Jadi Kandidat Ibu Kota, Kutai Kartanegara Punya Apa?
Salah satu wilayah yang digadang-gadang sebagai sebagai calon kuat pusat pemerintahan baru ada di timur Pulau Kalimantan. Lokasi tepatnya di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kabupaten Kutai Kartanegara. Bermodal ekonomi pertambangan, idealkah wilayah ini menjadi ibu kota yang baru?
Pemindahan ibu kota negara Indonesia kian diwacanakan serius oleh pemerintah. Tim Nawa Cipta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional membuat sebuah analisis kebijakan terkait pemindahan ibu kota sejak Maret 2017, yang kemudian disempurnakan Januari 2018. Hasil analisis itu merekomendasikan sejumlah kabupaten/kota yang layak menyandang status ibu kota, antara lain Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Tak mengherankan, pada tanggal 7 Mei 2019 Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Kalimantan Timur. Tepatnya, Presiden mengunjungi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto yang secara administratif menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Kukar.
Ada sejumlah kalkulasi yang dilakukan pemerintah saat memasukkan wilayah Tahura Bukit Soeharto menjadi calon ibu kota. Kelayakan wilayah ibu kota dapat dipertimbangkan dari berbagai aspek yakni geografis wilayah, ekonomi, infrastruktur, keamanan, sosial-budaya dan kualitas sumber daya manusia
Baca juga: Menakar Kualitas Lingkungan Jakarta Tanpa Predikat Ibu Kota
Memiliki wilayah seluas 67 hektar dengan tekstur tanah yang keras, Tahura Bukit Soeharto dinilai layak menopang gedung pemerintahan jika terpilih menjadi lokasi ibu kota baru. Luas wilayah keseluruhan daratan 27,26 juta hektar di Kalimantan Timur juga juga menjadi faktor yang menguntungkan jika ke depan dibutuhkan banyak lahan untuk dikuasai pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun Badan Usaha Milik Negara.
Selain itu, penduduk yang hanya berjumlah 752.091 orang dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 3 jiwa per kilometer persegi, dan laju pertumbuhan penduduk yang terus menurun sejak tahun 2014, membuat Kukar layak dijadikan Ibu kota baru. Mengingat dengan berpindahnya ibu kota, akan meningkatkan jumlah penduduk di dalamnya.
Profil Sosial-Budaya
Komposisi penduduk yang relatif heterogen dari sisi etnis adalah salah satu kekuatan lain yang dimiliki Kabupaten Kukar. Tercatat ada delapan etnis asli dan enam etnis pendatang yang dominan bermukim di kabupaten ini.
Keberagaman etnis diikuti juga dengan keberagaman keyakinan. Gambaran demikian setidaknya terlihat dari berdirinya lebih dari 1.500 bangunan Masjid dan Mushola, 200 lebih bangunan Gereja Katholik dan Kristen Protestan serta 15 tempat ibadah Pura di Kabupaten Kukar.
Modal keberagaman etnis pun menjadi cerminan bahwa Kabupaten Kukar tak kalah kuat dengan DKI Jakarta dalam aspek kebudayaan. Apalagi, Kukar memiliki acara kebudayaan yang sudah dikenal dunia internasional, yaitu Erau Adat Kutai International Folk Arts Festival atau biasa disebut EIFAF yang dimulai sejak tahun 2011.
Peserta EIFAF ini terdiri atas beberapa negara yang bergabung dalam anggota organisasi CIOFF (International Council of Organizations of Folklore Festivals and Folk Arts). CIOFF ini merupakan lembaga non-pemerintahan yang menjembatani hubungan antar negara melalui festival kebudayaan. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kukar memiliki budaya terbuka kepada pendatang.
Kondisi Infrastruktur
Infrastruktur kesehatan di Kukar pun mendukung kelayakan wilayah ini sebagai salah satu kandidat ibu kota. Terdapat 1.082 fasilitas kesehatan di Kukar yang terdiri atas rumah sakit, rumah bersalin, puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, klinik kesehatan, dan Polindes. Terdapat 69 dokter umum dan 43 dokter gigi yang siap melayani masyarakat Kukar.
Ketersediaan infrastruktur pendidikan sebagai salah satu faktor pendukung mutu sumber daya manusia di Kukar pun tak mengecewakan. Tersedia 559 sekolah negeri dari jenjang SD hingga SMA/SMK, dan 113 sekolah milik swasta dari SD hingga SMA/SMK dengan rasio guru dan murid yang memadai.
Infrastruktur jalur transportasi adalah salah satu kekuatan lain yang mendukung kelayakan Tahura menjadi calon pusat pemerintahan. Dari sisi laut, lokasi Tahura yang masih terbilang dekat dengan Balikpapan juga memudahkan akses ke kawasan dengan Pelabuhan Kariangau di wilayah administratif Kukar.
Posisi kabupaten yang berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah timur ini pun akan mampu mendukung keterhubungan perekonomian dengan pasar global pada masa yang akan datang. Didukung dengan adanya lebih kurang 18 pelabuhan di Kukar, akan menjadi salah satu penggerak perekonomian di masa mendatang.
Bukan hanya pelabuhan, jalan di Kukar pun lebih kurang 64 persen pada kondisi sedang hingga baik. Sekalipun infrastruktur secara menyeluruh masih jauh jika dibandingkan dengan DKI Jakarta, setidaknya 54,65 persen atau sekira 1.198,38 kilometer jalan di Kukar sudah aspal dan beton. Masih dari sisi jalan darat, Tahura Bukit Soeharto kini dilalui juga oleh Jalan Tol Balikpapan-Samarinda seksi 2.
Tahura Bukit Soeharto dinilai layak menopang gedung pemerintahan jika terpilih menjadi lokasi ibu kota baru.
Kawasan Tahura juga berada di antara dua bandara besar Kalimantan Timur, yakni Sepinggan di Kota Balikpapan dan Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto di Kota Samarinda. Bandara APT Pranoto yang baru resmi beroperasi 25 Oktober 2010, merupakan pengganti dari bandara lama Temindung di Kota Samarinda. Pasalnya, landasan pacu Bandara Temindung terbatas dan kerap mengalami banjir ketika musim hujan.
Kurangnya ketersediaan air bersih di Kukar juga patut mendapat perhatian. Produksi air bersih di Kukar pada tahun 2017 sebanyak 32,26 juta meter kubik, terjual sebanyak 23,11 juta meter kubik. Kapasitas produksi dan terjual air bersih itu baru sekitar 5-6 persen dari produksi air bersih DKI Jakarta yang mencapai 594,18 juta meter kubik dan air terjual hingga 337,14 juta meter kubik.
Sebagian penduduk Kabupaten Kukar masih mengandalkan air hujan untuk keperluan air minum. Contoh kondisi ini terjadi di Desa Perian, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara, tahun 2017, Warag desa itu masih merasakan ketiadaan air minum dari perusahaan daerah air minum di desa mereka dan terpaksa bergantung pada air hujan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih.
Hasil estimasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2018 menunjukkan, wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara baru bisa mengatasi persoalan kebutuhan air bersih lima tahun ke depan, dengan asumsi memperhitungkan instalasi pengolahan air bersih yang sudah ada dan pemerintah melakukan pengembangan infrastruktur air bersih.
Ironi Ekonomi-Lingkungan
Cerita kendala air bersih dan landas pacu Bandara Termindung yang kerap terimbas banjir, merupakan potret sisi lain di balik kekuatan ekonomi Kabupaten Kukar. Kekuatan infrastruktur jalur transportasi yang dimiliki Kabupaten Kukar juga tak dapat dilepaskan dari maraknya kegiatan ekonomi batubara.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Kalimantan Timur secara menyeluruh, menjadi penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar ke-7 di Indonesia pada tahun 2017. Bahkan, Kukar pada tahun yang sama menjadi penyumbang terbesar bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Timur, sebesar 26,20 persen dari total PDRB Kukar tahun tersebut.
Pendukung terbesar perolehan PDRB tersebut adalah sektor pertambangan khususnya batubara, lebih kurang sebesar 65,43 persen. Selanjutnya disumbang oleh sektor pertanian, konstruksi, industri pengolahan, dan perdagangan.
Lihat juga: Berburu Ibu Kota Baru
Sudah sejak lama, sektor pertambangan sangat kuat mewarnai perekonomian Kabupaten Kukar yang hasilnya mayoritas diekspor ke luar negeri. Tahun 2017, tercatat produksi batubara Kabupaten Kukar mencapai 63,98 juta ton atau seperempat lebih dari total produksi batubara Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 249,47 juta ton.
Seiring anjloknya harga komoditas batubara, hingga pertengahan 2015 setidaknya ada 125 perusahaan batubara di Kalimantan Timur sudah menutup usaha (Kompas, 12/8/2015). Anjloknya perekonomian batubara tecermin pula dari tren pertumbuhan PDRB Kukar yang terus mengalami penurunan sejak tahun 2011 hingga tahun 2017.
Dampak dari anjloknya ekonomi batubara juga tecermin dari tingginya angka kemiskinan di kabupaten ini. Antara 2015-2018, rata-rata seperempat lebih penduduk miskin berada di kabupaten ini.
Pada September 2018, jumlah penduduk miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tercatat mencapai 56,6 ribu jiwa, sedangkan jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur tercatat sekitar 219 ribu orang pada kurun waktu yang sama.
Sejalan dengan meningkatnya kemiskinan di Kabupaten Kukar, keamanan di Kukar semakin menuntut perhatian dari pihak berwajib. Tahun 2017 tercatat sebanyak 889 laporan kejadian kejahatan di Kukar yang diterima Kepolisian Resor Kabupaten Kukar.
Artinya, setiap hari ada 2-3 kasus kejahatan yang terjadi di Kabupaten Kukar. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2016 yang berjumlah 763 kasus. Kasus kriminalitas yang menonjol di Kabupaten Kukar adalah pencurian, narkoba, dan penganiayaan.
Selain itu, Kukar merupakan daerah yang rawan bencana seperti banjir, tanah longsor, kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang yang berlebihan. Beberapa contoh kasus bencana alam di Kabupaten Kukar menggambarkan keterkaitan antara peristiwa tersebut dengan aktivitas penambangan batubara.
Pada 2 Desember 2018, misalnya, tercatat tanah longsor terjadi di Kecamatan Sanga-sanga. Sedikitnya lima rumah ambruk dan jalan provinsi rusak akibat bencana tersebut. Lokasi longsor terjadi hanya sekitar 100 meter dari lokasi penambangan batubara.
Pemindahan ibu kota Indonesia tentu akan membawa dampak besar bagi lokasi terpilih. Bukan hanya dampak baik, dampak buruk pun akan sangat mungkin terjadi. Bahwa lokasi yang terpilih sebagai pusat pemerintahan akan sangat bangga, adalah wajar adanya. Namun, melihat gambaran ekonomi dan lingkungannya, benar siapkah Kabupaten Kukar menjadi Ibu kota? (AGUSTINA PURWANTI/LITBANG KOMPAS)