Maslina membangkitkan tenun cual Bangka yang sempat hilang puluhan tahun lalu. Hingga sekarang, ia terus setia mengajarkan tenun cual kepada yang membutuhkan.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
Maslina membangkitkan tenun cual Bangka yang sempat hilang. Usahanya berhasil. Tenun cual pun kembali menjadi kebanggaan. Puluhan tahun berlalu, Maslina tak berhenti begitu saja. Ia terus mengajarkan tenun cual dan menjadi guru bagi yang membutuhkan hingga sekarang.
Di usia 61 tahun, Maslina masih aktif mengajar tenun cual. Muridnya mulai siswa, mahasiswa, dan kini rencananya, ia akan kembali mengajar di Balai Latihan Kerja (BLK) Bangka Belitung.
”Menurut rencana, mulai Oktober, program dengan BLK mulai jalan. Mengajar di sana agar orang punya bekal keterampilan untuk usaha,” kata Maslina saat ditemui minggu ketiga Juli 2022 di rumahnya di Selindung, Pangkal Pinang.
Siapa pun, menurut Maslina, bisa belajar tenun cual. Kuncinya hanya sabar, tekun, dan konsentrasi. ”Kalau mau sabar dan tekun, akan bisa. Selanjutnya, dibutuhkan konsistensi agar karya kita bisa dinikmati juga oleh orang lain,” kata ibu 10 anak tersebut.
Anak SD pun, menurut Maslina, bisa belajar tenun cual jika mau. ”Saya senang, sekarang anak SD hingga SMA, mahasiswa, mulai belajar tenun cual. Tenun cual sekarang sudah banyak yang kenal dan mencintai. Semoga akan terus jadi kebanggaan warga Bangka Belitung dan bisa diwariskan turun temurun,” kata Maslina.
Sekolah-sekolah di Bangka Belitung kini sering mengajak siswanya belajar tenun cual di luar kelas. Mereka datang ke koperasi dan tempat pelatihan milik Maslina. ”Saya rasa anak-anak muda itu ada niat belajar. Alhamdulillah anak SD hingga mahasiswa, sebulan sekali kunjungan ke sini untuk belajar tenun cual. Itu baik sehingga mereka punya gambaran bahwa menjadi pengusaha itu juga bagus. Tidak harus jadi PNS seperti keinginan banyak orang sekarang ini,” kata Maslina.
Terus dilestarikannya tenun cual membuat Maslina bahagia. Sesederhana itu. Kebahagiaan tersebut cukup beralasan. Sebab, tenun khas Bangka Belitung itu sempat ”hilang” dan tak ada penerusnya, saat perang Eropa meletus tahun 1914. Sebab, aktivitas perdagangan internasional ikut terhenti, termasuk terhentinya kain sutra benang dari luar negeri. Tenun cual awal mulanya ditenun di Muntok pada abad ke-17.
Sejak itu, tenun cual seolah tinggal nama. Namun, pada tahun 1990, setelah belasan tahun berlatih, Maslina akhirnya memberanikan diri memproduksi tenun cual dan memasarkannya. Ibu 10 anak itu belajar pada suami dan keluarganya, yang merupakan penenun cual.
Sambutan baik datang dari berbagai kalangan. Maslina pun digandeng oleh Pemkab Bangka dan diminta mengajar tenun cual ke beberapa orang. Sebelum mengajar orang lain, Maslina pun mengajarkan tenun cual pada anaknya (Maslina punya 6 orang putri dan 4 putra). Murid Maslina mulai dari anak muda hingga perempuan kepala keluarga.
Tidak sekadar mengajar, Maslina juga menerima hasil karya anak didiknya untuk turut dipasarkannya. ”Kendalanya adalah anak-anak muda ini sebagian kemudian pindah mengikuti suaminya setelah menikah. Namun, kalau kepindahannya tidak jauh dari sini, dan mereka masih mau menenun, maka peralatan dan benang pun akan tetap kami suplai. Yang penting produksi tenun cual bisa terus berjalan,” katanya.
Ada juga murid Maslina yang kini mengibarkan bendera sendiri. Apa tidak takut tersaingi? ”Tidak. Saya senang kalau dari awalnya belajar sama saya, lalu mereka bisa berkembang. Saya dahulu juga belajar dari keluarga suami. Dan rasanya apa yang saya cari sudah cukup. Kalau mau hidup dengan melihat ke atas terus, tidak ada habisnya. Tetapi kalau menunduk, pasti akan cukup. Rasanya saya sudah cukup, umur juga sudah tua. Empat anak saya sudah ikut menjadi penenun cual dengan merek sendiri. Ada yang menggalakkan tenun ATBM, ada tenun cual, dan lainnya. Apa lagi yang mau saya cari? Yang penting tenun cual tidak lagi hilang,” kata Maslina.
Dua tahun pandemi, Maslina mengaku berat. ”Para penenun ada di rumah sehingga produksi jalan terus. Masalahnya, pemasaran tersendat karena tidak ada pameran. Tetapi syukurlah sekarang sudah berlalu, dan mulai ada pameran dan pembeli,” kata perempuan lulusan SMA itu.
Tenun cual terus mendapat tempat di hati masyarakat. Harga satu set kain tenun cual mulai Rp 3,5 juta hingga puluhan juta rupiah. Terakhir, dalam Sidang Paripurna DPR menjelang HUT Ke-77 Kemerdekaan RI, Presiden Joko Widodo mengenakan baju adat paksian Bangka Belitung yang salah satunya mengenakan kain tenun cual.
Hal yang masih menjadi pemikiran Maslina adalah konsistensi penenun cual yang terkadang masih naik turun. Saat harga timah tinggi, misalnya, para penenun cual akan meninggalkan pekerjaannya dan memilih membantu suaminya untuk menambang timah. Jika tidak ikut menambang sendiri, maka mereka akan bertugas antre solar guna mengisi mesin penyedot timah.
”Saya berharap pemerintah bisa memikirkan hal ini agar produktivitas tenun cual Bangka Belitung tidak lagi naik turun, tetapi konsisten,” katanya.
1.Pelestari dan Pengembang Warisan Budaya Tenun Cual dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2006
2.Penghargaan Upakarti tahun 2007 dari pemerintah RI kategori jasa pelestarian produk, teknologi, motif, dan desain.
3.Penghargaan dari Kementerian Koperasi dan UKM atas pengembangan produk unggulan desa melalui koperasi tahun 2012, diberikan kepada Koperasi Tenun Cual.
4.Penghargaan one village one product (OVOP) dari Kementerian Perindustrian tahun 2015, diberikan pada Koperasi Tenun Cual.