Suasana Kantor Komisi Pemilihan Umum RI di Jakarta, yang selalu ramai dan sibuk sejak awal hingga pertengahan Mei 2019, mendadak lengang setelah Ketua KPU Arief Budiman menetapkan perolehan suara nasional Pemilu 2019, Selasa (21/5/2019) dini hari.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Suasana Kantor Komisi Pemilihan Umum RI di Jakarta, yang selalu ramai dan sibuk sejak awal hingga pertengahan Mei 2019, mendadak lengang setelah Ketua KPU Arief Budiman menetapkan perolehan suara nasional Pemilu 2019, Selasa (21/5/2019) dini hari. Setelah berbulan-bulan mempersiapkan beratnya proses pemilu serentak, ketujuh komisioner KPU bisa sejenak menghela napas panjang.
Suasana kantor KPU seusai penetapan suara memang tampak berbeda sekali jika dibandingkan dengan saat rapat proses rekapitulasi suara nasional yang dimulai sejak awal Mei. Saat itu, hampir setiap hari, baik komisioner, pegawai, maupun petugas KPU, dari sejumlah daerah dan luar negeri selalu berdatangan untuk melakukan rapat dan audiensi.
Tahapan rekapitulasi suara pemilu tingkat nasional dimulai sejak Sabtu (4/5) dan diawali dengan rekapitulasi suara dari 130 Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Sementara penghitungan suara nasional di dalam negeri dilakukan selama 11 hari dimulai sejak Jumat (10/5) dan berakhir pada Selasa (21/5) dini hari.
Namun, jauh sebelum tahapan rekapitulasi suara nasional, KPU juga sudah disibukkan dengan proses persiapan pemilu. Bahkan, hal ini terlihat sejak Agustus 2018 lalu saat proses pendaftaran peserta pemilu, khususnya calon presiden dan wakil presiden.
Setelah itu, dalam kurun waktu sembilan bulan pasca-pendaftaran capres-cawapres, KPU juga diserang berbagai macam isu dan kejadian yang bertujuan mendelegitimasi penyelenggara pemilu. Isu tersebut mulai dari hoaks penemuan tujuh kontainer surat suara tercoblos, KTP-el tercecer, 17,5 juta daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah, hingga kasus penemuan surat suara tercoblos di Selangor, Malaysia.
Semua isu dan kejadian tersebut menjadi tantangan KPU di tengah proses persiapan pemungutan suara pada 17 April. KPU juga melakukan investigasi hingga klarifikasi terhadap semua isu itu demi menjaga kepercayaan publik terhadap proses Pemilu 2019 yang berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Meski demikian, selesainya proses pemungutan dan penghitungan suara nasional bukan berarti tugas KPU juga selesai. Saat ini KPU masih harus menghadapi sejumlah sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan peserta pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, KPU juga harus membuktikan kepada publik bahwa tuduhan kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang disampaikan oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidaklah benar.
Dalam buku Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi yang ditulis Janedjri Gaffar disebutkan beberapa unsur untuk pembuktian pelanggaran yang sifatnya TSM. Unsur pertama yang disebutkan adalah adanya politik uang. Kedua, dilakukan terstruktur dan berjenjang dari tingkat kota hingga TPS.
Unsur ketiga, pelanggaran tersebut melibatkan banyak orang secara masif yang dijadikan koordinator, saksi, atau sukarelawan. Keempat, pelaku memiliki pengaruh, baik langsung maupun tidak langsung, kepada aparatur pemerintah. Sementara unsur kelima, yakni dilakukan dengan perencanaan yang sistematis dan matang.
Siapkan tim hukum
Dalam menangani sengketa PHPU di MK ini, KPU telah menyiapkan tim hukum dan dokumen-dokumen pendukung. Anggota KPU, Viryan Aziz, menyampaikan, sebanyak enam tim pengacara telah ditunjuk KPU untuk menangani sengketa pemilu presiden dan legislatif, mulai dari DPR, DPRD, hingga DPD.
”Kami telah menyiapkan segala sesuatu untuk menghadapi sengketa hasil pemilu di MK. Tim hukum seperti tim teknis juga sudah bekerja sejak 21 Mei. Mereka mengumpulkan semua dokumen yang berpotensi untuk disengketakan,” ujarnya.
Selain itu, kata Viryan, KPU juga telah menyiapkan dokumen hasil penghitungan dan rekapitulasi suara pemilu, mulai dari formulir C, formulir D, DA, DB, dan DC. Dokumen tersebut juga berasal dari penghitungan di tingkat bawah, seperti tempat pemungutan suara (TPS), kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional.
Anggota KPU lainnya, Pramono Ubaid, mengatakan, KPU akan mempelajari pokok-pokok permohonan dari pemohon untuk memastikan substansi persoalan. KPU juga akan mengoordinasikan semua KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dalam menyusun jawaban atas pokok-pokok permohonan.
”Kami ingin memastikan bahwa KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota menguraikan jawaban secara jelas, baik dari sisi data kuantitatif maupun uraian kronologis,” katanya.
Baik Viryan maupun Pramono menegaskan, KPU akan menjawab semua gugatan tersebut berdasarkan data yang sebenarnya dan telah diketahui oleh banyak pihak. Berbekal semua data dan dokumen itu, mereka juga akan membantah dalil-dalil yang diajukan pemohon.
Semua usaha terbaik untuk mematahkan tuduhan kecurangan selama proses tahapan pemilu telah dipersiapkan KPU. Bagi KPU, semua hal yang dilakukan ini tidak semata-mata hanya untuk memenangi sengketa. Lebih jauh dari itu, hal ini juga bertujuan untuk mewujudkan demokrasi yang lebih baik.