komunikasi dan Informasi Publik Sekretariat Wakil Presiden.
”Kalau saya siap, karena sejak tes CPNS awal sudah berjanji siap ditempatkan di mana pun di negara Republik Indonesia,” ujarnya.