KPK meminta Badan Pengusahaan Batam dan Pemkot Batam bekerja sama menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang bersih. Penangkapan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun terkait dugaan suap izin lokasi rencana reklamasi menjadi peringatan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Penangkapan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun sepekan lalu terkait dugaan suap izin lokasi rencana reklamasi menjadi peringatan bagi pejabat daerah. Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Badan Pengusahaan Batam dan Pemerintah Kota Batam bekerja sama menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang bersih.
Koordinator KPK Wilayah II Sumatera Abdul Haris mengatakan, kedatangan tim KPK ke Batam, Kepulauan Riau, Senin (22/7/2019), secara khusus bertujuan mengumpulkan informasi terkait persoalan status aset Badan Pengusahaan (BP) Batam yang pengelolaannya sebagian akan dialihkan kepada Pemkot Batam.
”Masalah yang paling pokok adalah soal koordinasi. Terus terang, ini gampang diucapkan, tetapi susah dilaksanakan,” kata Abdul.
Masalah yang paling pokok adalah soal koordinasi. Terus terang, ini gampang diucapkan, tetapi susah dilaksanakan.
Menurut dia, koordinasi yang baik di antara kedua lembaga menjadi modal utama menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang transparan. Dengan begitu, diharapkan tidak ada peluang bagi penyalahgunaan wewenang di dalamnya yang berujung pada kasus korupsi, baik suap maupun gratifikasi.
”Yang sekarang kami lakukan ini pencegahan. Masyarakat sudah lelah melihat KPK hampir setiap minggu menangkap koruptor. Baru-baru ini, warga Kepri juga menyaksikan gubernurnya ditangkap,” ujar Abdul.
Direktur Humas dan Promosi BP Batam Dendi Gustinandar mengatakan, sejak 2016, Pemkot Batam mengajukan enam surat permohonan pengalihan kepemilikan aset. Saat ini, baru satu surat permohonan yang rampung diproses. Adapun lima sisanya masih dalam proses pengkajian BP Batam.
Pengalihan aset yang saat ini sudah rampung diproses adalah tanah dan bangunan Pasar Induk Sei Jodoh, Masjid Raya Batam, serta Kantor Pemkot Batam. Menurut Dendi, jika dijabarkan secara mendetail, aset yang tercantum pada enam surat permohonan itu jumlahnya mencapai ratusan.
”Evaluasi dari KPK tadi terkait juga dengan kedudukan, tugas, fungsi, dan wewenang BP Batam. Yang kami harapkan, setelah ini kami bisa bekerja dengan lebih pasti,” kata Kepala BP Batam Edy Putra Irawady.
Ia mengatakan, saat ini ada banyak otoritas tak terlihat yang mengganggu percepatan investasi di Batam. Tumpang tindih kewenangan banyak lembaga dan instansi pemerintah di Batam membuat investasi menjadi mangkrak karena terbelit persoalan izin yang rumit dan berlapis.
Saat ini ada banyak otoritas tak terlihat yang mengganggu percepatan investasi di Batam.
Yang dimaksud otoritas tak terlihat itu adalah kewenangan dan regulasi yang saling bertentangan di wilayah kerja BP Batam. Edy mencontohkan, investasi di pesisir yang seharusnya menjadi kewenangan BP Batam saat ini proses pengelolaannya harus melalui izin yang berlapis ke sejumlah lembaga terkait.
”Saya menyebutnya otoritas tak terlihat karena di permukaan enggak kelihatan, tetapi dalam praktiknya sangat mengganggu. Hal ini tentu membebani daya saing Batam sebagai kawasan industri barang ekspor,” ujar Edy.
Menurut dia, tumpang tindih kewenangan itu akan menimbulkan ketidakjelasan pengelolaan modal di Batam. Dikhawatirkan hal ini akan memberi ruang kepada pejabat nakal untuk memanfaatkan celah regulasi yang abu-abu tersebut demi kepentingan pribadi.
”Peraturan yang tidak jelas akan memancing persepsi yang berbeda-beda. Diskresi petugas saat berhadapan dengan peraturan yang abu-abu sangat berbahaya, apalagi ada kepentingan tertentu, bisa-bisa nanti mereka terlibat,” tutur Edy.