logo Kompas.id
TokohSucoro, Setia Merawat Nilai...
Iklan

Sucoro, Setia Merawat Nilai Spiritual Borobudur

Sucoro ingin memastikan Candi Borobudur tak hanya obyek wisata yang bersifat komersial. Ada nilai spiritual dan budaya.

Oleh
KRISTI DWI UTAMI
· 5 menit baca
 Budayawan Sucoro.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Budayawan Sucoro.

Selama lebih dari dua dekade terakhir, budayawan Sucoro (72) konsisten mengingatkan pentingnya mendalami nilai-nilai spiritual dan budaya Candi Borobudur. Melalui berbagai jalan, dia ingin memastikan agar salah satu warisan budaya dunia itu tak hanya menjadi obyek wisata yang bersifat komersial.

Perjuangan Sucoro dimulai pada awal tahun 1980. Kala itu, dia harus mengikhlaskan tempat tinggalnya di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, untuk pembangunan Taman Wisata Candi Borobudur. Padahal, jauh di lubuk hatinya, Sucoro amat ingin mempertahankan tanahnya tersebut.

”Waktu saya kecil, Borobudur itu hanya digunakan meditasi dan untuk ibadah umat Buddha saat Waisak. Ketika dikembangkan jadi pariwisata, saya khawatir akan menjadi kontradiksi,” ujar Sucoro saat ditemui di rumahnya, Rabu (18/10/2023).

Mulai sekitar tahun 2002, cerita Sucoro, Candi Borobudur kian banyak dikunjungi wisatawan. Namun, masih banyak masyarakat di sekitar candi yang miskin. Di tengah kondisi itu, pemerintah memunculkan rencana proyek bernama Jagat Jawa untuk menata ulang kawasan Candi Borobudur, termasuk menata para pedagang dan pelaku usahanya.

Proyek itu ditolak sejumlah pihak karena mengancam perekonomian masyarakat yang menggantungkan hidup pada aktivitas wisata di Candi Borobudur. Proyek itu juga dikhawatirkan mengganggu keaslian dan kelestarian candi.

 Wisatawan berkunjung ke bangunan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (25/10/2023).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Wisatawan berkunjung ke bangunan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (25/10/2023).

Di tengah kondisi yang serba tak pasti kala itu, Sucoro menggelar diskusi membahas nasib Candi Borobudur dan masyarakat sekitarnya. Diskusi itu dilakukan di Jagat Cleguk, warung yang ditinggali dan dikelola Sucoro. Dalam diskusi itu, ia mendapati fakta bahwa dirinya bukan satu-satunya yang resah dengan kondisi Borobudur.

Baca juga: Budaya Spiritual di Sekitar Borobudur Berpeluang Menjadi Daya Tarik Wisata

Pada Januari 2003, Sucoro menginisiasi acara Ruwat Borobudur. Setahun kemudian, nama acara itu diganti menjadi Ruwat Rawat Borobudur. Dalam acara itu, masyarakat yang menaruh perhatian pada Borobudur berkumpul untuk berdiskusi tentang berbagai topik.

Aneka pertunjukan seni dan budaya khas Borobudur juga ditampilkan. Tujuan utama acara tersebut adalah membahas berbagai kekhawatiran masyarakat terkait kondisi Borobudur sekaligus berupaya menemukan kembali nilai-nilai spiritual dan budaya Borobudur.

Peserta lomba lari Bank Jateng Borobudur Marathon 2017 dihibur kesenian tradisional saat melintas di Dusun Ngaran II, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (19/11/2017).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Peserta lomba lari Bank Jateng Borobudur Marathon 2017 dihibur kesenian tradisional saat melintas di Dusun Ngaran II, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (19/11/2017).

”Menurut saya, nilai spiritual Borobudur itu universal, tidak mengarah ke suatu agama meskipun Candi Borobudur itu tidak bisa dilepaskan dari agama Buddha karena relief-reliefnya menarasikan pengetahuan soal Buddha,” ujar Sucoro.

Selama dua dekade terakhir, Sucoro rutin menggelar Ruwat Rawat Borobudur setiap tahun. Ia berharap, melalui kegiatan itu, rasa handarbeni atau memiliki masyarakat dan pemerintah terhadap Borobudur bisa tumbuh.

Baca juga: Konservasi dan Fungsi Spiritual Jadi Prioritas, Borobudur Akan Dikelola Satu Manajemen

Pada rangkaian Ruwat Rawat Borobudur tahun ini, Sucoro menambahkan satu agenda, yakni Kongres Borobudur. Kongres yang digelar pada Agustus 2023 itu untuk membahas opini publik dan hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait pengelolaan nilai-nilai spiritual Candi Borobudur. Dalam acara itu, Sucoro juga menerima ratusan naskah dari berbagai pihak untuk dibahas.

”Ternyata mereka punya pemikiran yang sama dengan saya, prihatin dengan nilai spiritualitas Candi Borobudur yang tidak dipahami dan tidak menjadi bagian yang dilestarikan. Mereka ini tidak hanya kalangan Buddha, tetapi banyak juga kalangan pondok pesantren yang ikut mengirimkan naskahnya,” kata ayah tujuh anak itu.

 Budayawan Sucoro.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Budayawan Sucoro.

Para peserta kongres menyampaikan harapan agar aktivitas pariwisata di Borobudur sejalan dengan pelestarian nilai spiritualnya. Buah pemikiran banyak orang itu lalu disatukan untuk diserahkan kepada pemerintah dan pengelola Candi Borobudur. Hal itu sebagai wujud peran masyarakat dalam memberikan masukan dan saran terkait pengelolaan Candi Borobudur ke depan.

Iklan

Prasasti sosial

Sucoro mengatakan, pengelolaan Candi Borobudur yang dilakukan saat ini hanya tersentral pada zona 1 dan 2 candi. Kondisi itu membuat potensi budaya di sekitar candi yang bersumber pada nilai budaya atau prasasti sosial tidak berkembang. Kondisi itu dinilai ironis karena di sekitar Borobudur banyak prasasti sosial yang potensial untuk digali.

Prasasti sosial itu, menurut Sucoro, antara lain terlihat dari nama sejumlah wilayah di sekitar Candi Borobudur. Dia meyakini, di balik penamaan tempat-tempat itu tersimpan pengetahuan yang penting untuk dikaji.

Sucoro mencontohkan, di kawasan Borobudur terdapat sebuah dusun bernama Janan. Menurut dia, nama dusun itu kemungkinan berasal dari kata kasarjanan atau kesarjanaan. Oleh karena itu, dia menyebut, ada kemungkinan Dusun Janan dulu merupakan tempat tinggal para sarjana atau ahli yang membangun Candi Borobudur.

 Wisatawan melintas di tepi areal persawahan yang kering di dekat Candi Borobudur, Dusun Ngaran, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (29/10/2023).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Wisatawan melintas di tepi areal persawahan yang kering di dekat Candi Borobudur, Dusun Ngaran, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (29/10/2023).

Di kawasan Borobudur juga terdapat Dusun Bumisegoro. Menurut Sucoro, nama dusun itu kemungkinan berasal dari nama Bhumi Sambhara Budhara yang disebut dalam sebuah prasasti terkait Candi Borobudur. Dengan asumsi itu, dia menuturkan, Dusun Bumisegoro bisa jadi dulu merupakan tempat pendidikan untuk orang-orang yang ingin belajar agama Buddha.

”Hal-hal semacam ini perlu digali menjadi prasasti sosial yang perlu diangkat oleh masyarakat sehingga Borobudur menjadi mandala yang agung yang didukung kekuatan nilai spiritual,” ungkap suami dari Kusminah itu.

Baca juga: 200 Ragam Tradisi dan Budaya Berpotensi Jadi Obyek Wisata di Kawasan Borobudur

Nilai spiritual Borobudur itu universal, tidak mengarah ke suatu agama meskipun Candi Borobudur itu tidak bisa dilepaskan dari agama Buddha. (Sucoro)

Menurut Sucoro, prasasti-prasasti sosial itu juga bisa dieksplorasi untuk memunculkan daya tarik baru di Borobudur. Dengan begitu, para wisatawan di kawasan Borobudur tak hanya berkunjung ke candi, tetapi juga wilayah sekitarnya. ”Lebih baik lagi apabila pengunjung tidak sekadar datang untuk berfoto-foto, tetapi juga belajar soal nilai-nilai spiritual ini,” katanya.

Untuk mendorong pelestarian nilai-nilai spiritual Borobudur, sejak tahun 1990-an Sucoro juga rutin menulis. Sejak tahun 2013, Sucoro sudah menerbitkan enam buku mengenai Borobudur.

 Wisatawan berkunjung ke bangunan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (25/10/2023).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Wisatawan berkunjung ke bangunan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (25/10/2023).

Di buku-buku itu, dia selalu menyelipkan pesan agar orang-orang memahami bahwa kemajuan Borobudur tidak bisa diukur hanya dari uang. Yang juga penting diperhatikan adalah pelestarian nilai-nilai di balik candi tersebut.

”Saya bukan apa-apa, bukan penguasa, tidak mungkin punya kebijakan, tidak mungkin punya pengaruh. Namun, setidaknya saya punya catatan, saya punya pengalaman,” tutur pria tamatan Sekolah Rakyat Borobudur tersebut.

Sucoro

Lahir: Dusun Kenayan, Desa Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, 28 September 1951

Pendidikan: Sekolah Rakyat (SR) Borobudur (1958-1964)

Istri: Kusminah

Anak: tujuh orang

Pekerjaan: Wiraswasta

Aktivitas:

  • Pendiri Pusat Informasi dan Diskusi Rakyat Warung Info Jagat Cleguk Borobudur
  • Penggagas dan Penyelenggara Event Budaya Rakyat Ruwat Rawat Borobudur
  • Pendiri Paguyuban Masyarakat Pencinta Seni dan Budaya Borobudur
Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000