200 Ragam Tradisi dan Budaya Berpotensi Jadi Obyek Wisata di Kawasan Borobudur
Sekitar 200 obyek budaya tumbuh di kawasan Borobudur, Magelang. Masyarakat diminta melestarikan dan memanfaatkannya sebagai obyek kunjungan wisata.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sekitar 200 obyek budaya bentuk kearifan lokal warga ditemukan tumbuh dan tersebar di 20 desa di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Selain mesti dijaga dan dilestarikan, kekayaan ragam budaya tersebut berpotensi diangkat sebagai obyek kunjungan wisata.
Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Sjamsul Hadi mengatakan, berangkat dari temuan tersebut, segenap warga desa diharapkan mengembangkan kegiatan berbasis pada obyek budaya di setiap daerah. ”Dari desa, mari bersama-sama menunjukkan bahwa kita bisa melakukan aktivitas berkelanjutan melalui jalur kebudayaan,” ujarnya, Kamis (26/5/2022).
Sekitar 200 obyek budaya tersebut hasil inventarisasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bekerja sama dengan warga, termasuk di antaranya yang ditunjuk sebagai pandu-pandu budaya di 20 desa. Sjamsul mengatakan, obyek budaya yang tersebar di kawasan Borobudur tersebut antara lain berupa makanan tradisional, permainan tradisional, serta berbagai ragam budaya spiritual, termasuk ritual adat.
Menurut dia, semua ragam kekayaan budaya, bahkan ritual sekalipun, layak untuk dikembangkan dalam bentuk kegiatan atau paket wisata yang bisa menarik kunjungan wisatawan. ”Ritual adat atau tradisi di bulan Jawa, seperti tradisi Suro atau Saparan sekalipun, juga bisa dikemas menarik menjadi obyek kunjungan,” ujarnya.
Tahun ini, menurut dia, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bekerja sama dengan warga juga berencana memeriahkan tradisi Saparan di desa dengan menggelar agenda festival 1.000 ancak. Adapun ancak adalah talam dari anyaman bambu yang ditata bertingkat. Ancak biasa menjadi tempat menaruh makanan dan benda-benda lain yang dimaksudkan sebagai sesaji untuk arwah leluhur.
Sjamsul mengatakan, dia pun sangat mengapresiasi semangat sebagian warga yang saat ini juga mulai menggelar banyak kegiatan yang mengundang keramaian di desa. Liga Pisang Borobudur yang diselenggarakan di Desa Wringinputih, Kecamatan Borobudur, 21-25 Mei lalu, juga disebutnya sebagai kegiatan yang berdampak positif. Kegiatan tersebut mampu menggerakkan warga untuk bergotong royong serta mendorong masyarakat untuk peduli dan mencintai lingkungan, termasuk tanaman pisang.
Kegiatan di dalam Liga Pisang Borobudur di antaranya adalah pertandingan sepak bola dengan memakai bola berbahan pelepah pisang, pameran kuliner berbahan baku bagian dari tanaman atau buah pisang, serta sejumlah pelatihan memasak, serta membuat aneka mainan berbahan bagian dari tanaman pisang. Liga ini melibatkan 20 desa di Kecamatan Borobudur.
Panji Kusumah dari komunitas Eksotika Desa mengatakan, permainan tradisional berbahan tanaman pisang sebenarnya sudah tumbuh dan dikenal masyarakat sejak lama. Namun, karena dianggap kurang modern, tradisi membuat mainan tersebut semakin dilupakan.
Meski demikian, ketika digelar ajang yang mengundang keramaian, seperti Liga Pisang Borobudur, warga kembali bersemangat. ”Tiba-tiba saja warga tertarik beramai-ramai membuat aneka mainan, bersemangat menggulirkan ide untuk membuat beragam permainan serta beragam masakan, yang semuanya memakai bahan dari bagian tanaman pisang,” ujarnya.
Komunitas Eksotika Desa adalah komunitas yang menaruh kepedulian terhadap pelestarian lingkungan dan budaya desa. Bekerja sama dengan Komunitas Bayang Wayang, Eksotika Desa juga turut membantu penyelenggaraan Liga Pisang Borobudur.
Atifah Lestari, salah seorang pandu atau pendamping budaya Desa Kebonsari, Kecamatan Borobudur, mengatakan, pelaksanaan Liga Pisang Borobudur ini berdampak positif merekatkan tali silaturahmi antargenerasi di desa. Dalam kegiatan persiapan untuk pertandingan sepak bola di Liga Pisang Borobudur, para sesepuh desa diminta bercerita pengalaman mereka bermain bola dari pelepah pisang serta bagaimana membuat aneka mainan berbahan daun dan pelepah pisang.
Cerita dari mereka menjadi bekal generasi muda di desa untuk mempersiapkan diri bertanding bola di Liga Pisang Borobudur, membuat aneka masakan, dan berbagai mainan untuk dipajang dalam ajang liga tersebut.