Harta, Tahta, dan Etika Berkuasa
Sebanyak 94 persen anggota DPR periode 2014-2019 akan kembali mencalonkan diri dalam perhelatan Pemilihan Legislatif 2019. Di balik janji menjadi penyambung lidah rakyat, kebutuhan finansial kerap disinggung menjadi motivasi lain para petahana enggan berhenti dan kembali bertarung merebutkan kursi di Senayan.
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang diserahkan para anggota DPR saat mulai menjabat dan perlu dilaporkan secara periodik kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menjadi gambaran. Ada anggota DPR yang sejak awal memiliki modal tak terbatas. Ada juga yang asetnya terpantau sangat minim, atau berubah cukup drastis setelah menjabat sebagai wakil rakyat.
Andi Achmad Dara dari Fraksi Golkar menjadi anggota DPR dengan aset terbanyak, mencapai Rp 480,23 miliar.
Merujuk pada data milik KPK, setidaknya ada sejumlah anggota parlemen pusat yang terindikasi memiliki aset tertinggi dan terendah. Dari LHKPN yang diserahkan pada periode 2017-2018, Andi Achmad Dara dari Fraksi Golkar menjadi anggota DPR dengan aset terbanyak, mencapai Rp 480,23 miliar. Andi melaporkan LHKPN untuk pertama kalinya pada 2015 setelah terpilih dengan jumlah harta kekayaan sebesar Rp 235,79 miliar.
Aset terbesar yang dimiliki Andi berupa 38 tanah dan bangunan yang nilainya mencapai Rp 158,99 miliar. Kepemilikan aset yang disebutnya hasil sendiri itu berada di Jakarta, Bandung, Bali, Bogor, Banten hingga Singapura dan Melbourne. Aset lainnya yang juga bernilai fantastis adalah giro atau setara kas sebesar Rp 35,48 miliar, serta logam mulia senilai Rp 30,31 miliar. Di pelaporan pada 2017, jumlah aset tidak berubah, hanya nilainya meningkat.
Ini adalah periode pertama Andi menjabat. Pria berkacamata ini maju dari daerah pemilihan Banten III dengan memperoleh 73.408 suara. Di Pemilu 2019 mendatang, Andi kembali mencalonkan diri.
Sebelum menjabat sebagai wakil rakyat, Andi sudah hidup berkecukupan.
Sebelum menjabat sebagai wakil rakyat, Andi sudah hidup berkecukupan. Ia seorang pengusaha di bidang energi dan pertambangan, menjabat sebagai komisaris di sejumlah perusahaan. Beberapa di antaranya, PT Daya Prima Energy Persada yang bergerak di bidang pertambangan, serta PT Banten Gas Synergi dan PT Andiracitra Grahawira di bidang energi.
Andi juga menjadi komisaris di PT. Berau Coal Energy dan Bumi plc, perusahaan tambang batu bara milik mantan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie.
Meski pendatang baru di DPR, Andi termasuk politisi lama di Golkar. Saat Aburizal Bakrie memimpin Golkar, Andi menjabat sejumlah posisi strategis, seperti bendahara umum partai dan ketua bidang pemenangan pemilu wilayah Sumatera. Sekarang, di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto, Andi juga menjabat sebagai wakil koordinator bidang pemenangan pemilu wilayah timur.
Di DPR, selain menjadi anggota Komisi XI yang membidangi keuangan, Andi juga mendapat jabatan strategis, sebagai Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), yang bertugas menindaklanjuti hasil pembahasan di komisi-komisi terhadap temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
Andi mengatakan, kenaikan nilai asetnya selama menjadi anggota DPR lebih banyak disebabkan oleh harga nilai jual objek pajak (NJOP) tanah yang naik setiap tahun. Otomatis, ujarnya, nilai aset tanahnya ikut naik signifikan setiap kali ia melaporkan LHKPN ke KPK.
Ia mengatakan, sejak menjadi anggota DPR, ia justru tidak banyak membeli aset baru, baik bergerak maupun tidak bergerak. Kebanyakan aset yang ia miliki saat ini sudah dimiliki sejak masih menjadi pengusaha.
Setelah program tax amnesty, belanja itu harus lebih direncanakan,
“Setelah program tax amnesty, belanja itu harus lebih direncanakan, jadi saya jujur saja, tidak bisa beli mobil dengan mudah seperti sebelum jadi anggota DPR, semua harus ada rencananya,” kata Andi.
Paling rendah
Abidin Fikri dari PDI-Perjuangan tercatat memiliki aset terendah dari pelaporan pada periode 2017-2018 yakni Rp 360,50 juta.
Sementara itu, Abidin Fikri dari PDI-Perjuangan tercatat memiliki aset terendah dari pelaporan pada periode 2017-2018 yakni Rp 360,50 juta. Tidak berbeda jauh dibandingkan dengan pelaporan awal yang dilakukannya pada 2014 yakni Rp 349,08 juta. Dari rincian pada pelaporannya, Abidin tidak memiliki aset berupa rumah dan tanah sama sekali. Hanya mobil dan motor senilai Rp 271 juta dan kas sebesar Rp 78,09 juta.
Padahal, Abidin sebelum terpilih pada 2014 sempat duduk pada 2013 sebagai anggota DPR pengganti antar waktu menggantikan Theodorus Jacob Koekerits yang meninggal dunia. Namun, saat itu, ia tidak melaporkan LHKPN.
Sebelum menjadi wakil rakyat, Abidin lebih banyak aktif berorganisasi, seperti di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Abidin juga tercatat pernah menjadi staf ahli Ketua MPR Taufik Kiemas serta menjabat Ketua Bidang Kajian Kebijakan Publik Ikatan Alumni Universitas Indonesia.
Pria berkacamata yang sering tampil dengan peci hitam ini beberapa kali ditunjuk fraksinya untuk terlibat dalam pembahasan sejumlah RUU yang strategis, seperti RUU Pemilihan Umum dan RUU Penyiaran. Ia kini menjadi anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Itu belum semuanya. Biar sederhana, dilaporkan saja dulu yang ada, nanti diperbaiki menjelang akhir masa jabatan,
Abidin mengatakan, tidak semua aset yang ia miliki sudah dilaporkan pada periode 2017-2018 ini. Laporan harta kekayaannya akan diperbaiki di masa perbaikan. "Itu belum semuanya. Biar sederhana, dilaporkan saja dulu yang ada, nanti diperbaiki menjelang akhir masa jabatan," kata Abidin.
Namun, Abidin mengatakan, menjadi anggota DPR tidak semata-mata faktor keuntungan finansial. Banyaknya anggota Dewan yang kembali mencalonkan diri, ujarnya, adalah keputusan partai. "Bukan faktor finansial. Partai sangat selektif dalam melihat kinerja petahana. Jika kinerjanya baik, ditugaskan kembali," ujar dia.
Berubah
Di sisi lain, ada pula politisi lain yang kekayaannya banyak berubah semenjak menjabat sebagai anggota DPR. Salah satunya, Politisi Partai Amanat Nasional Laila Istiana Diana Savitri. Saat awal menjabat sebagai anggota DPR pada 2014, aset milik Laila hanya Rp 6,58 juta. Ia memiliki tanah/bangunan senilai Rp 90 juta, kendaraan senilai Rp 124 juta, dan kas sebesar Rp 132,90 juta. Namun, utang yang dimilikinya sebanyak Rp 340,32 juta, sehingga total kekayaannya hanya tersisa kurang dari Rp 10 juta.
Akan tetapi pada pelaporan tahun 2018, harta kekayaan Laila menjadi Rp 618,16 juta. Kepemilikan tanah/bangunan tidak berubah. Hanya kendaraan yang meningkat menjadi Rp 491 juta dan kas sebesar Rp 255,37 juta. Sedangkan, utang yang menjadi bebannya berkurang menjadi Rp 218,20 juta.
Sebaliknya, ada pula anggota DPR yang asetnya justru terus menurun, seperti Bambang Riyanto dari Golkar. Pada 2010, asetnya mencapai Rp 4,96 miliar menjadi Rp 1,18 miliar di 2014. Ini disebabkan karena utang yang dimilikinya sebesar Rp 3,76 miliar pada 2014. Di pelaporan 2017-2018, asetnya kian melorot menjadi Rp 303 juta.
Kewajiban melaporkan harta kekayaan bagi anggota DPR menjadi cerminan kewajiban moral dan etika berpolitik mereka,
Meski tidak ada sanksi yang mengikat, kewajiban melaporkan harta kekayaan bagi anggota DPR menjadi cerminan kewajiban moral dan etika berpolitik mereka, untuk mempertanggungjawabkan kekayaan yang mereka miliki sebagai penyelenggara negara masih dalam batasan wajar dan berasal dari sumber yang sah.
Sayangnya, tidak semua anggota patuh melapor. Menjelang penyelenggaraan pemilihan legislatif tahun ini, tingkat kepatuhan anggota DPR melaporkan harta kekayaannya ke KPK tercatat sangat rendah dibanding periode sebelumnya, yakni hanya 21 persen. Sebelumnya, periode 2016-2017, tingkat kepatuhan anggota DPR sempat mencapai 96,36 persen. Padahal, 94 persen anggota DPR petahana saat ini akan kembali mencalonkan diri di pemilu, 17 April mendatang.
Menjelang pergantian masa jabat ini, para wakil rakyat diharapkan selalu mengingat bahwa harta dan tahta, harus selalu dibarengi dengan etika berkuasa.