PONTIANAK, KOMPAS — Provinsi Kalimantan Barat resmi membentuk Komite Advokasi Daerah pada Jumat (21/12/2018). Komite ini dibentuk sebagai bagian dari upaya pencegahan korupsi dalam perizinan investasi yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah, pengusaha, dan penegak hukum.
Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi, Budi Santoso, dalam Deklarasi Pembentukan Komite Advokasi Darah (KAD) Kalimantan Barat, Jumat, di Pontianak, mengatakan, KAD merupakan forum dialog antara regulator dengan sektor swasta dan pelaku bisnis.
”Selama ini pelaku bisnis mengadu ke KPK mereka menghadapi kendala karena ada permintaan pungutan dan sebagainya. KPK berupaya menyelesaikan masalah itu secara sistemik. Salah satunya mendorong daerah membentuk KAD,” ujar Budi.
Struktur di dalam KAD nantinya akan ada akademisi dan lembaga swadaya masyarakat. Lembaga itu nanti akan mengidentifikasi masalah yang dituangkan dalam daftar isian masalah, misalnya mengenai bagaimana iklim investasi perizinan di daerah.
Dari daftar masalah itu akan dibahas di forum KAD, lalu dirumuskan rekomendasinya. KPK tetap memonitor proses itu. KPK akan melihat sejauh mana rekomendasi itu dijalankan dalam KAD dan apa yang perlu dibantu oleh KPK. KPK siap membantu mengatasi masalah yang dihadapi sehingga iklim investasi lebih baik dan memacu pertumbuhan ekonomi.
Pembentukan KAD bagian dari pencegahan korupsi. KAD di Kalbar ini diharapkan menjadi rujukan provinsi lain. Pada 2017, sudah diinisiasi pembentukan KAD di delapan provinsi. Dari delapan provinsi itu yang menindaklanjuti hingga deklarasi pembentukan KAD hanya dua provinsi.
”Pada 2018 KPK menginisiasi pembentukan KAD di 26 provinsi. Kalbar provinsi pertama yang mendeklarasikan pembentukan KAD pada 2018. Ini momentum yang berharga. Harapannya ini tidak berhenti di tingkat deklarasi, tetapi memiliki langkah kerja yang konkret sesuai tujuan awal pembentukan KAD ini,” ujar Budi.
Dengan KAD ini diharapkan dapat meningkatkan investasi dan kepercayaan investor terhadap daerah. Sebab, permasalahan perizinan bisa disikapi secara cepat sehingga harusnya tidak ada lagi hambatan dan pelanggaran.
Budi menuturkan lebih lanjut, sektor swasta menjadi salah satu fokus KPK dalam pencegahan korupsi. Sebab, sektor swasta urutan kedua terbanyak yang ditindak KPK, yakni 214 orang yang ditangkap KPK selama ini adalah swasta. Rata-rata yang ditangkap adalah mereka yang menyuap untuk melancarkan usahanya.
Kemudian, peringkat ketiga di bawah swasta adalah pejabat eselon I-III, yakni 129 orang. Lalu di peringkat pertama terbanyak adalah dari anggota DPR dan DPRD, yakni 229 orang.
Meskipun anggaran yang dipergunakan swasta untuk menyuap itu bukan dari anggaran negara, mereka telah melanggar hukum karena ada gratifikasi. Hal itu melanggar kode etik dan merusak iklim kompetisi yang sehat.
Gubernur Kalbar Sutarmidji mengatakan, KAD ini diharapkan berfungsi sebagaimana mestinya. Jangan sampai pengurus KAD malah terkena operasi tangkap tangan KPK. KAD diharapkan bisa menjalankan tugas dengan baik.
Perizinan hendaknya terus didorong untuk transparan dan cepat. Jika transparan dan cepat, akan meminimalisasi adanya suap. Kalau misalnya berbelit-belit, di situlah akan banyak peluang untuk terjadinya negosiasi dan pelanggaran.
”Di Kalbar, perizinan pertambangan ada 12 tahun baru keluar izinnya. Bahkan, pemilik izin hanya menerima izin itu melalui aplikasi Whatsapp. Pemilik izinnya tidak memegang dokumen izin itu secara fisik. Maka, ke depan harus transparan dan tidak boleh berbelit-belit,” ujar Sutarmidji.
Korupsi akan banyak merugikan daerah. Padahal, daerah masih harus mengatasi ketertinggalan di berbagai bidang, misalnya Indeks Pembangunan Manusia Kalbar hanya urutan ke-29 dari 34 provinsi. Kemudian, daya saing urutan ke-28 dari 34 provinsi dan kualitas infrastruktur urutan ke-33 dari 34 provinsi, hanya lebih baik dari Papua.